PRESIDEN MELANTIK 239 PEWIRA REMAJA ABRI

HM Soeharto dalam berita

PRESIDEN MELANTIK 239 PEWIRA REMAJA ABRI: [1]

Jangan Beradu Otot Di Jalanan, Tapi Adu Otaklah Dalam Forum MPR-DPR ABRI Sama sekali Tidak Haus Kekuasaan

 

Yogyakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengingatkan hendaknya penyaluran politik dilakukan melalui forum MPR, DPR dan DPRD dan jangan sekali-kali sampai beradu otot dilapangan dan di jalan-jalan,

“berdebatlah dan beradu otaklah dalam forum MPR, DPR dan DPRD ,”kata Presiden menyinggung perkembangan akhir-akhir ini dalam kesempatan melantik 239 perwira remaja lulusan AKABRI dilapangan “Dirgantara” AKABRI Udara di Yogyakarta, Jumat pagi.

“Sebagai Presiden republik ini yang disumpah untuk menjalankan seluruh-lurusnya UUD, saya tegaskan disini jaminan akan dihormatinya kebebasan yang bertanggungjawab, saya tegaskan disini jaminan keinginan politik melalui MPR, DPR dan DPRD.”

Karena itu katanya sungguhlah tepat isi dan pernyataan yang ditegaskan dalam

“pernyataan Pimpinan ABRI” hari Kamis. Menurut Presiden pernyataan tersebut merupakan “peringatan persaudaraan” dari ABRI sebagai sesame kekuatan sosial. “Ini adalah panggilan tanggungjawab ABRI sebagai kekuatan hankam maupun sebagai kekuatan sosial, untuk mencegah atau menghindarkan Bangsa dan Negara dari ancaman perpecahan dan kekalutan dan menghindarkan rakyat dari korban dan penderitaan yang tidak perlu”.

Tidak Haus Kekuasaan

Presiden menandaskan semua pihak tanpa kecuali, wajib memperhatikan peringatan ABRI itu.

“Sebagai seorang purnawirawan ABRI saya dapat menegaskan juga bahwa ABRI sama sekali tidak haus kekuasaan!. Dahulu pernah saya katakan, jika ABRI memang hanya ingin memenuhi rasa kehausan itu, maka pada tahun 1965 disaat pimpinan negara dalam kehampaan tidaklah sulit bagi ABRI untuk menegakkan kekuasaan militer!” kata Presiden Soeharto.

Menyinggung soal beda pendapat ia mengatakan hal itu boleh saja terjadi. Sebab perbedaan pendapat justru adalah tanda bahwa pikiran kita hidup dan tanda bahwa demokrasi di negeri ini terus tumbuh.

“Di negeri ini kritik dan kebebasan dijamin,” katanya tegas.

Tapi ia mengingatkan kehidupan bersama dan keselamatan bersama, menuntut sekaligus penggunaan kritik dan kebebasan yang bertanggungjawab. Sebab kebebasan tanpa tanggungjawab sama saja dengan mengundang kekacauan dan tanggungjawab tanpa kebebasan sama saja dengan penindasan.

“Dalam keadaan kacau tidak mungkin kita membangun. Dan tanpa pembangunan tidak mungkin kita mengejar kemajuan dan kesejahteraan” katanya.

Ia terus terang berpendapat akhir-akhir ini kritik dan kebebasan itu telah mulai memasuki garis yang dapat membahayakan keselamatan bersama dan membahayakan pelaksanaan pembangunan.

“Keadaan dapat menjadi lebih buruk lagi, karena kritik dan kebebasan telah mulai dibumbui pemutar-balikkan kenyataan, nistaan, dan pemecah belah persatuan bangsa. Apabila ini tidak dihentikan, apabila ini dibiarkan terus maka kita dapat tergelincir kedalam kekacauan,” demikian Presiden Soeharto.

