PRESIDEN INGATKAN BAHAYA PEMERINTAHAN ALA
KOMUNIS[1]
Jakarta, Media Indonesia
PRESIDEN SOEHARTO menegaskan pemerintah yang bersikeras hendak melaksanakan segala-galanya seperti dalam sistem komunisme akan runtuh sendiri karena keberatan beban yang sesungguhnya tidak perlu dipikulnya sendiri. Karena tugas utama negara, menurut Kepala Negara, adalah menyediakan prasarana-prasarana utama serta memberi arah menciptakan peluang, memberi dorongan dan mengayomi prakarsa serta kreativitas rakyatnya. Tempo perubahan dalam dunia masa depan yang serba elektronik nanti, menurut Presiden, terlalu cepat untuk diirnbangi secara efektif oleh lembaga pemerintahan yang mana pun juga. “Bangsa secara keseluruhan harus dapat menjaga dirinya, harus dapat menyegarkan dirinya, harus dapat mengembangkan kemampuannya, harus menjawab tantangan dan peluang yang terbuka di hadapannya,” ujar Kepala Negara saat membuka penataran Calon Penatar P4 tingkat Nasional/Manggala di Istana Bogor kemarin.
Saat ini, ungkap Pak Harto, Indonesia berada pada babak yang paling awal dari satu zaman baru. “Kita akan hidup dalam suasana yang makin terbuka. Zaman kemajuan elektronika telah melepaskan arus informasi yang sangat cepat dan menyebar ke mana-mana dan tidak ada cara apa pun yang dapat membendungnya. Informasi itu hampir tanpa batas baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan,”jelas Presiden.
Sebab itu, kata Kepala Negara, dalam menghadapi pasar terbuka pada tahun 2020, “kita jelas harus siap secara teknis dan profesional di mana lebih dari itu juga harus siap secara ideologis, politis, ekonomis dan sosial budaya.” Untuk itu, tandas Kepala Negara, yang nyata-nyata menjadi tugas negara untuk menjaga kesatuannya terutama harus dilakukan di bidang politik, moneter, diplomasi dan hankam. Dalam banyak segi kehidullan lainnya, ujar Presiden, “kita siap secara berkesinambungan untuk mendesentralisasikan, mendekonsentrasikan dan mengembangkan ekonomi pemerintahan, keterbukaan ekonomi dan memperluas ruang gerakkemajemukan sosial budaya.” Kepala Negara mengakui memang terjadi keraguan dan kesangsian terhadap ketepatan, kebenaran bahkan keabsahan keputusan yang telah diambil itu. “Keraguan itu timbul khususnya j ika melihat kondisi sekarang yang memang masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Karena itu, hal itu perlu dipaharni sebagai wujud dari sikap hati-hati dan realistis yang sebaiknya disambut dengan lapang dada,” tutur Presiden. Sementara itu Mensesneg Moerdiono pada ceramahnya di depan para peserta penataran menilai saat ini ada warga masyarakat yang secara amat simplistis dengan pendekatan semantik menyamakan istilah liberal, liberalisasi dan liberalisme -lalu disimpulkan bahwa Indonesia telah menerima liberalisme. Pandangan ini, ungkapnya, jelas keliru dan mengelirukan. Kekeliruan itu, menurut dia, karena mereka tidak membedakan antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis suatu ideologi. (Rid)
Sumber :MEDIA INDONESIA ( I 0/01/1995)
___________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 411-412.