PRESIDEN: KTT TIGA NEGARA TAHUN INI JUGA

PRESIDEN:

KTT TIGA NEGARA TAHUN INI JUGA [1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto hari Sabtu, di Istana Merdeka mengatakan, Indonesia akan turut serta memikirkan pemecahan masalah Pilipina Selatan demi stabilitas di kawasan Asia Tenggara.

“Adalah wajar Indonesia akan turut serta memikirkannya,” kata Kepala Negara menjawab pertanyaan para wartawan Pilipina yang datang menemui Presiden bersama wartawan dari Singapura, Muangthai, Malaysia dan Indonesia yang tergabung dalam Konfederasi Wartawan-wartawan ASEAN yang baru terbentuk itu.

Keterangan diatas diberikan Presiden ketika menjawab pertanyaan, apakah pendapatnya tentang permintaan Presiden Pilipina Marcos agar Indonesia berperan sebagai penengah dalam masalah Pilipina Selatan.

Presiden Soeharto juga mengakui adanya rencana pertemuannya lagi dengan Presiden Marcos setelah pertemuan Manado.

“Namun tinggal menunggu waktu dan penentuan tempatnya saja,” katanya sambil membantah anggapan seorang wartawan Pilipina yang mengatakan, bahwa kunjungan Menteri Pertahanan Pilipina Juan Ponce Enrille pekan lalu adalah “sebagai pembuka jalan” pertemuan Soeharto-Marcos.

Kunjungan Menteri Pertahanan Pilipina ke Indonesia itu, menurut Presiden khusus untuk menandatangani persetujuan perbatasan antara Indonesia dan Philipina saja. Tentang pertemuan KTT Soeharto-Razak-Marcos, Presiden menjawab bahwa pertemuan tersebut “tinggal formalitas saja dan Insya Allah akan dapat dilakukan pada tahun ini (1975, red) juga.”

Wartawan-wartawan Pilipina pagi itu tampaknya banyak bertanya. Mereka menanyakan pula pendapat Presiden Soeharto tentang ucapan Presiden Mesir Anwar Sadat kepada Nyonya Imelda Marcos di Aswan baru-baru ini, yang mengatakan agar Pilipina Selatan melepaskan diri dari Republik Pilipina.

Jawaban Presiden adalah bahwa Indonesia sama sekali tidak membenarkan gerakan separatis. Karena selain tidak menguntungkan, hal itu juga tidak sejalan dengan pendirian negara-negara Non ­Blok lainnya.

“Masalah Singapura Sendiri”

Wartawan-wartawan dari Singapura juga banyak menanyakan masalah Pilipina Selatan dan tentang rencana KTT antara Indonesia-Malaysia-Pilipina. Jawaban Presiden senada dengan apa yang telah dikemukakannya pada para wartawan Pilipina. Hanya ditambahkannya bahwa negara-negara di kawasan ini harus saling bekerja sama dan bantu membantu untuk meningkatkan ketahanan nasional agar tercapai ketahanan regional, “karena terganggunya satu wilayah akan pula mengganggu wilayah yang lain.”

Tentang misi perdagangan Singapura ke Peking, Presiden menjawab, “itu adalah masalah Singapura sendiri”. Tapi ia menarnbahkan RR Cina sebagai salah satu negara yang besar memang tidak mungkin diisolir. Presiden dapat mengerti pengiriman misi Singapura tersebut karena diakuinya keadaan negara dan latarbelakang setiap negara tidak sama. Juga waktu untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan Peking tergantung dari kebijaksanaan masing-masing negara.

Di bidang ekonomi, para wartawan Singapura menanyakan antara lain tentang peningkatan anggaran pembangunan 1975/1976 sebesar 40% jika dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya. Peningkatan tersebut menurut Presiden, adalah untuk meningkatkan pembangunan yang tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan tarafhidup masyarakat Indonesia.

Tentang kemungkinan pembentukan semacarn Pasaran Bersama ASEAN untuk melindungi komoditi ekspor, Presiden mengatakan bahwa kemungkinan pembentukannya selalu ada. Namun pada tahap sekarang adalah bagaimana negara­-negara ASEAN itu dapat memperoleh perlakuan yang “fair” di MEE terhadap barang ekspornya. Dan “fair treatment” itu sudah diberikan MEE dalam menghadapi ASEAN.

Tentang kerjasama Singapura dan Indonesia di bidang ekonomi, Presiden mengatakan, “kemungkinan selalu terbuka bagi pengusaha-pengusaha Singapura untuk menanamkan modal di Indonesia, atau sebaliknya. Terutama dalam bentuk usaha­usaha bersama.” Karena Presiden percaya, peningkatan kerjasama hanya akan menguntungkan kedua negara dan pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan nasional dan kemudian ketahanan regional.

Wartawan-wartawan Malaysia tidak banyak bertanya. Hanya menyatakan bahwa penggunaan ejaan baru secara bersama berakibat mendekatkan lagi hubungan dan persahabatan Indonesia dan Malaysia.

Sedangkan kepada wartawan-wartawan Muangthai, Presiden membuka pertanyaan dengan menanyakan situasi terakhir di negaranya yang baru saja lagi mengalami perubahan pemerintahan.

Salah seorang wartawan Muangthai lalu menanyakan tentang kebebasan pers di negara-negara sedang berkembang. Dalam hal ini Presiden menjawab bahwa di Indonesia sendiri kita berusaha mengembangkan kebebasan pers, tapi ada batasnya. la menambahkan bahwa yang membatasi seharusnya adalah pers sendiri secara bertanggungjawab. Jadi pers yang bebas tapi punya tanggungjawab.

Pada kesempatan itu, Presiden dari Konfederasi Wartawan-wartawan ASEAN, Drs. Jakob Oetama, menyatakan kepada Presiden bahwa saling-kunjung antara wartawan ASEAN perlu ditingkatkan. Hal ini perlu, katanya, jika melihat pembahasan mereka tentang suatu masalah tampak “kurang proporsionil” karena kurang informasi-­informasi sebagai latar belakangnya.

Pertemuan dengan para wartawan itu diawali dengan laporan Ketua Pelaksana PWI Harmoko tentang pertemuan konfederasi ASEAN yang pertama di Jakarta, serta hasil-hasilnya dan kemudian ke-25 wartawan ASEAN diperkenalkan satu persatu pada Presiden Soeharto. (DTS)

Sumber: KOMPAS (17/03/1975)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 537-539.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.