PRESIDEN: KEBERHASILAN PEMBANGUNAN BUKAN HANYA ANGKA TUMBUHNYA EKONOMI [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan kembali, tolok ukur keberhasilan pembangunan Indonesia bukan hanya ditentukan oleh tingginya angka pendapatan perkapita ataupun angka rata-rata laju pertumbuhan ekonomi semata-mata, meskipun angka-angka itu merupakan indikator kehidupan yang diinginkan.
“Tolok ukur keberhasilan itu adalah jawaban atas pertanyaan, sampai berapa jauhkah pembangunan nasional berhasil mengangkat derajat dan harkat manusia Indonesia,” demikian kata Kepala Negara ketika menerima para peserta Kursus Reguler Angkatan XXV/ 1992Lembaga Pertahanan Nasional (KRALemhannas), di Bina Graha, Jakarta, hari Rabu (9/12).
Menurut Kepala Negara pernbangunan selama initelah membawa perubahan dan kemajuan hampir di segala aspek kehidupan bangsa. “Kita mengalami kemajuan kemajuan yang membesarkan hati di bidang ideologi, politik, ekonorni, sosial budaya dan pertahanan keamanan,” kata Presiden.
Kernajuan-kernajuan tersebut, lanjut Kepala Negara dicapai melalui kerja keras dan bahkan pengorbanan-pengorbanan. Karena itu, keberhasilan – keberhasilan yang telah dicapai ini haruss dipelihara dan bahkan harus terus ditingkatkan lagi.
Dengan dernikian hasil jerih payah dan kerja keras serta pengorbanan pengorbanan selama ini tidak sia-sia. Karena itu, tugas Presiden, tugas besar bangsa Indonesia di tahun-tahun mendatang adalah melanjutkan, meningkatkan, memperluas dan memperdalam pembangunan dengan kekuatan sendiri menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan dalam melaksanakan tugas itu, sasaran utamanya adalah terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang maju. Dengan kesadaran itu maka menurut Kepala Negara, sesungguhnya, sejak awal pembangunan, perhatian memang telah tertuju pada pembangunan manusia Indonesia yang utuh dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Titik Berat
Menurut Presiden, jika sejak semula titik berat pembangunan di Indonesia diletakkan pada sektor pertanian, maka tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup lapisan terbesar masyarakat yang terdiri dari kaum tani yang hidup di pedesaan. Jika sejak semula anggaran pembangunan untuk pendidikan selalu menduduki prioritas yang tinggi, maka tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui pendidikan.
Jika sejak satu setengah dasawarsa yang lalu, diadakan penataran P-4, maka tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat, agar rakyat mengetahui secarajelas hak-hak politik dan kewajiban politiknya. “Agar rakyat mermhami dengan jelas Demokrasi Pancasila dan memahami dengan jelas sistem politik dan sistem kenegaraan kita,”kata Presiden.
Di depan para peserta KRA XXV Lemhannas itu, Presiden juga menyinggung masalah sumber daya manusia. Dikemukakan, sejarah pembangunan bangsa-bangsa yang kini menjadi bangsa yang maju menunjukkan bahwa manusialah yang menjadi motor penggerak kemajuan ekonomi. Hal itu mudah dimengerti, karena sumber daya manusia yang tinggi kualitasnya dapat menciptakan nilai tambah makin tinggi pada sumber daya lainnya.
Karena itu, kata Presiden, banyak bangsa dengan kekayaan alam terbatas, berhasil menjadi bangsa yang makmur dan maju karena tingginya kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki. “Bangsa kita yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kekayaan alam yang melimpah, pasti akan dapat menjadi bangsa yang makmur dan maju jika kita berhasil meningkatkan kualitas manusia Indonesia,” kata Presiden.
Gubernur Lemhannas Letien Soekarto melaporkan, KRA tahun ini diikuti pejabat senior dari lingkungan ABRI 31 orang dan non-ABRI 30 orang. Kursus sejak 11 April 1992 dan akan berakhir 12 Desember 1992. Selama kursus selain memperoleh ceramah dari para tenaga ahli Lemhannas mereka juga memperoleh ceramah pembekalan dari beberapa menteri, staf dan pimpinan ABRI serta pimpinan lembaga pemetintah, dan wakil Presiden Sudharmono.
Presiden ke Sulut
Ditempat yang sama kemarin Presiden menerima laporan dari Gubernur Sulawesi Utara CJ Rantung mengenai rencana kunjungan Kepala Negara di Sulawesi Utara tanggal 24 Desember mendatang, untuk meresmikan 10 proyek pembangunan di propinsi tersebut dan menghadiri acara Pekan Penghijauan Nasional (PPN) ke 32 yang digabungkan dengan peringatan Hati Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN).
Di antara proyek pembangunan yang diresmikan adalah pabrik gula milik Prajogo Pangestu di Gorontalo yang bemilai investasi sebesar Rp. 300 milyar. Pabrik gula itu merupakan yang terbesar di kawasan Indonesia bagian timur dengan produksi I00.000 tongula setahun. Sedang acara puncak PPN dan HKSN itu dipusatkan di Gorontalo karena dikawasan itu terdapat kerusakan lingkungan yang memprihatinkan, yakni di Danau Limboto.
Seluruh proyek yang diresmikan Presiden menelan investasi Rp. 360 milyar. Kesembilan pabrik lainnya, di antaranya adalah pabrik pengalengan ikan, pabrik rokok kretek, pabrik tapioka, pabrik pemrosesan sabut kelapa dan bangunan prasarana jalan.
Disamping itu juga akan diresmikan Monumen Trikora yang dibangun di Pulau Lembe, didepan pelabuhan Bitung. Monumen yang mengingatkan perjuangan Ttikora dibangun dengan biaya Rp. 3,2 milyar. Biaya pembangunan monumen itu menurut CJ Rantung diperoleh dari swadaya masyarakat. (osd)
Sumber: KOMPAS (I 0/12/1992)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 643-645.