PRESIDEN INSTRUKSIKAN: PENGADAAN BARANG DAN JASA GUNAKAN KEMAMPUAN NASIONAL
Jakarta, Suara Pembaruan
Presiden Soeharto menginstruksikan agar dalam pengadaan barang dan jasa semua instansi pemerintah/BUMN/BUMD/Pertamina, menggunakan secara optimal kemampuan rancang bangun dan perekayasaan (design and engineering) yang telah dihasilkan tenaga ahli Indonesia.
Kebijaksanaan baru tersebut diputuskan Presiden Soeharto dalam sidang cabinet terbatas bidang Ekuin hari Rabu di Bina Graha. Keputusan itu diumumkan Menko Ekuin/Wasbang Radius Prawiro bersama Menpen Harmoko dan Menperin Hartarto.
Menurut Radius, Kepala Negara juga menginstruksikan agar semua instansi pemerintah tersebut mengusahakan agar proyek proyek yang ditangani, khususnya dalam bidang rancang bangun dan perekayasaan melibatkan tenaga ahli Indonesia serta perusahaan-perusahaan nasional mengusahakan agar pekerjaan rancang bangun dan perekayasaan dilakukan di dalam negeri dan secara bertahap dikerjakan oleh perusahaan nasional.
Juga supaya semua instansi pemerintah menghimpun potensi perusahaan nasional di bidang rancang bangun dan perekayasaan agar alih teknologi keahlian rancang bangun dan perekayasaan dapat dimanfaatkan secara optimal. Secara bertahap mengusahakan agar perlak sanaan proyek-proyek pembangunan dikerjakan oleh perusahaan nasional, sedangkan perusahaan asing yang selama ini menjadi kontraktor utama dapat berperan sebagai subkontraktor atau mitra usaha, sesuai dengan kebutuhan. “Dalam hal ini kepada pengusaha nasional diberikan preferensi (margin of preference) sebesar 15%, agar mampu bersaing dengan pengusaha rancang bangun dan perekayasaan internasional,” tambahnya
Dijelaskan oleh Radius, dalam periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT 1), ternyata kemampuan rancang bangun dan perekayasaan telah tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat dalam menyongsong PJPT II, kemampuan rancang bangun dan perekayasaan perlu terus dikembangkan. Untuk itu perlu diusahakan terjaminnya pemasaran hasil rancang bangun dan perekayasaan.
Selain itu, penggunaan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan nasional mutlak sifatnya, karena mempunyai dampak yang sangat strategis terhadap pengembangan sumber daya manusia serta menciptakan lapangan kerja yang sangat mendesak dan perlu diatasi segera. Dampaknya, juga terhadap penghematan devisa yang dihasilkan oleh perekonomian Indonesia dalam era deregulasi dan debirokratisasi.
Selain itu, juga mempunyai dampak yang sangat strategis terhadap peningkatan kemampuan bangsa untuk membangun dan secara bertahap melepaskan ketergantungan dari luar negeri. Serta peningkatan ekspor jasa dan konsultan, sendiri atau bersama sama negara berkembang lainnya ke berbagai negara yang sedang melaksanakan proyek-proyek pembangunan.
Inflasi
Sementara itu, Menpen Harmoko menjelaskan bahwa jumlah uang beredar sampai dengan akhir Oktober 1992 adalah Rp 28,105 triliun, sedangkan intlasi bulan Oktober 1992 adalah 0,41%. Dengan demikian, inflasi tahun anggaran menjadi 2,68% dan tahun takwim 4,03%. Diharapkan inflasi untuk tahun 1992 ini sekitar 5%. Apabila hal itu dapat dicapai, maka hampir sama dengan inflasi tahun 1985 sebesar 4,31%, tahun 1988 sebesar 5,47% dan tahun 1989 sebesar 5,97%.
Dilaporkan pula bahwa seluruh ekspor bulanAgustus 1992 sebesar 2,952 miliar dolar AS atau naik 22,3%, dibandingkan ekspor bulan Agustus 1991. Sedangkan impor untuk bulan yang sama adalah 2,156 miliar dolar AS atau naik 5,3% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, Dengan demikian untuk bulan Agustus 1992 terjadi surplus sebear 796 juta dolar AS.
Menurut Harmoko, ekspor non migas bulan Agustus adalah 2,047 miliar dolar AS, mengalami kenaikan 27,6% dibandingkan dengan bulan Agustus 1991 dan lebih besar 7,8% dibandingkan dengan bulan Juli 1992.”Apabila angka sementara itu tidak berubah maka ekspor non migas Indonesia bulan Agustus 1992 tersebut untuk pertama kali mencatat jumlah 2 miliar dolar AS,” tambahnya.
Dilaporkan pula mengenai kependudukan, bahwa laju pertumbuhan penduduk pada Pelita I dan II tahun 1971/1980 sekitar 2,32% per tahun, turun menjadi 1,97% pada tahun 1980/1990.
Diproyeksikan penduduk Indonesia tahun 2000 nanti adalah 213,3 juta jiwa dan tahun 2020 menjadi 266,7 juta jiwa. Kepadatan penduduk tahun 1990 mencapai 814 jiwa/km. Rumah tangga makin kecil, jumlah anggotanya turun dari rata-rata 5,2 jiwa pada tahun 1980 menjadi 4,5 jiwa tahun 1990. Keadaan ini timbul akibat dari pergeseran bentuk keluarga, dari keluarga besar menjadi keluarga keciL.
Sumber : SUARA PEMBARUAN (05/11/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM So3harto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 353-355.