PRESIDEN MINTA DEKLARASI ACEH TENTANG KB JADI DOKUMEN RESMI OKI

PRESIDEN MINTA DEKLARASI ACEH TENTANG KB JADI DOKUMEN RESMI OKI

 

 

Dakar, Sinar Harapan

“Bagi Israel, kiranya kebenaran hakiki sudah tiba sesuai pernyataan yang sering diungkapkan untuk berunding dengan negara-negara Arab tetangganya. Mudah­-mudahan, pemimpin-pemimpin Israel akhirnya menyadari kecenderungan sejarah yang tak dapat dibendung lagi. Mereka harus membulatkan kemauan politiknya untuk mengesampingkan semua hambatan guna mencapai perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah.”

Ini dikemukakan Presiden Soeharto dalam pidatonya di depan sidang Konferensi Tingkat Tinggi VI Organisasi Konferensi Islam (KTT VI OKI) Selasa pagi (10.02) di Dakar, Senegal Kepala Negara Indonesia menyampaikan pidatonya itu pada hari kedua konferensi dalam acara perdebatan umum (general debate) tersebut Demikian dilaporkan wartawan Pembaruan Moxa Nadeak dari Dakar Selasa malam.

Tampilnya Kepala Negara dalam perdebatan umum Selasa siang merupakan kegiatan resminya terakhir pada KTT ini. Rabu malam ini ia ditunggu kedatangannya kembali di Jakarta. Keputusan memperpendek perlawatan itu diumumkan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono Senin petang, setelah Presiden Soeharto berkesimpulan sidang-sidang KTT ini berjalan lancar dan mengingat banyaknya kegiatan di Tanah Air yang memerlukan kehadiran dan keputusan-keputusan Kepala Negara, khususnya menyangkut RAPBN.

Masalah Timur Tengah mendapat tempat yang banyak dalam pidato Kepala Negara Indonesia pada perdebatan umum KTT OKI Selasa siang, di samping menguraikan pembahan-pembahan mendasar yang terjadi di berbagai kawasan dunia.

 

Deklarasi Aceh

Menyangkut peran Indonesia, Presiden Soeharto meminta, alangkah baiknya apabila dalam KTT OKI ini, “Deklarasi Aceh” dapat disahkan sebagai dokumen resmi ketja sama antara negara anggota OKI dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana (KB).

Kepala Negara mengatakan, Indonesia bersama dengan Universitas AlAzhar Kairo, pada tanggal 19-24 Februari 1990, telah menyelenggarakan Kongres Internasional tentang Islam dan Kebijaksanaan Kependudukan di Lhok Seumawe, Aceh, Indonesia. Dalam konferensi yang sukses itu ditelurkan “Deklarasi Aceh”.

Sebagai tindak lanjut deklarasi itu, menurut Presiden, pada akhir 1990, Indonesia menyelenggarakan Lokakarya Internasional tentang KB Menurut Pendekatan dan Tuntunan Islam. Lokakarya itu menghasilkan suatu Buku Panduan untuk menyelenggarakan KB di lingkungan masyarakat muslim, “Kiranya KTT OKI sekarang ini dapat memberikan rekomendasi kepada para anggota OKI untuk menggunakan Buku Panduan tersebut dalam penyelenggaraan program dan kegiatan keluarga berencana di masing-masing negara anggota.”

 

Israel Dan Timteng

Presiden Soeharto mengatakan, di tengah-tengah tetjadinya transformasi positif dalam percaturan politik internasional dan penyelesaian damai berbagai konflik regional, kawasan Timur Tengah secara keseluruhan masih tetap merupakan ajang sengketa, kegoyahan dan ketidakamanan.

Kita perlu memusatkan perhatian pada inti sengketa dan permusuhan, yakni perjuangan sah rakyat Palestina di bawah kepemimpinan PLO sebagai satu satunya wakil sah untuk memperoleh kembali hak-hak menentukan sendiri dan membentuk suatu negara. “Kegetiran keadaan di wilayah-wilayah pendudukan Israel menuntut seluruh umat Islam untuk mengakhiri penindakan Israel terhadap bangsa Arab,”kata Kepala Negara.

