PRESIDEN: MASALAH PERTAMINA MERUPAKAN PENGALAMAN PAHIT [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto menyatakan Rabu malam, lebih dari sekedar masalah kesulitan keuangan, masalah Pertamina sungguh mempakan pengalaman pahit dan harus menjadi pelajaran bagi seluruh bangsa, bagi aparatur pemerintah dan bagi perusahaan2 milik negara.
Masalah Pertamina itu disinggung Presiden Soeharto dalam pidato akhir tahun 1975 melalui RRI dan TVRI ketika menyinggung keadaan ekonomi.
Setelah mengucapkan syukur karena sampai sekarang keadaan ekonomi Indonesia relatif masih tetap baik, Presiden menganjurkan agar di bidang ini rakyat harus tetap waspada dan masih dalam keadaan prihatin.
“Kewaspadaan dan keprihatinan itu terlebih-lebih perlu berhubungan dengan adanya masalah Pertamina, yang ditimpa kesulitan keuangan yang berat.”
“Pertamina”, kata Presiden, “telah mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban2nya membayar hutang2nya sebagai akibat dari investasi yang besar yang dilakukannya, yang sesungguhnya di luar kemampuan pembiayaannya.”
Presiden menyatakan, pemerintah segera mengambil langkah2 yang nyata untuk menertibkan dan menyehatkan keadaan Pertamina agar tidak menjadi semakin ber-larut2. Bersamaan dengan itu pemerintah berkewajiban membantu Pertamina dalam mengatasi kesulitan pembayaran kembali pinjaman2nya itu dengan menggunakan dana2 tersedia yang berhasil dihimpun dari berbagai kenaikan harga ekspor, terutama minyak dalam tahun 1973-1974, yang apabila tidak terjadi masalah Pertamina akan dapat digunakan untuk makin mempercepat pelaksanaan Repelita.
Tidak dapat Lepaskan Diri
Presiden mengemukakan, keadaan ekonomi dan jalannya pelaksanaan Repelita II terus berjalan di tengah2 gejolaknya masalah ekonomi dunia. Sejak tahun 1974 hingga pertengahan pertama tahun 1975, sebagai akibat dari berbagai krisis ekonomi dan krisis energi, keadaan ekonomi dunia sedang menurun yang arah hari depannya masih dicarikan pemecahannya.
Dalam hal ini menurut Presiden, Indonesia bersama dengan negara2 lain di dunia turut aktif berusaha mencarikan jalan yang sebaik2nya, sekaligus dalam rangka menciptakan tata ekonomi baru dunia.
Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari situasi dunia yang buruk itu. Usaha2 dan langkah2 dipusatkan agar situasi yang tidak menguntungkan itu tidak sampai membuat ekonomi Indonesia lumpuh serta tidak sampai menggagalkan usaha2 pelaksanaan Repelita II.
Presiden bersyukur karena sampai sekarang keadaan ekonomi Indonesia relatif masih baik sedangkan pelaksanaan Repelita dapat dilakukan sejauh mungkin sesuai dengan rencana.
Keadaan pangan, sandang, harga2 bahan pokok, laju inflasi pada umumnya tetap dapat dikendalikan, sehingga tidak terjadi gejolak ekonomi yang serius. Demikian pula kegiatan pembangunan dan produksi terus berjalan.
Berbagai sasaran produksi seperti produksi pangan, semen, pupuk, tekstil, tenaga listrik dan lain2 akan dapat dicapai, bahkan mungkin dapat terlampaui.
Presiden menyatakan, tahun depan Indonesia pasti dapat melanjutkan pelaksanaan Repelita II, meskipun situasi ekonomi dunia masih belum tampak cerah, dan akibat2 masalah Pertamina masih terasa pula.
Kepala Negara tidak menjelaskan secara terperinci pelaksanaan pembangunan tahun yang akan datang ini, dan rencana2 pelaksanaan pembangunan tahun ketiga Repelita II, karena hal tersebut akan diuraikan dalam kesempatan menyerahkan RUU APBN 1976/77 kepada DPR yang direncanakan tanggal 7 Januari 1976. (DTS)
Sumber: ANTARA (31/12/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 744-745.