PRESIDEN MINTA PADA MENTERI KLH TANGANI SERIUS, PENCEMARAN YANG PENGARUHI AIR MINUM
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto hari Selasa minta agar berbagai masalah yang menyangkut soal pencemaran lingkungan hidup ditangani secara serius, khususnya pencemaran air yang mempengaruhi kebutuhan air minum.
Dalam hubungan itu, Presiden minta supaya rencana umum tata ruang Jawa Timur, yang mengindahkan upaya penyelamatan air dan tanah, dapat dikembangkan pula di daerah lain. Demikian dikemukakan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Prof Dr. Emil Salim kepada wartawan selesai melapor kepada Kepala Negara di Istana Merdeka.
Daerah lain yang menurut Presiden harus mendapat perhatian adalah Jawa Barat, khususnya untuk menyelamatkan Selat Sunda dari pencemaran industri besar sekitarnya agar program pembibitan udang (hatchery) yang ada di daerah itu tidak terganggu. Emil Salim menjelaskan bahwa rencana umum tata ruang Jatim memang baik sekali.
Di samping mengindahkan penyelamatan air dan tanah, rencana umum tata ruang tersebut juga mengindahkan pencukupan pangan bagi penduduk daerah maupun luar daerah, lapangan kerja, perimbangan pembangunan antar kabupaten dan ditunjang oleh infrastruktur.
“Presiden ingin menekankan agar kecukupan pangan, lapangan kerja, masalah air, dan pemerataan pembangunan antar kabupaten mendapat sorotan penting karena pada Pelita V dan Pelita VI, hal-hal ini bakal menonjol,” katanya.
Langkah Hukum
Menteri KLH mengatakan, ia sudah meminta izin kepada Presiden untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan pembuatan water treatment (penanganan limbah industri agar tidak mengakibatkan pencemaran) seperti yang mereka sepakati sebelmnya bersama pemda setempat.
“Ini serius dan tidak main-main,” tegasnya seraya menambahkan bahwa pemerintah kini sedang menjajaki langkah hukum yang akan diambil terhadap perusahaan yang sudah berjanji sanggup melakukan pengendalian pencemaran namun pada kenyataannya tidak melaksanakan.
Emil mengatakan bahwa di Kodya Surabaya kini terdapat sejumlah perusahaan yang telah menandatangani kesepakatan dengan pemda bahwa mereka akan membuat water treatment paling lambat 30 Desember 1987.
Ketika ditanya apakah izin usaha mereka dapat dicabut kalau ketentuan yang disepakati itu tidak dilaksanakan, Menteri KLH mengatakan, “Harus kita lihat dulu kadar pengrusakannya melalui pengadilan. Jadi yang menetapkan sanksi hukum itu bukan individu.”
Kendati begitu ia menerangkan bahwa pelanggar kesepakatan tersebut dapat diancam hukuman badan antara 0 sampai 10 tahun atau hukuman denda antara 0 sampai Rp 100 juta.
Meningkat
Emil Salim menerangkan bahwa masalah pencemaran, terutama pencemaran sungai akibat kombinasi antara kemarau panjang dan pembangunan industri sejak tahun 70-an, kini meningkat, khususnya di Kali Surabaya Jatim dan Cisadane Jabar.
Langkah-langkah yang dirasa perlu diambil untuk mengatasi masalah itu terdiri atas pengendalian bahan beracun berbahaya, melibatkan masyarakat industri dalam pembangunan water treatment, mengembangkan pola bina lingkungan yang diprakarsai Depnaker, dan mengendalikan masalah persampahan.
Mengenai pengendalian bahan beracun berbahaya, Emil Salim menjelaskan bahwa program itu menurut rencana dilaksanakan di wilayah Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Sedangkan tentang program bina lingkungan, ia menjelaskan bahwa pola itu terlebih dulu ingin diterapkan terhadap 14 perusahaan di hulu Cisadane yang terletak di atas sumber air rninum Serpong, Tangerang, sebagai suatu model percontohan. Kalau berhasil, pola itu juga akan dicoba dikembangkan di daerah lainnya.
“Hasil akhir yang diharapkan dari semua ini adalah terpeliharanya sumber air minum yang aman bagi penduduk,” demikian Menteri Negara KLH menjelaskan.
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (02/12/1987)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 867-869.