PRESIDEN DI DEPAN PEMUKA2 AGAMA: SEGALA BENTUK PEMAKSAAN, TDK MANUSIAWI

PRESIDEN DI DEPAN PEMUKA2 AGAMA: SEGALA BENTUK PEMAKSAAN, TDK MANUSIAWI

Presiden Soeharto mengatakan, segala bentuk pemaksaan, selain tidak manusiawi juga tidak sesuai dengan kelakuan ajaran agama.

Yang penting kata Kepala Negara, bagaimana agar setiap pemeluk agama berkesempatan untuk menjalankan ajaran-ajaran agama dengan bebas, tapi sekaligus tidak mengganggu orang lain. Untuk ini diperlukan kemampuan segenap pemeluk agama menguasai dan mengendalikan diri agar tidak menyinggung apalagi mengganggu agama dan kepercayaan orang lain.

Presiden mengingatkan, apabila dalam menghadapi masalah-masalah keagamaan yang sangat peka tidak dilandasi oleh kemampuan mengendalikan diri, lebih-lebih dari para pimpinan dan pemuka agama masyarakat atau pemuka ummat, justru akan menambah persoalan, bukannya mengendalikan persoalan.

Dikemukakan kerjasama dalam masyarakat perlu ditumbuhkan dan diarahkan untuk tujuan-tujuan yang konstruktif. Hal ini perlu mengingat masyarakat Indonesia mengandung berbagai kemajemukan dengan berbagai agama yang dipeluk, Kemajemukan itu sendiri merupakan faktor dinamika yang memacu perkembangan dan kemajuan masyarakat dan kemajuan masyarakat, selama kemajemukan itu tetap mengandung semangat persatuan dan kebersamaan.

Menurut Presiden, ada hal yang menggembirakan yaitu sifat dan kecenderungan bangsa Indonesia yang lebih mementingkan kerukunan daripada mempertentangkan perbedaan yang demikian ini justru pertentangan antar agama yang gawat.

"Memang ada beberapa peristiwa kecil dan setempat yang tidak menyenangkan, namun hal itu dapat segera diatasi,” kata Kepala Negara.

Selanjutnya Presiden mengingatkan, yang perlu dikembangkan bukan hanya saling percaya dan kerukunan yang pasif dimana masing-masing pihak saling menjaga diri, akan tetapi harus yang bersifat kreatif dan konstruktif dimana terjelma kerjasama untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sebelumnya telah menyampaikan laporan Pembina Penataran Tingkat Nasional, Mensesneg Sudharmono SH dan setelah sambutan Presiden, wakil seluruh peserta Dr. K.H. Muhibudin Wali M.A. membacakan Pemyataan kebulatan Tekad. (DTS)

Jakarta, Pelita

Sumber: PELITA (30/11/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 414-415.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.