PRESIDEN INGATKAN PEMELIHARAAN HASIL PEMBANGUNAN MASIH LEMAH [1]
Palembang, Suara Karya
Presiden Soeharto menegaskan, harus diakui bahwa salah satu kelemahan Indonesia dalam melaksanakan pembangunan selama ini adalah masalah pemeliharaan dari apa yang telah dibangun dengan susah payah. Akibatnya sering terjadi pemborosan yang sebenarnya tidak perlu.
Penegasan ini dikemukakan KepalaNegara ketika meresmikan sejumlah proyek pembangunan di Sumatera Selatan, Selasa di Palembang Proyek itu terdiri dari jembatan Musi II di Palembang yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia dengan rentang 534 m, jembatan Keramasan sepanjang 160 m, jalan arteri barat Palembang sepanjang 8,9 km, peningkatan jalan lintas tengah Sumatera di Sumsel sepanjang 346 km dan listrik pedesaan untuk 291 desa. Proyek tersebut seluruhnya menelan biaya Rp126,6 milyar.
Presiden mengemukakan, pembangunan sarana dan prasarana transportasi memakan biaya sangat mahal. “Oleh karena itu saya sangat mengharapkan agar sarana dan prasarana transportasi yang telah kita bangun dengan biaya sangat mahal itu kita pelihara sebaik-baiknya, “ujar Presiden.
Pembangunan sarana dan prasarana fisik, menurut Presiden, membawa pengaruh yang positif Pengaruh itu tidak hanya dalam kehidupan ekonorni,melainkan juga dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakat. Tantangan yang harus dihadapi adalah memberi arah dan saluran agar perkembangan kehidupan masyarakat tetap memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia.
“Sebab bangsa yang lemah kepribadiannya, dan kabur jati dirinya akan sangat mudah di ombangambingkan oleh perubahan masyarakat yang beljalan sangat cepat,” kata Presiden.
Diingatkan, bahwa pembangunan membawa perubahan sosial dengan segala dampaknya. Lebih-lebih saat ini, ketika umat manusia mengalami proses globalisasi. Dalam peningkatan proses globalisasi dunia itu, dengan sendirinya masyarakat Indonesia, dibanjiri oleh berbagai informasi, pikiran dipengaruhi oleh berbagai peristiwa, dan dimasuki nilai-nilai baru dari luar.
Bangsa Indonesia menurut Presiden, dihadapkan pada tantangan proses globalisasi yang tidak mungkin dibendung. Indonesia dihadapkan pada perubahan perubahan dunia yang berjalan sangat cepat dan sebagian tak terbayangkan sebelumnya.”Kita dihadapkan pada persaingan dan perlombaan sengit dalam mengejar kemajuan kehidupan antar bangsa, ” tambah Presiden.
“Semua itu harus membuat bangsa Indonesia makin sadar untuk memacu lebih cepat lagi laju pembangunan . Untuk itu, lanjut Presiden, kerja keras, kerja tekun, dan kerja sama di antara semua kalangan bangsa harus lebih ditingkatkan. Ini berarti, harus lebih meningkatkan semangat kerja dan solidaritas sosial. “Bangsa yang lembek semangat kerjanya akan makin tertinggal dan terbelakang dibanding bangsa-bangsa lain yang memiliki semangat kerja yang tangguh, “kata Presiden.
Perambah Hutan
Selesai acara peresrnian proyek pembangunan yang dipusatkan dijembatan Musi, Palembang Presiden dan Ibu Tien Soeharto terbang dengan helikopter ke lokasi transmigrasi lokal (Translok), Rantau Kumpai , Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel, Presiden dalam kesempatan itu didampingi Menko Ekuin Radius Prawiro Menteri PU. Radinal Mochtar, Menteri Transmigrasi Sugiarto, Menteri Pertambangan dah Energi Ginandjar Kartasasmita dan Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap. Kepala Negara berdialog dengan para perambah hutan yang telah tinggal menetap di Translok Rantau Kumpai .
Kepala Negara secara khusus menyatakan penghargaan yang tinggi kepada para perambah yang mau menetap. Sebab dengan kesediaan mereka itu berarti kehidupan keluarganya menjadi lebih terjamin dan hutan bisa tetap terjaga.
Presiden mengharapkan agar mereka hendaknya mengajak rekan-rekannya yang sampai sekarang masih melakukan pola hidup ladang berpindah dan merambah hutan-hutan lindung.
“Walaupun ajakan pemerintah bisa meyakinkan mereka, tetapi jika saudara-saudara yang mengajak mereka akan lebih yakin lagi, “ujar Kepala Negara kepada sekitar 50 peserta temu wicara itu.
Adil Makmur
Presiden dalam temu wicara itu mengatakan, walaupun kemajuan yang dicapai sekarang sudah cukup banyak, pembangunan ini baru menciptakan landasan, belum mencapai masyarakat adil makmur yang dicita-citakan. “Insya Allah repelita VI nanti kita mencapai tahap pembangunan untuk tinggal landas, kita baru berhasil menciptakan landasannya saja belum mencapai masyarakat adil makmur, “ujar Presiden.
Namun demikian, kata Presiden, Indonesia dalam mengejar ketinggalan tidak tergantung pada bangsa-bangsa lain.
“Sekarang dalam membangun kita memang masih memperoleh bantuan dari luar negeri tanpa syarat dan kita sendiri yang menentukan kalau ada syaratnya bantuan itu kita tolak,”ujar Presiden.
Dikemukakan, bahwa bangsa Indonesiaju ga mempunyai cita-cita untuk tidak terus-menerus menengadahkan tangan untuk menerima bantuan, tetapi kelak akan menelungkupkan tangan untuk memberi bantuan kepada negara lain.
HTI
Dalam perjalanan kembali dari Muara Kampai ke Palembang pesawat helikopter Puma yang membawa Presiden melintas kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik Prayogo Pangestu. HTI yang diresmikan Presiden padatahun lalu mencapai kemajuan pesat. Sejauh mata memandang di kawasan Suban jeriji, Kabupaten Muara Enirn yang tampak hanya tanaman HTI. Luas lahan yang telah ditanami mencapai 76.000 ha. Proyek HTI yang paling ambisius itu akan menjadi HTI terbesar di dunia dengan luas areal 300.000/ ha dan bakal diperluas lagi menjadi 500.000 ha. Sampai pada tahap Juas 300.000 ha usaha ini akan disertai pembangunan pabrik pulp dan pabrik rayon yang seluruh investasinya mendekati Rp 5trilyun.
Kelompok Barito Pacifik milik Prayogo Pangestu itu bahkan akan membangun pelabuhan sendiri di Tanjung Api-api yang investasinya juga bakal, berskala mega.
Gubernur Ramli Hasan Basri, tidak hanya sangat mendukung proyek ini. la bahkan membanggakan keberhasilan penanaman hutan itu dengan menyatakan penanamannya sampai “over target”.
Proyek HTI di Sumsel itu adalah proyek kedua yang berskala mega milik Prayogo Pangestu. Sebelumnya adalah proyek olefin ChandraAsri di Cilegon yang uga menelan investasi hampir Rp 4 trilyun. Proyek ini sampai sekarang belum jelas apakah akan dilanjutkan sebagai penanaman modal asing atau bentuk lain, karena sampai sekarang belurn ada keputusan. (A-6).
Sumber: SUARA KARYA (OS/08/1992)
_______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 595-597.