PRESIDEN: HENTIKAN PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN IKAN NAPOLEON[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto memerintahkan para pejabat untuk segera menghentikan penangkapan dan perdagangan ikan napoleon karena penangkapan jenis ikan itu selama ini banyak dilakukan nelayan asing dengan menggunakan racun.
Setelah melaporkan masalah itu kepada Presiden di Jakarta Sabtu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja mengatakan kepada pers bahwa ikan ini ditangkap secara tidak sah oleh nelayan Hongkong di perairan Sulawesi dan Irian. Sarwono yang didampingi Sekretaris Menteri LH, Soedarsono, mengatakan bahwa ikan napoleon jika ditangkap oleh nelayan harganya hanya Rp20.000/kg. Namun di koloni Inggris itu harganya melonjak menjadi 115-150 dolar AS/kg.
Omzet bisnis ikan ini di Hongkong diperkirakan mencapai 150 juta dolar AS/ tahun. Masalah yang dihadapi Indonesia adalah perdagangan ikan ini tidak tercatat dalam angka-angka statistik. Ia mengatakan para nelayan Hongkong itu menggunakan racun sianida padahal jenis racun ini sangat berbahaya bagi manusia. Ikan ini di beberapa daerah di tanah air disebut ikan bodoh karena amat jinak. Konsumen di Indonesia pada umumnya tidak menyukai ikan ini.
Sarwono sebelurnnya mendampingi Kepala Negara menandatangani sampul hari pertama perangko Seri Cinta Flora dan Fauna yang diterbitkan Perum Pos dan Giro.
Rekaman
Kepada Kepala Negara diserahkan rekaman video yang diambil beberapa penyelam di perairan Irian baru-baru ini. Pada saat pengambilan gambar itu, para pencuri ikan tidak peduli sama sekali. Ketika ditanya apakah pemerintah Indonesia sudah melakukan pendekatan kepada pemerintah Hongkong, Sarwono mengatakan pendekatan itu dilaksanakan oleh Dana Pelestarian Satwa Liar Dunia (WWF). Pemerintah Hongkong akan menangkap para pencuri ikan Indonesia itu jika pemerintah Indonesia telah melarang secara resrni penangkapan dan perdagangan ikan napoleon.
Sarwono menyebutkan larangan penangkapan akan dikeluarkan oleh Departemen Pertanian sedangkan Departemen Perdagangan akan melarang perdagangan jenis ikan itu. Menteri menyebutkan, karena jenis ikan itu sebenarnya tidak dilarang diperdagangkan maka jika para pencuri itu akan diajukan ke pengadilan maka dakwaan terhadap mereka adalah merusak lingkungan termasuk terumbu karang. Ia mengemukakan, pengadilan negeri di berbagai daerah sebenarnya telah berulang kali mengadili kasus pencurian ikan. Namun karena wawasan para hakim masih terbatas maka hukumannya masih sangat ringan. “Ternyata kemudian, para pencuri ini tidak lama kemudian telah melakukan pencurian lagi dengan kapal yang sama,”kata Sarwono. (T.EU02/EU06/ 5/ 11/9413:41/SR 1).
Sumber: ANTARA( 05/11/1994)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 746-747.