Tindakan Israel membiarkan kaum emigran Yahudi bermukim di wilayah yang didudukinya merupakan langkah sombong yang “dapat berakibat sangat buruk. Israel malahan menempuh sikap lebih keras, yang memperkuat kecurigaan terhadap niatnya untuk terus menduduki wilayah-wilayah Arab.

“Semuanya tadi mengakibatkan prospek penyelesaian damai konflik TimurTengah dan masalah Palestina tetap gelap.” Pemerintah Indonesia, kata Presiden Soeharto, menyambut baik konferensi Madrid yang diprakarsai bersama oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Ia pun mengingatkan, dalam setiap upaya yang kita tempuh melalui perundingan, masalah yang menjadi kunci sengketa tetap perlu mendapat perhatian utama Yaitu ; kesediaan Israel mengambil bagian dalam suatu proses damai yang akan memberikan hak menentukan nasib sendiri kepada rakyat Palestina.

“Perdamaian tidak akan datang selama Israel mempertahankan politik pemukiman emigran Yahudi, aneksasi wilayah, penindasan dan pelanggaran hak asasi bangsa lain. Perdamaian hanya dapat ditegakkan dengan memberikan hak menentukan nasib sendiri kepada rakyat Palestina dan penarikan tanpa syarat pasukan pendudukan Israel dan seluruh wilayah Arab yang diduduki, termasuk Al Quds al Sharif, dataran tinggi Golan dan Libanon Selatan.”

 

Negara Berkembang

Pada bagian pidatonya mengenai hubungan negara negara maju dan negara negara berkembang, Presiden Soeharto menilai sebagai hal yang mendesak komitmen kepada deklarasi yang telah disahkan Majelis Umum PBB pada Sidang Khusus ke-18 dan pada Strategi Pembangunan Internasional dari Dasawarsa Pembangunan Bangsa­ Bangsa ke-4.

“Kita harus mengusahakan sekuat tenaga pelaksanaan nyata dari konsensus yang telah dicapai. Kita tidak boleh memberi peluang kepada negara maju untuk mengingkari janjinya,” katanya. Tindak lanjut yang efektif atas komitmen ini memerlukan langkah-langkah konkret dan aksi bersama seperti pengurangan beban utang luar negeri, peningkatan arus dana pembangunan, mempersiapkan akses pasar bebas bagi produk negara berkembang, pemantapan pasar komoditi primer, alih teknologi dan alih ilmu pengetahuan bagi pembangunan.

“Dalam hal ini, usulan penyelenggaraan konferensi internasional mengenai pembiayaan pembangunan adalah sangat penting.” Di lain pihak, Ianjut Kepala Negara, negara berkembang juga  harus mampu menunjukkan kesediaannya untuk melakukan restrukturisasi progresif dan deregulasi ekonomi serta mempertinggi kemampuan daya saing individual maupun kolektif.

 

Kerja Sama

Dalam usaha bersama secara serius menjawab tantangan dari situasi ekonomi yang cepat berubah, pemupukan kerja sama dan solidaritas jelas merupakan kunci keberhasilan bersama. Ia menunjuk Komisi Selatan yang telah menghasilkan sejumlah rekomendasi nyata yang kiranya dapat mendukung usaha pencapaian tujuan itu dan menata kembali sistem ekonomi internasional ke arah orientasi pembangunan yang lebih adil.

Komisi, kata Kepala Negara, menganjurkan agar negara berkembang lebih mempertinggi keyakinannya pada sumber daya dan kemampuannya sendiri dalam usaha membangun ekonominya. Hendaknya disadari bahwa tidak akan ada pembangunan di negara berkembang apabila negara itu sendiri tidak mau mengambil tanggung jawab pelaksanaannya “Oleh karena itu, janganlah kita membuang waktu dalam melaksanakan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan kemandirian dan kenyataan praktis”.

Kepala Negara meminta agar OKI menggali dan meningkatkan semua sarana dan kerja sama melalui perangkat Komite Tetap untuk Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan COMSEOO Kita hendaknya mendukung upaya untuk meninjau kembali dan menyesuaikan Rencana Aksi OKI dan agar COMSEC mengusahakan perumusan dan pelaksanaan strategi dalam kerangka perencanaan, sejalan dengan adanya perubahan tatanan ekonomi internasional baru.

