PRESIDEN: JANGAN MEMPERJUANGKAN KEBEBASAN HANYA DEMI KEBEBASAN

PRESIDEN: JANGAN MEMPERJUANGKAN KEBEBASAN HANYA DEMI KEBEBASAN[1]

 

Bandarlampung, Kompas

Presiden Soeharto mengemukakan demokrasi yang segar, sehat dan bertanggung jawab jelas memerlukan informasi yang luas dan benar. Ini merupakan tugas yang penting dari pers nasional. Di sisi lain, informasi yang disebarkan ke tengah-tengah masyarakat itu perlu ditimbang-timbang dampaknya terhadap masyarakat luas.

“Pers nasional harus menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam sikap memperjuangkan kebebasan hanya demi kebebasan itu sendiri. Sebab hal ini akan sangat merugikan bagi perkembangan kehidupan demokrasi itu sendiri, akan membahayakan kehidupan bangsa dan negara kita secara keseluruhan.”

Dem ikian Kepala Negara pada acara pembu kaan Kongres ke- 19 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang berlangsung di Gedung Serba Guna Kampus Universitas Lampung Gedung meneng Bandarlampung, Kamis (2/12). Turut hadir Ny. Tien Soeharto, Menteri Penerangan Harmoko, Gubernur Lampung Poedjono Pranyoto, Muspida serta sejumlah pejabat pusat dan daerah.

Menurut Presiden, pers nasional harus pandai-pandai menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggungjawab. Kebebasan pers bukanlah tujuan, melainkan suasana yang diperlukan untuk menjalankan misi sebagai pers pembangunan. Tanggungjawab bukanlah kendala, melainkan wujud dari tekad untuk membangun bangsa yang merdeka dan mandiri.

“Pers yang  bebas  dan bertanggung jawab adalah pers yang mampu mengendalikan dirinya karena kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap keselamatan, keutuhan dan kemajuan bangsa dan negaranya,” tegas Kepala Negara.

Dikatakan pula, sama halnya dengan semua kekuatan bangsa Indonesia, maka pers nasional hendaknya dapat menyusun programnya sendiri dalam rangka pembangunan bangsa ini yang sedang bersiap-siap memasuki tahap tinggallandas. ltulah salah satu tugas penting kongres PWI sekarang.

Jangan Terjerumus

Pada bagian lain Presiden mengungkapkan, memperhatikan kehidupan pers nasional sekarang ini, terlihat perkembangan yang sangat maju dibanding kehidupan pers di masa-masa lalu. Penampilan, tiras dan isi pers nasional sekarang cukup menggembirakan dan memberi harapan .Teknologi dan sumberdaya manusia yang dimiliki juga membuat pers nasional makin mampu melangkah ke depan.

Perkembangan lain yang perlu kita perhatikan adalah berkembangnya penerbitan pers menjadi dunia usaha. “Yang harus dijaga adalah, agar berita-berita dan ulasan serta gambar-gambar yang ditampilkan pers kitajangan tetjerumus menjadi alat untuk mencari keuntungan semata-mata,” tandas Presiden.Untuk itu, lanjut Presiden, seluruh jajaran pers nasional harus terus-menerus menyadari bahwa pers nasionallahir sebagai pers petjuangan. Dalam masa perjuangan kemerdekaan dahulu, pers nasional mempunyai peran yang besar dalam memupuk kesadaran politik bangsa kita. Dewasa ini pers nasional harus tetap menjadi bagian dari kekuatan perjuangan bangsa yang sedang membangun.

“Karena itu pers nasional harus berperan sebagai pers perjuangan yang menghayati tanggungjawabnya untuk: menyukseskan pembangunan. Pers nasional harus dapat menjadi pers pembangunan, dan sebagai pers pembangunan hendaknya menyadari sedalam-dalarnnya tanggungjawab nasional yang diemban itu,” lanjut Presiden.

 

Cetak Jarak Jauh

Pada hari pertama kongres kemarin, para peserta, bertempat di tempat kongres di Hotel Marcopolo, juga mendengarkan ceramah dari Menpen Harmoko, Menristek BJ Habibie, dan Menteri Negara/Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita. Menteri Penerangan Harmoko mengingatkan, konsekuensi dari perkembangan ilmu dan teknologi termasuk perkembangan peralatan yang semakin canggih di bidang informasi dan komunikasi menjadikan realisasi program cetak jarak jauh menjadi tidak tertahankan lagi. Oleh karena itu, Persatuan Wartawan Indonesia diminta untuk aktif terlibat dalam menuntaskan masalah itu. “Bahkan kenyataan itu harus siap dihadapi oleh keluarga pers nasional,” ujarnya.

