PRESIDEN PADA PERINGATAN ISRA MI’RAJ:
MARTABAT KEMANUSIAAN DITENTUKAN OLEH KEMAMPUAN UNTUK KENDALIKAN DIRI
Presiden Soeharto menegaskan pentingnya kemampuan mengendalikan diri pada seseorang dalam kaitan nilai serta martabat kemanusiaannya. Dikatakannya, orang yang tidak mampu mengendalikan diri, menurut ajaran agama dinyatakan sebagai teljerat oleh hawa nafsu.
Hal itu dikatakan Presiden Soeharto ketika memberikan amanat pada malam peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW di Masjid Istiqlal, Selasa malam, yang dihadiri ribuan kaum muslimin dan muslimat ibu kota.
Peringatan Isra’ Mi’raj di Masjid Istiqlal yang sudah merupakan kegiatan rutin itu dihadiri Presiden dan Ny. Tien Soeharto, Wakil Presiden Adam Malik, para Menteri, para pejabat dari Lembaga Tinggi Negara, para Perwakilan Negara Sahabat baik negara2 Islam maupun non Islam seperti Dubes Jepang, pejabat2 tinggi Pemerintah dan tokoh2 non muslim seperti tokoh dari MAWI, dll.
Sebelum sampai pada amanat Presiden Soeharto, terlebih dahulu Menteri Agama H. Alamsjah Ratu Perwiranegara menyampaikan pidato sambutannya, sedang uraian tentang hikmah isra’ Mi’raj disampaikan oleh DR. Suparman Sumahamijaya MA, MSc, AK.
Dua pembacaAl Qur’an yang tampil pada malam peringatan yang syahdu itu, yakni A. Muhadjir berasal dari Demak dan Maria Ulfah dari Lamongan. Dalam pada itu, KH R.O Hudaya dari Jakarta memungkasi upacara tsb dengan membacakan doa.
Mengendalikan Diri
Presiden Soeharto mengatakan, Isra’ Mi’raj tidak cukup hanya sekedar kita kagumi, tetapi dengan memperingatinya hendaknya mampu menggugah kesadaran beragama kita.
Dari kesegaran dalam keberagamaan kita harapkan akan tumbuh kekuatan budi dan rohani dalam kehidupan kita, sehinggakita mampu mengendalikan diri.
”Sesungguhnya nilai dan martabatkemanusiaan kita ditentukan diri kita sendiri,” kata Presiden.
Menurut Presiden, ketidakmampuan manusia mengendalikan diri sendiri merupakan kelemahan dalam kehidupan ummat manusia sekarang ini. Ketidak mampuan itu telah membuahkan berbagai gejala yang membahayakan ummat manusia sendiri.
Lebih2 karena di samping ketidakmampuan mengendalikan diri itu justru kemampuan untuk menguasai danmemanfaatkan alam makin bertambah besar, tambahnya lagi.
Presiden mengingatkan, agama pada dasarnya sangat mementingkan masalah kemampuan pengendalian diri tsb. Orang yang tidak mampu mengendalikan diri dianggap sebagai terjerat oleh atau menundukkan diri kepada hawa nafsu yang sangat dicela oleh agama.
Tentang pengendalian diri itu, dinyatakan oleh Presiden, sebagai bukan masalah asing bagi bangsa Indonesia, dan merupakan syarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kemampuan mengendalikan diri itu pulalah yang melandasi kemampuan kita untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila seperti ditekankan dengan jelas dalam P4, kata Presiden menambahkari.
Presiden sambil menekankan lagi mutlaknya kerukunan di antara umat yang berbeda agama, mengingatkan bahwa mewujudkan masyarakat Pancasila yang sosialistis religius menuntut segala kekuatan lahir batin bangsa kita.
Situasi dunia sekarang yang dibayangi oleh keadaan yang tidak menentu ditunjuk oleh Presiden sebagai konelisi yang lebih menuntut kekuatan lahir batin bangsa kita tsb.
Keadaan dunia sekarang ini sangat besar pengaruhnya pada kehidupan dan pertumbuhan bangsa dan negara kita. Dalam keadaan dunia seperti itu kekompakan dan keterpaduan seluruh kekuatan nasional adalah mutlak, kata Presiden menegaskan.