Banyak Harus Diatasi

Kepala Negara mengakui, masalah sosial ekonomi memang masih banyak yang harus diatasi. Ia menunjuk kesempatan kerja yang masih kurang, hasrat belajar yang belum tertampung, kepincangan-kepincangan sosial masih ada, penyelewengan­penyelewengan belum lenyap, hukum belum sepenuhnya tegak, demokrasi sedang terus ditumbuhkan banyak lainnya lagi.

Tapi ia ingatkan, bahwa pembangunan adalah suatu proses bukan barang yang sekali jadi.

“Kita membangun justru untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu. Justru untuk meluruskan yang menyimpang untuk membuat baik apa yang kurang baik dan untuk membuat lebih baik lagi apa yang sudah baik.”

Menurut Presiden dengan pelantikan perwira remaja itu berarti pula proses pergantian generasi sedang berlangsung. Dikatakan, tiap pergantian selalu membawa kemungkinan-kemungkinan baru dan harapan baru. Tapi dilain pihak tiap tahap pergantian generasi dapatjuga berarti kerawanan dalam kelanjutan kehidupan bangsa. “Generasi baru menghadapi masalah dan pengalaman yang lain dari generasi sebelumnya,” katanya.

Ia menambahkan, karena itulah generasi baru acap kali mempunyai pandangan yang lain dari generasi sebelumnya.

“Ini sama sekali tidak selalu berarti kesalahan” katanya “Dalam banyak hal, perubahan-perubahan ini merupakan kekuatan yang justru diperlukan untuk melanjutkan kehidupan bangsa agar menjadi semakin kokoh.”

Kata Presiden, yang penting adalah bagaimana agar semangat dan pandangan baru itu dapat memelihara dan meneruskan cita-cita perjoangan yang murni, cita-cita yang terdalam dari kandungan hati Bangsa Indonesia.

Dengan terbuka Presiden mengemukakan, generasi muda sekarang juga mempunyai kesempatan untuk berperan dalam perjoangan besar pembangunan ini, yang tidak kalah terhormat dari perjuangan bersenjata dalam menegakkan kemerdekaan dahulu.

Kepada para perwira remaja ABRI yang baru lulus itu, Presiden berpesan agar mereka selalu mencamkan Sapta Marga dan selalu bersikap sebagai prajurit pejoang yang melindungi rakyat.

“Kehormatan patut dijaga dalam sikap dan tindakan sehari­hari ABRI akan selalu disorot oleh rakyat, terutama para perwiranya,” demikian Presiden.

Suasana Pelantikan

Upacara pelantikan perwira remaja ABRI itu berlangsung cepat dan sederhana. Presiden dan rombongan selesai upacara langsung terbang kembali ke Jakarta. Dibanding upacara tahun-tahun sebelumnya suasana pelantikan kemarin agak berbeda. Komplek lapangan “Dirgantara” tampak dijaga satuan-satuan ABRI antara lain dengan empat panser.

Sedang di sepanjang jalan antara Yogyakarta sampai Lanuma Adisucipto, anggota-anggota Polri berjaga di tempat-tempat strategis, sementara sepasukan pengendali huru-hara disiagakan di Markas Korem 072/Pamungkas.

Menurut keterangan, tindakan ini disebabkan adanya kabar-kabar bahwa sejumlah mahasiswa akan kembali turun kejalan. Tapi sampai upacara berakhir tidak terjadi sesuatu apapun.

Dalam upacara itu, Presiden tidak menyematkan tanda penghargaan “Adhi Makayasa” seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Sebab tanda penghargaan bagi para lulusan terbaik AKABRI itu baru diadakan jumat malam, pada acara penyerahan perwira remaja kepada masing-masing. Angkatan dan Polri dari 239 perwira itu 79 dari AD, 39AU, 30 AL dan 91 Polri.

Para penerima “Adhi Makayasa”: itu adalah Letda Kav. Suwarno, Letda Pelaut Sukiswandono, Letda Elektronik M. Amin Syahbuiono,dan Letda Pol. Ariyanto Sutadi. Upacara kemarin diliadiri segenap pimpinan ABRI serta para undangan. (DTS)

Sumber: KOMPAS (17/12/1977)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 515-518.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.