PRESIDEN MINTA SEMUA PEJABAT TERBUKA TERHADAP PERS

PRESIDEN MINTA SEMUA PEJABAT TERBUKA TERHADAP PERS

 

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto minta para pejabat untuk mengembangkan sikap terbuka kepada pers khususnya dalam memberikan keterangan tentang informasi pembangunan, namun di lain pihak dunia pers diminta untuk tidak menyalahgunakan keterbukaan ini.

Masalah keterbukaan para pejabat ini dijelaskan Menteri Penerangan Harmoko kepada wartawan yang menemui Presiden di Bina graha, Senin untuk melaporkan peringatan hari Pers Nasional serta persiapan peringatan Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei.

“Kita harapkan agar sumber berita mengembangkan keterbukaan informasi jika dimintai keterangan oleh pers,” kata Harmoko sambil mengakui bahwa Kode Etik Jurnalistik belum sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan wartawan.

Presiden minta semua pejabat di tingkat pusat dan daerah mengembangkan keterbukaan informasi itu dan jangan menutup-nutupinya.

“Kalau informasi tertutup akan menimbulkan kecurigaan,” kata Harmoko ketika mengutip ucapan Kepala Negara. Harmoko yang pernah menjadi Ketua PWI mengakui bahwa masih ada pejabat khususnya di daerah yang sulit dihubungi wartawan.

Dicontohkannya, jika ada yang merasa dirugikan akibat pemberitaan maka pejabat tersebut berusaha memukul wartawan yang bersangkutan. Ia juga memberi contoh bahwa informasi tentang proyek-proyek pembangunan harus dimasyarakatkan karena menyangkut kepentingan orang banyak. Namun kepala negara meminta pula para wartawan agar tidak menyalahgunak an sikap keterbukaan pejabat, misalnya dengan memutarbalikkan fakta.

“Jangan bertindak seperti menginterogasi sumber berita,” pinta Menpen kepada dunia pers. Dicontohkannya jika menghadiri konperensi pers yang diselenggarakan pejabat untuk mengembangkan sikap aman dan tertib maka wartawan janganlah berkata tidak ada berita besar dari pertemuan pers itu.

Dalam kesempatan itu juga berlangsung dialog hangat tentang pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, antara lain yang menyangkut penyebutan nama serta identitas terdakwa. Menurut Harmoko, sebenarnya hal itu sudah tidak perlu dipermasalahkan karena selain kode etik juga ada ketentuan tentang pemberitaan peristiwa di pengadilan.

Masalah ini dipertanyakan wartawan, karena masih ada media yang menyebutkan identitas terdakwa dengan jelas, misalnya nama dan fotonya dimuat sepenuhnya.

Selain itu Menpen mengatakan pihaknya akan mengambil tindakan terhadap media massa yang masih terus menyiarkan kode buntut, karena kode buntut sudah dilarang oleh pemerintah. Di Departemen Penerangan ada sebuah tim yang tugasnya adalah membaca setiap media cetak, tukasnya. Disamping itu, Dewan Kehormatan PWI juga bisa memperingatkan media yang dianggap melanggar ketentuan yang berlaku.

 

 

Sumber : ANTARA (13/03/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 668-669.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.