PRESIDEN: JANGAN TUNTUT TARAF HIDUP DI ATAS MASYARAKAT UMUM
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto, Senin pagi, menegaskan bahwa di negara Pancasila ini, pegawai negeri pada dasarnya merupakan abdi rakyat, oleh karena itu tidak akan dan tidak boleh terjadi pegawai negeri menuntut taraf hidup di atas masyarakat umum.
Ketika memberikan petunjuk seusai menyaksikan ekspose program Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) oleh Menpan Sarwono Kusumaatmadja di Bina Graha, Jakarta, Presiden juga menyatakan kurang setuju terhadap pendapat bahwa penghasilan yang belum cukup merupakan penyebab tunggal terjadinya berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang, termasuk korupsi, di kalangan aparatur Pemerintah.
“Apa benar begitu? Saya tidak yakin jika segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan materi pegawai negeri dipenuhi maka semuanya akan menjadi beres,” tegasnya sembari tersenyum.
Menurut Kepala Negara, pandangannya tersebut didasarkan pada sifat manusia yang tidak pernah merasa puas. Sebaliknya, ia berkeyakinan jika pegawai negeri benar-benar punya tekad dan semangat pengabdian serta kejuangan tinggi, mereka akan mencapai kepuasan batin dalam bekerja meskipun mungkin dengan penghasilan tidak terlalu besar.
Kepuasan seperti itu, sambung Presiden, pada akhimya akan menghapuskan dengan sendirinya berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dewasa inimasih sering digambarkan orang sebagai wajah kehidupan aparatur Pemerintah pada umumnya.
Atas dasar pandangan-pandangannya tersebut, pada acara yang dihadiri pula oleh sejumlah menteri dan pejabat Pemerintah itu, Kepala Negara minta supaya masalah pembinaan manusia mendapat perhatian dalam program-program PAN, di samping masalah-masalah yang terkait dengan perbaikan sistem organisasi serta peraturan.
“Betapa pun baiknya yang kita lakukan di bidang organisasi dan peraturan-peraturan, belum menjamin segala sesuatu akan beres, karena masih bergantung pula pada manusia-manusia pelaksananya,” katanya.
Sehubungan dengan itu, Kepala Negara menekankan perlunya diperhatikan program penggemblengan jiwa pegawai negeri, yang harus bisa mendorong mereka untuk mengukur kepuasan hidup bukan dari segi materi, melainkan juga dari hal-hal bersifat nonmateri.
Menurut gambaran ideal yang dikemukakan Presiden, seorang warga negara calon pegawai negeri yang baik seharusnya sudah mencapai kepuasan awal pada saat ia diterima menjadi pegawai negeri.
Dengan kepua san tersebut, sambungnya, pegawai negeri bersangkutan akan berusaha bekerja sebaik-baiknya menjadi abdi rakyat, yang kemudian juga akan memberikan kepuasan-kepuasan berikutnya.
Hak Pegawai
Pada sisi lain, untuk menunjang kepuasan tersebut, Presiden menekankan perlunya diperhatikan hak-hak kecil pegawai negeri, seperti pemberian kenaikan pangkat, pensiun otomatis serta penghargaan yang tepat atas prestasi kerja mereka.
Presiden berpendapat, dengan pemberian hak-hak itu ditambah adanya pemupukan jiwa kejuangan serta semangat pengabdian, kepeloporan pegawai negeri dalam upaya peningkatan disiplin nasional akan terwujud.
Sumber : ANTARA (12/02/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 605-607.