PRESIDEN MINTA PELAYANAN UMUM DAN PERIZINAN DIPERCEPAT
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menpan agar mendorong dipercepatnya produk-produk Pemerintahan yang bersangkutan dengan masalah perizinan dan pelayanan umum. Kepala Negara juga minta kepada para pejabat agar tugas-tugas yang menyangkut pelayanan masyarakat, koordinasinya lebih ditingkatkan.
Tak ada alasan untuk menunda-nunda pelayanan. Pejabat-pejabat yang bertanggungjawab hendaknya segera bekerja untuk menuntaskan produk-produk yang menyangkut kewenangannya, terutama yang berhubungan dengan kemudahan dan pelayanan masyarakat, kata Kepala Negara sebagai dikutip Menpan Sarwono Kusumaatmadja.
Menurut Sarwono seusai diterima Presiden di kediaman Jl Cendana, Rabu (3/6), dalam masalah pelayanan sebenarnya Pemerintah punya orientasi agar pelayanan kepada masyarakat itu disederhanakan dan agar hal-hal yang tidak perlu mulai dihilangkan dari segala macam pengaturan pengaturan yang ada.
“Ada kecenderungan bahwa pekeljaan-pekerjaan ke arah ini tidak secepat yang seharusnya. Oleh karena itu Presiden mengingatkan supaya tugas-tugas untuk mempermudah pelayanan lebih dipercepat,” kata Menpan.
Permintaan Presiden ini, kata Menpan, ada hubungannya dengan fakta bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi saingan yang ketat dari bangsa-bangsa lain di bidang ekonomi. Dan salah satu cara untuk lebih bersaing dengan mereka adalah mempercepat perkerjaan, karena salah satu unsur kompetisi yang paling penting di dalam dunia moderen adalah unsur kecepatan.
Ia memberikan contoh izin mendirikan bangunan untuk suatu pabrik yang berada di kawasan industri yang sedang diperbarui oleh Pemerintah. Kalau ketentuan barunya muncul, IMB bagi pabrik di kawasan industri itu akan dipersingkat setelah diproses selama tujuh hari. Selama iniproses tersebut memakan waktu antara 40 hingga 50 hari. “Kita hams melakukan ini karena di negara-negara ASEAN untuk mengurus IMB pabrik di kawasan industri hanya memakan waktu antara 24 jam hingga riga hari. Jadi kalau kita ngotot mempertahankan cara-cara kerja yang ketinggalan jaman ini, yah kita kalah bersaing, sehingga dalam hal ini cara-cara seperti itu harus dipercepat,” kata Sarwono.
Menurut Sarwono, Indonesia juga sudah punya perjanjian dengan negara ASEAN untuk menjadikan ASEAN sebagai suatu free trade zone dalam waktu 15 tahun secara bertahap. Dengan demikian kalau kalah cepat dengan negara-negara ASEAN lain, mungkin yang terjadi produk mereka membanjiri Indonesia, karena lebih kompetitif.
Libur Sabtu
Diminta tanggapannya tentang libur hari Sabtu, Menpan berkeberatan dengan istilah libur Sabtu, tetapi ia tidak berkeberatan kalau pimpinan instansi masing-masing mengatur supaya pada hari Sabtu tersebut jenis pekerjaan yang ada di kantor dikurangi, sehingga sebagian besar karyawan tidak perlu masuk.
Sebagian karyawan yang tidak masuk pada hari Sabtu itu harus beketja pada hari lainnya. Misalnya, ditambah jam kerjanya setelah selesai sholat Jum’at hingga sore atau jam kerjanya dibagi rata selama lima hari.
“Karena bila kita berpedoman dengan istilah libur Sabtu, kita harus memperbarui Keppres. Dan kesarmya terhadap masyarakat seolah-olah pegawai negeri ingin lebih rileks, padahal pekerjaan masih banyak dab menurut standar negara-negara berkembang 37,5 jam kerja selama seminggu itu masih kurang,” kata Sarwono.
Menurut Sarwono, jam kerja 37,5 perminggu dari Senin hingga Sabtu akan tetap dipertahankan. Hanya pada hari Sabtu beban dikurangi. Jadi konkritnya instansi Pemerintah tetap buka pada hari Sabtu, namun hanya melakukan hal-hal yang terbatas.
Sumber : SUARA KARYA (04/06/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 109-110.