PRESIDEN JELASKAN SOAL PINJAMAN LN PADA MASYARAKAT INDONESIA

PRESIDEN JELASKAN SOAL PINJAMAN LN PADA MASYARAKAT INDONESIA

 

 

Bonn, Suara Pembaruan

Presiden Soeharto mengatakan Kamis malam, kita semua tidak perlu merasa khawatir atau takut terhadap adanya pinjaman luar negeri, tidak perlu khawatir perekonomian maju tapi utangnya banyak, karena semua pinjaman luar negeri kita terima dengan persyaratan-persyaratan yang kita tentukan sendiri.

Wartawan Pembaruan, Petrus Suryadi melaporkan dari Bonn Jumat pagi Presiden Soeharto dalam kesempatan bertatap-muka dengan masyarakat Indonesia di Bonn memberikan penegasan :“kita semua tidak perlu khawatir bahwa pinjaman luar negeri Indonesia yang sekarang ini akan memberatkan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang hanya tinggal menikmati saja, tinggal mengurus dan menikrnati produk hasil pinjaman ini.”

Presiden Soeharto mengatakan. semua pinjaman luar negeri Indonesia diterima dengan catatan bahwa untuk semua pinjaman itu, Indonesia sendirilah yang menentukan persyaratannya. Persyaratan yang kita tentukan seperti: pinjaman jangka panjang 25-30 tahun, tenggang waktu 7-10 tahun dan bunga pinjaman maksimum 3,5% per tahun.

Kepala Negara memberikan contoh. Kalau suatu proyek selesai dalam 3 tahun, maka dengan tenggang waktu 7 tahun berarti pengembalian pinjaman proyek ini baru akan dilakukan setelah kita menikmati proyek itu selama empat tahun.

Hal ini berbeda dengan pinjaman luar negeri negara-negara di Amerika Latin dan Afrika karena mereka rnenerima pinjaman luar negeri, dengan menerima apapun persyaratan pinjaman tersebut (dari negara donor). Akibatnya pinjaman yang digunakan belum menghasilkan tapi mereka sudah harus membayar kembali utang mereka.

“Berbeda dengan pinjaman luar negeri Indonesia. Pada saat Indonesia harus mernbayar utang, proyek yang dibiayai dengan pinjarnan tersebut sudah bisa memberi dukungan untuk membayar pinjaman,” kata Kepala Negara lagi.

 

Asset Negara

“Kita akui bahwa untuk rnernbangun proyek-proyek kita gunakan bantuan luar negeri. Dan bantuan luar negeri itu merupakan asset negara sendiri. Dan asset itu perlu kita manfaatkan. Sampai saat ini jumlah pinjaman yang diperoleh Indonesia berjumlah 94 miliar dolar AS. Dari jumlah pinjaman tersebut 73 miliar dolar sudah dimanfaatkan.

Sisa pinjaman yang belum dipakai 21 miliar dolar. Dan dari seluruh pinjaman yang telah digunakan tersebut, Indonesia sudah membayar pinjaman sebesar 28 miliar dollar sehingga saat ini sisa pinjaman Indonesia hanya tinggal 45 miliar dolar,” kata Kepala Negara.

Menurut Kepala Negara, pinjaman luar negeri Indonesia tersebut belum akan dilunasi karena Indonesia masih memerlukan dana untuk melakukan pembangunan nasional. Namun dengan keseluruhan asset yang dimiliki Indonesia, kalau kita mau membersihkan atau melunasi utang, keseluruhan asset itu bisa kita jual dan kita gunakan untuk membayar utang.

 

Menlu Alatas

Sementara itu Menteri Luar Negeri Ali Alatas dalam konferensi persnya dengan para wartawan di wisma Petersburg Kamis petang mengakui bahwa Indonesia masih memerlukan bantuan luar negeri tertentu dari suatu negara maju seperti Jerman untuk mempercepat perkembangan perekonomian kita. Tapi dalam mendapatkan kerja sama itu si pemberi bantuan juga menarik keuntungan-keuntungan tertentu.

“Dan sekarang, keadaannya memprihatinkan, lebih banyak uang mengalir dari negara penerima bantuan di negara-negara Selatan ke negara-negara Utara pemberi bantuan daripada jumlah total bantuan ke negara berkembang. Bukankah hal itu memprihatinkan. Maka dari itu biarkan kita jernihkan pikiran kita bersama. Dalam situasi sekarang ini, apalagi kalau kita bicara interdependensi-globalisasi dan sebagainya, janganlah berpikir dalam pola lama. Karena antara si pemberi bantuan dan penerima bantuan kita saling memerlukan,”kata Menlu Alatas.

Ia mengatakan negara berkembang sama pentingnya bagi kemajuan negara maju dan sebaliknya. Masalah ini harus mulai dipikirkan bersama. Masalah ini bukan masalah baru karena sejak tahun 70-an ia telah melakukan dialog Utara-Selatan.

“Dalam hal bantuan keuangan, dari mana kita membeli capital goods. Kan dari negara itu sendiri Jadi dalam hal bantuan keuangan atau pinjaman, posisinya tidak seluruhnya merupakan kebaikan hati dari si pemberi dan si pengemis.

Dan konsepsi yang demikian adalah konsepsi yang salah. Kita tidak pernah merasa dalam rangka kerja sama ekonomi keuangan ini sebagai suatu kasus kita yang menadahkan tangan dan mereka memberi bantuan atas kebaikan hati mereka. Kerja sama ekonomi keuangan yang dilakukan RI adalah perpaduan kepentingan bersama antara pemberi dan penerima bantuan,”demikian Menlu Ali Alatas. (SA)

 

Sumber : SUARA PEMBARUAN (05/07/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 448-450.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.