Selain itu, konsekuensi dari perkembangan teknologi informasi telah menuntut pemerintah untuk mengizinkan beroperasinya lima stasiun televisi swasta di Indonesia. “Sebab, kalau tidak masyarakat kita akan dicekoki informasi dari luar,” katanya.

Dikatakan, konsekuensi logis dari seluruh perkembangan itu, draft Undang­ Undang Siaran yang siap dibahas lebih lanjut telah mencanturman bahwa media eloktronik swasta menayangkan selain rubrik-rubrik hiburan, olahraga dan sebagainya, juga berita. Hal ini harus dilihat sebagai tantangan bagi pers penerbitan untuk meningkatkan kualitas para wartawannya.

“Kalau tidak, kita akan ditinggalkan oleh para pembaca, terutama karena memang masyarakat semakin banyak pilihannya,” ujar Harmoko yang kemudian meminta wartawan dan penerbit untuk memberikan perhatian yang intensif bagi pengembangan kualitas.

Konsekuensi lain dari pengembangan tersebut, yakni agar PWI segera membahas masuknya para wartawan media elektronik swasta ke dalam keluarga besar PWI. “Mereka selama ini telah melaksanakan tugas-tugas kewartawanan. Mereka bahkan mampu menyajikan berita-berita dan informasi yang mendalam,” ujarnya.

Sementara itu Menristek BJ Habibie antara lain mengatakan, seorang wartawan selalu akan bekerja tanpa lelah dan tidak mengenal menyeral1untuk mencari kebenaran dengan motivasi obyektif dipandang dari sudut semua multidisiplin ihnu pengetahuan, tapi  selalu  subyektifterhadap  kepentingan  bangsanya,  rakyatnya  dan  kemajuan rakyatnya.

“Seorang wartawan adalah pejuang yang tidak mengenal lelah karena memang kita adalah bangsa pejuan gyang bahagia bermotivasi kepada aspirasi dan kepentingan rakyat. Kita semua adalah peju ang.”Karena itu menurut Menristek, Kita harus bisa menyetel bahasa kita masing-masing, agar jika salah satu pihak berbahasa, bisasaling di mengerti dan tidak menganalisanya secara keliru.”

Sebab, informasi yang keliru menyebabkan distorsi, yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka yang sudah pasti tidak bisa meningkatkan efisiensi dan produktivitas masyarakat dalam melaksanakan misi membangun bangsa.

 

Kendala yang Menghadang

Ditempat yang sama, Menteri Negara Ke tua Bappenas Ginandjar Kartasasmita mengingatkan berbagai kendala yang akan dihadapi bangsa dalam PJPT II nanti. Dijelaskan, PJPT II nanti tetap akan dikendalikankenyataan, yaitu adanya berbagai masalah dan tantangan yang harus membuat kita menempatkan sasaran dalam batas kemampuan. Pertama-tama, tingkat pendapatan per kapita masih rendah, diiringi pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi serta persebaran penduduk yang tidak merata. Sementara proses urbanisasi beijalan dengan cepat, dan diperkirakan pada akhir PJP II sebagian besar penduduk Indonesia berada di daerah perkotaan. Selain itu kendala jurnlah angkatan keija yang cukup besar dan belum sepenuhnya tertampung. “Di samping pengangguran terbuka, kitajuga menghadapi pengangguran terselubung,” ujar Menteri Ginandjar. Pengangguran terbuka dengan latar belakang pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi semakin menonjol. Tingkat pendidikan tenaga kerajuga masih rendah, yaitu sekitar 77 persen berpendidikan SD atau lebih rendah pada tahun 1990.Akibatnya, kualitas tenaga keijajuga masih rendah, tercermin dari produktivitasnya yang juga rendah.

Sektor-sektor jasa pun belum berkembang memadai dan efisien untuk mendukung pertumbuhan dan pemerataan pembangunan yang optimal, seperti perdagangan, perhubungan, dan perbankan. Di samping prasarana yang kurang mendukung, juga masih dihadapi hambatan -hambatan kelembagaan yang mengakibatkan inefisiensi dalam perekonomian, bempa kelemahan pada aparatur negara dan tingat pusat sampai tingkat desa, perangkat hukum, dan prosedur dan perizinan. Di lain pihak sumber daya alam kita makin terbatas, bahkan hampir mencapai tingkat kritis. (bam/fi:”)

Sumber :KOMPAS ( 03/12/ 1993)

___________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 804-807.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.