PRESIDEN: HARGA TENDER JANGAN BERI PELUANG KLAIM TAMBAHAN BIAYA
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto menginstruksikan Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan Radius Prawiro agar dalam persetujuan tender antara instansi pemerintah, badan usaha milik negara serta penjual jasa tidak terdapat peluang untuk mengajukan tuntutan tambahan harga (over cost-run).
Radius menjelaskan instruksi Kepala Negara itu kepada wartawan sesudah bersama Mensesneg Moerdiono melaporkan kepada Presiden di Jakarta, Sabtu tentang pelaksanaan Inpres No I/1988.
“Dalam pelaksanaan-pelaksanaan tender itu harganya harus wajar dan tidak memberikan peluang mengadakan tuntutan (claim) tambahan biaya, karena perkiraan yang semula kurang tepat,” kata Radius yang didampingi Moerdiono.
Ia mengatakan, penyediaan dana tambahan melebihi anggaran yang sudah disepakati dalam tender hanya akan mengakibatkan kerugian lebih besar bagi proyek bersangkutan. Sebagai misal disebutnya pelaksanaan proyek yang terpaksa dihentikan akibat dananya tidak tersedia lagi.
Berdasarkan Inpres ini, maka tender pengadaan barang dan jasa yang dilakukan instansi pemerintah di atas Rp 3 miliar diputuskan oleh menteri bersangkutan dengan persetujuan Menko Ekuin/Wasbang.
Sedangkan tender yang nilainya antara Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar diputuskan oleh menteri bersangkutan.
Pemenang tender bernilai Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar diputuskan oleh pejabat eselon l. Sebelumnya, pengadaan barang dan jasa bagi instansi pemerintah dan BUMN yang nilainya di atas Rp 500 juta dilakukan oleh sebuah tim di bawah Sekneg.
Ketika ditanya wartawan tentang kemungkinan terpaksanya pemasok ataupun kontraktor meminta dana tambahan, misalnya akibat devaluasi, Radius mengatakan, “bagaimana putusan dalam perjanjian itu disebutkan. Pokoknya perjanjian itu sudah ada standarnya”.
Pernah Tolak
Menko Ekuin/Wasbang Radius Prawiro mengatakan, pihaknya pernah menolak permintaan dari satu kontraktor proyek pemerintah yang menghendaki penyediaan dana tambahan dan masalah ini sudah dilaporkan kepada Presiden.
Kontraktor tersebut kemudian diinstruksikan tetap melaksanakan proyek sesuai dengan perjanjian.
Presiden Soeharto dalam kesempatan itu juga memberi petunjuk agar pemanfaatan sarana-sarana produksi seperti pestisida, dilakukan seefisen mungkin.
Sebagai misal, petani menggunakan pestisida seperlunya sesuai dengan program pengendalian hama terpadu (PHT).
“Subsidi yang disediakan untuk pestisida bisa dikurangi dan memprioritaskan penggunaan obat-obatan yang sudah diproduksi di dalam negeri,” kata Radius sambil menunjuk bahwa pemanfaatan pestisida yang sesuai dengan kebutuhan bisa menunjang upaya pelestarian lingkungan.
Ketika ditanya tentang jumlah subsidi pemerintah terhadap pupuk dan pestisida, Radius mengatakan, tidak hapal, namun jumlahnya masih cukup besar.
Sumber : ANTARA (17/09/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 362-363.