PRESIDEN: LENGAH TERHADAP KONSERVASI KEKAYAAN HAYATI BISA DATANGKAN MALAPETAKA [1]
Bogor, Merdeka
Presiden Soeharto mengingatkan, kelengahan terhadap upaya konservasi kekayaan hayati akan sangat merugikan, malahan bisa mendatangkan malapetaka bagi kehidupan manusia. Sementara gerakan konservasi itu sendiri hanya akan berhasil jika didukung oleh masyarakat.
“Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi kekayaan hayati bagi kelangsungan hidup manusia perlu terus ditingkatkan, “kata Kepala Negara ketika membuka Konferensi Kebun Raya lnternasional di Istana Bogor, Senin.
Dikemukakan, Indonesia terletak di daerah tropika dan membentang luas diantara dua benua yang sangat berbeda flora dan faunanya serta memiliki hutan luas. Sebab itu negeri ini mengandung kekayaan hayati luar biasa, yang tidak terdapat di bagian dunia lain.
Menurut perkiraan para ahli, 50 persen sampai 90 persen seluruh hayati dari bumi ini berada di daerah tropika. Dan dari 250.000 jenis tumbuhan yang diperkirakan ada di dunia, 25.000 di antaranya terdapat di Indonesia.
Berbagai jenis pohon,jamur, lumut dan tumbuh-tumbuhan lainnya memang hanya dapat hidup dan berkembang dalam hutan basah yang lembab dan hangat, yang merupakan ciri dari alam Indonesia.
Indonesia dewasa ini memiliki 298 kawasan konservasi, yang terdiri atas 17 kawasan konservasi laut dan 281 kawasan konservasi danit. Luas seluruhnya mencapai sekitar 16juta hektar.
Menurut Kepala Negara, agar kawasan konservasi memberi manfaat lebih besar lagi bagi pembangunan, kemajuan ilmu pengetahuan dan kehidupan umat manusia, maka upaya ini juga didukung dengan berbagai kegiatan, seperti eksplorasi dan penelitian flora.
Tahun lalu, misalnya, oleh Kebun Raya Indonesia diberangkatkan empat tim eksplorasi ke hutan-hutan Bengkulu, Jawa Timur dan Bali. Tugas tim ini untuk menghimpun informasi mengenai berbagai jenis tumbuhan guna mengintensifkan pelestariannya.
Saling Menyalahkan
Kepada para pakar, khususnya dari luar negeri, yang mengikuti Konperensi lnternasional Kebun Raya ini, Presiden mengharapkan agar dapat menikmati alam Indonesia dengan segala bentuk Budayanya yang beraneka ragam.
Dikatakan, akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk saling menyalahkan antara negara-negara tropis, yang sebagian besar tergolong dalam jajaran bangsa-bangsa yang sedang membangun dengan negara-negara industri dalam hal pencemaran lingkungan global dan konservasi.
“Kecenderungan itu tidak menguntungkan siapapun. Oleh sebab itu saya sangat menghargai prakarsa Kebun Raya Indonesia dalam menyelenggarakan konperensi untuk membahas strategi konservasi flora Indonesia serta sekaligus meningkatkan kerjasama dan saling pengertian antara pakar konservasi di dunia, “katanya.
Presiden juga mengingatkan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi flora itu, kegiatan Wisata Flora perlu terus digalakkan.
175 Tahun
Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Samaun Samadikun pada kesempatan itu mengemukakan, dalam kegiatan konservasi ini LIPI mempunyai tradisi yang panjang, mengingat Kebun Raya Bogor, yang merupakan induk lembaga lembaga penelitian di Indonesia, telah berusia lebih dari 175 tahun.
Dalam konperensi empat hari itu akan dibahas 49 makalah yang ditulis oleh pakar pakar terkemuka di dunia, mulai dari Asia, Eropa, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Australia.
Ketua Umum Masyarakat Perhutanan Indonesia Mohammad Hassan dalam ceramahnya pada sesi pertama konperensi tersebut mengemukakan, meskipun Indonesia banyak mengeksploitasi hutan untuk menunjang pembangunan nasional, tidak berarti merusak hutan secara semena-mena. Menurutnya telah banyak Kebun Raya lainnya, yaitu yang berada di Cibodas, Purwodadi dan Bedugul serta rencana LIPI membangun tiga Kebun Raya di Irian Jaya untuk konservasi flora daerah itu. Samaun juga mengemukakan, kegiatan konservasi flora merupakan pekeriaan besar dan multi disiplin. Oleh kareria itu sangatlah tepat bila Kebun Raya menggunakan kerjasama sebagai salah satu filsafat hidupnya.
Kepala Kebun Raya Suhirman melaporkan, Konperensi Kebun Raya Intenasional ini diselenggarakan bersama oleh Kebun Raya Indonesia, LIPI, Masyarakat Perhutananan Indonesia (MPI) dan Botani cal Garden Conservation International. Latar belakang yang mendorong diselenggarakannya konperensi ini adalah, mengingat sangat kurang nya pengertian dunia intemasional terhadap usaha konservasi di Indonesia.
“Kekurangan pengertian ini diperbesar dengan adanya semacam kampanye yang kurang obyektif di negara-negara industri, seolah-olah Indonesia sama sekali tidak memperhatikan masalah konservasi flora, “katanya.
Selain itu yang menjadi latar belakang diselenggarakannya konperensi ini adalah kurangnya kerjasama antara Kebun Raya Indonesia dengan kebun-kebun raya di dunia, terutama kerjasama aktif dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata untuk melakukan konservasi flora yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat perhutanan Indonesia dalam upaya melestarikan hutan demi kehidupan lebih baik bagi generasi mendatang.
Mohammad Hassan dalam makalahnya berjudul Conservation of Biodiversity Within Sustainable Forest Utilisation atau
“Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam Upaya Melestarikan Pendayagunaan Rutan” mengemukakan pula bahwa pengelolaan hutan di Indonesia dibagi dalam empat kategori, yaitu 30juta hektar untuk konservasi, 34 hektar difungsikan sebagai hutan produksi tetap, 18 juta hektar untuk hutan suaka alam dan wisata serta 30 juta hektar hutan produksi terbatas.
Dia membantah adanya anggapan bahwa dalam pendayagunaan hutan, Indonesia sama sekali tidak memperhatikan masalah konservasi sumberdaya hayati.
Sumber: MERDEKA (21/0711992)
______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 531-534