PRESIDEN MEMBERI BEKAL STRATEGIS

PRESIDEN MEMBERI BEKAL STRATEGIS[1]

Jakarta, Antara

Ketua DPP PPP, Drs. H. Mardinsyah di Jakarta, Kamis berpendapat, Presiden Soeharto telah memberikan bekal strategis dan mendasar dalam memecahkan konflik, tinggal bagaimana aparat pelaksananya.

Misalnya, lembaga-lembaga tinggi negara, non departemen termasuk orsospol dan LSM melakukan pemecahan pertentangan secara damai, etis, adil, dewasa dan berkeadaban, kata Mardinsyah.

Dalam pidato kenegaraan Senin, Kepala Negara menegaskan, “kita bertekad untuk menyegarkan dan menegakkan kehidupan yang konstitusional, demokratis dan rasa hormat kepada semua petugas dan wewenang lembaga-lembaga konstitusional.” Untuk itu, yang harus dilakukan adalah menyusun tatacara dan tatakrama bagi penyelesaian persentuhan, konflik atau pertentangan secara damai, etis, adil, dewasa, dan berkeadaban, kata Presiden.

Mardinsyah mengatakan, amanat yang disampaikan Presiden itu merupakan pengulangan dan penekanan, yang berinti bahwa setiap konflik beda pendapat harus diselesaikan berdasarkan konstitusi dan demokrasi.

Ketua DPP PPP berpendapat, bahwa tindakan semua penyelesaian sekarang bukan lagi berdasarkan kekuasaan, tapi berdasarkan hukum dan demokrasi. “Karena ini merupakan pidato Pak Harto yang sangat strategis dan penting untuk mengatasi PJPT-II.”

Bertolak dari pemikiran itu, Jakob Tobing mengatakan Presiden Soeharto telah memberi bekal petunjuk tentang menangani masalah konflik.

“Jadi kalau ada konflik organisasi yang tak terselesaikan, jangan salahkan Pak Harto, karena itu salah kita,”ujarnya. Kebijaksanaan selama ini menurut Jakob orsospol-orsospol menyelesaikan masalahnya sendiri-sendiri (mandiri).

Kritik Pengawasan

Mardinsyah juga berpendapat, ajakan pak Harto agar anggota Dewan memberikan kritik pengawasannya terhadap tugas pemerintah, merupakan pernyataan simpatik yang mestinya juga ditindak lanjuti.

“Jadi, kalau ada anggota Dewan belurn menangkap penuh pernyataan tersebut, jangan salahkan Pak Harto, tapi salah kita,”ujarnya. Pak Harto sudah membuka diri dan mengingatkan agar DPR melakukan pengawasannya. Hal itu berarti, kepala negara telah menciptakan era baru, yakni dari era ketakutan ke era kebebasan, keberanian untuk mengemukakan masalah yang relevan untuk pembangunan bangsa.

Kebebasan dan keterbukaan ini bukan saja ditujukan kepada anggota DPR, tapi juga masyarakat, sejauh kritik yang diberikan itu bersifat positif, membangun, dan melalui jalur konstitusi, bukan dijalanan, demikian Mardinsyah. (U.jkt-00 1114:50/DN06/ 19/08/93 20: 15)

Sumber:ANTARA( l9/08/1993)

_____________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 226-227.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.