PRESIDEN MENGAJAK SEMUA PIHAK BEKERJA SAMA[1]
Kopenhagen, Suara Pembaruan
Presiden Soeharto dan Menlu Meksiko Jose Angel Gurria Jumat (10/3) menghadiri pertemuan yang membahas masalah pendidikan di negara-negara padat penduduk yang diselenggarakan bersamaan dengan KIT Dunia Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark.
Presiden Soeharto mengajak semua pihak bekerja sama seerat-eratnya untuk mewujudkan kesepakatan dan tekad guna melaksanakan pendidikan untuk semua. Sebagai prasyarat utama bagi peningkatan kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua orang melalui pembangunan.
Kepala Negara menyampaikan ajakan itu dalam sambutannya pada pertemuan informal kepala negara/kepala pemerintahan negara-negara E-9 (sembilan negara berkembang berpenduduk terbesar) di Kopenhagen Denmark Jumat siang waktu setempat. Demikian dilaporkan wartawan Pembaruan Mansyur Barus dari Kopenhagen.
Menurut Presiden dalam rangka meningkatkan pendidikan rakyat Indonesia, maka pada bulan Mei 1994 Indonesia mencanangkan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang meliputi pendidikan sekolah dasar 6 tahun dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun.
“Pencanangan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun ini merupakan kelanjutan dari Pencanangan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun yang telah kami lakukan pada tahun 1984.” kata Kepala Negara.
Dikatakan, dalam meningkatkan pendidikan rakyat didorong peran serta masyarakat dan melibatkan semua orang.
“Kami merasa bersyukur bahwa masyarakat kami juga makin menyadari bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah masyarakat dan keluarga.” ujar Presiden Soeharto.
Kepala Negara menyatakan, Indonesia akan mempersiapkan pertemuan sembilan. menteri pada bulan September 1995 mendatang di Bali. Selain dapat digunakan untuk menilai langkah-langkah yang telah diambil pertemuan itu juga dapat digunakan untuk berbagi pengalaman mengenai pelaksanaan pendidikan untuk semua, serta membicarakan langkah-langkah yang perlu diambil di masa-masa yang akan datang.
Pembukaan KTT
KIT Pembangunan Sosial yang dihadiri 135 kepala negara/kepala pemerintahan tersebut baru dibuka Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali hari Sabtu (11/3) pukul 09.00 waktu setempat atau pukul l5.00 WIB. Seusai pembukaan, Presiden Soeharto yang menjadi salah satu Wakil Ketua KTT akan menyampaikan pidatonya.
Mengenai rancangan deklarasi KTT sendiri, menurut Sekretaris Menko Kesra, Suyono, hampir seluruhnya telah dapat diselesaikan untuk dibawa dalam KTT yang berlangsung tanggal 11-12 Maret itu.
“Kita merasa bangga karena banyak usulan Indonesia yang dapat diterima.” kata Suyono dalam suatu percakapan dengan wartawan Indonesia di Kopenhagen Jumat siang waktu setempat.
Dikatakan, seusai KIT maka untuk tindak lanjut pertemuan tingkat tinggi tersebut masing-masing negara menyiapkan bagaimana membuat operasionalisasi plant operation itu sendiri, karena sifatnya global sehingga harus dibuat sendiri.
“Jadi mari kita sepakati apa yang dihasilkan pertemuan ini dan mentransfer hasil KIT ini untuk dioperasionalisasikan. Sebab kalau tidak dioperasionalkan percuma saja.” katanya.
Dikatakan, dalam pertemuan antardelegasi Indonesia sebelumnya, sudah dibicarakan mengenai tindak lanjut KTT.
“Jadi sekarang sudah bukan bagaimana hasil KTT ini, tapi sudah harus memikirkan bagaimana tindak lanjutnya. Ini adalah baru permulaan untuk langkah yang maju. Walaupun sebenarnya bagi Indonesia sudah mudah karena sudah mempunyai GBHN, Repelita. Tinggal nanti kita lihat hal-hal operasionalisasinya di dalam Repelita.” jelasnya.
Dikatakan, selama ini banyak yang menyampaikan kritik mengenai pelaksanaan pembangunan. Sekarang saatnya untuk mengajak mereka yang memberikan kritik untuk bersama-sama memecahkannya bukan hanya memberikan koreksinya.
“Kendalanya selama ini adalah komunikasi. Sekarang mari kita duduk bersama. Siapa berbuat apa, apakah itu kecil, apakah besar, kita laksanakan yang sebetulnya sudah ada di GBHN kita.” katanya.
Sumber : SUARA PEMBARUAN (11/03/1995)
_______________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 710-712.