Presiden Soeharto mengajak pula untuk berupaya mendayagunakan sepenuhnya segala potensi untuk meningkatkan dan memperbarui kerja sama dalam badan-badan OKI yang telah ada, seperti Bank Pembangunan Islam, “Indonesia juga mengharapkan agar dalam bidang perdagangan, jaringan kerja sama informasi perdagangan di antara negara-negara Islam (TINIC) dijadikan sarana untuk meningkatkan perdagangan.

 

Pertanian

Kepala Negara juga menyinggung bidang pertanian, khususnya produksi pangan yang disebutnya merupakan sektor utama dari kerja sama yang perlu diperhatikan dan diusahakan oleh negara-negara anggota OKI yang sampai saat ini masih mengimpor pangan.

“Delegasi Indonesia akan sangat menyambut segala inisiatif untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang ini. Indonesia merasa beruntung bahwa sejak tahun 1984 telah dapat mencapai swasembada beras bagi 180 juta orang penduduknya “

Dalam kaitan ini, katanya, Indonesia telah memiliki berbagai pengalaman dalam mengembangkan metode produksi beraso “Kami akan dengan senang hati membagi pengalaman kami itu kepada sesama anggota OKI lainnya”

Pada bagian lain pidatonya ini, Kepala Negara juga mengemukakan bahwa pada bulan lalu Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah Konferensi Kedua tingkat Menteri Pos dan Telekomunikasi OKI di Bandung.

Keputusan-keputusan pada konferensi itu merupakan langkah maju baru dalam usaha meningkatkan kerja sama antara sesama negara anggota OKI dibidang-bidang yang penting ini.

Dalam hubungan ini, menurut Presiden Soeharto, Indonesia siap untuk menyediakan Pusat Latihan Telekomunikasi di Bandung sebagai fasilitas latihan bagi personel dari negara-negara anggota OKI, sebagai bagian dari Kerja Sama  Teknik Antar Negera-negara Berkembang.

Selanjutnya Presiden rnengatakan, dalam rangka kerja sama teknik pada urnurnnya, Indonesia sejak 1977 telah memperluas kerja sama tersebut dalam wadah Kerja Sama Teknik Antara Negara-negara Berkembang (TCDC). Pelaksanaan program tersebut bersama negara negara anggota OKI lainnya dalarn berbagai bidang telah dikembangkan. Hal ini telah rnernberikan suatu kepuasan tersendiri bagi kami, Ujarnya.

 

Timur-Barat

Menyinggung perbaikan hubungan Tirnur-Barat, Kepala Negara menyambutnya dengan penuh harapan. Kendati pun demikian,kita tetap saja menyaksikan adanya kesenjangan yang tak teratasi dan ketimpangan-ketimpangan dalam hubungan antara negara berkembang dan negara maju. Karena itu, saat ini sangat mendesak langkah langkah nyata untuk mengaktifkan kembali dialog dan perundingan Utara-Selatan yang nyata-nyata merupakan kepentingan bersama semua pihak.

Akhir perundingan yang berhasil dan seimbang dari GATT dan Putaran Uruguay yang pada saat ini memasuki tahap kritis akan menjadi makin penting artinya bagi kelanjutan kerja sama multilateral. Tidak kalah pentingnya bagi negara berkembang adalah Konferensi UNCTAD VIII di Gartagene, Kolombia.

Juga Konferensi PBB rnengenai Pernbangunan dan Lingkungan di Rio de Janeiro bulan depan, yang harus secara tegas menentukan apakah umat, manusia akan dapat mengatasi ancaman kerusakan lingkungan dan menjamin keseimbangan pelestarian lingkungan dan keperluan pernbangunan, demi kepentingan kita sekarang dan bagi generasi generasi yang akan datang.

Pada bagian akhir pidatonya, Kepala Negara mengatakan, di tengah-tengah perubahan dinamis dalam hubungan internasional penting sekali bagi anggota OKI untuk meninjau kembali hasil karya organisasi ini dan kemampuan bagian-bagiannya dengan tujuan untuk lebih memperkuat kegunaannya ke luar rnaupun efisiensinya ke dalam. “Pertemuan puncak ini kiranya dapat merupakan kesempatan awal yang baik dari proses yang panjang untuk mencapai tujuan kita.” (SA)

 

Sumber : SINAR HARAPAN (11/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 382-386.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.