Norma2 Moral
Mengenai masyarakat Pancasila yang sosialistis religius, Presiden lebih Ianjut mengatakan, untuk mewujudkannya memerlukan suatu proses. Mewujudkan cita-cita kekeluargaan dan nilai2 ketuhanan mestilah kita usahakan secara terus menerus dan kita kembangkan dalam seluruh bidang kehidupan.
Dikatakan, nilai2 ketuhanan menuntut tumbuhnya sikap dan perbuatan yang sesuai dengan norma2 moral yang diajarkan oleh agama2 yang bersumber dari Tuhan. Dengan demikian kita harus bersikap jujur satu sama lain dan yang paling penting jujur terhadap diri kita sendiri, jujur terhadap suara hati nurani kita sendiri. Sebab tak satu agamapun yang membenarkan sikap curang.
Kita pun sadar bahwa masyarakat Pancasila tidak mungkin diwujudkan dengan cara2 yang tidak bermoral, kata Presiden.
Mengemukakan hal2 di atas, Presiden menegaskan bahwa yang kita dambakan sebenarnya bukan hanya masyarakat adil dan makmur, melainkan juga masyarakat yang berakhlak. Ini hendaknya mempakan kesadaran dan tugas kita semua, harapan Presiden.
Jadilah Pelopor
MenteriAgamaH. Alamsjah dalam pidato sambutannya al. menyemkan agar umat Islam Indonesia dapat memelopori kehidupan sehat sejahtera lahir-batin bagi bangsa Indonesia umumnya.
Umat islam hendaknya menjadi tulang punggung masyarakat yang adil makmur dalam masyarakat Indonesia yang adil sejahtera, terjauh dari perbuatan tercela, terhindar dari perbuatan tidak terpuji.
Seman Menteri Alamsjah tsb dikemukakan dalam kaitan kupasannya atas kewajiban melaksanakan Shalat limawaktu bagi seorang muslim. Dalam suatu bangsa yang sedang membangun; seperti Indonesia ini, menumt Alamsjah diperlukan bukan saja manusia yang trampil dan kemampuan bekerja, tetapi lebih2 manusia pembangunan yang berkepribadian Indonesia, berakhlak dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Dengan demikian, pembangunan manusia Pancasila bukan hanya, sebagai "human investment" tetapi lebih penting lagi ”human development", manusia yang utuh dan berkeseimbangan antara jasmaniyah dan rohaniyah, katanya.
Berbicara tentang peristiwa Isra’ Mi’raj, Alamsjah mengatakan, tidak dapat diukur dengan abad tehnologi modern sekarang ini. Dengan peristiwa Isra’ Mi’raj justru dapat menunjukkan kepada umat manusia bahwa sesungguhnya "ilmu pengetahuan manusia sangat terbatas”, kata Menteri sambil mensitir sebuah ayat Al-Qur’ an.
Menteri mengingatkan, kemampuan manusia dengan akal fikirannya yang berhasil menemukan teknologi tinggi tidak lain karena rahmat dan karunia Allah. Adalah sikap takabur kepada Allah apabila seseorang merasa besar dan pandai karena penemuannya sendiri, tambahnya.
Mengakui segala hasil penemuan sendiri sebagai karunia Allah adalah cermin iman seseorang, kata Menteri yang selanjutnya menegaskan, sikap seperti itu hendaknya mampu mendorong seorang muslim untuk tekun mempelajari dan menghayati seluruh ciptaan Allah.
Dalam negara Pancasila, kebenaran Allah diakui dan agama dihayati serta diamalkan. Tanah air kita dengan kekayaan alamnya harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat manusia sebagai tanda syukur kepada Yang Maha Pencipta. Memanfaatkan ciptaan Allah tsb, kita lakukan upaya dan kerja keras. Demikian al. Menteri Alamsjah.
Mutu Sumber Daya
Dr. Suparman Sumahamijaya dalam kupasannya tentang peristiwa Isra’ Mi’raj al mengatakan, manfaat terbesar daripada peristiwa Isra’ Mi’raj dan juga peristiwa hijrah (ke Madinah) tiada lain adalah bagaimana caranya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan bukan meningkatkan mutu harta benda.
Sebab pada akhirnya, mutu sumber daya manusialah yang menentukan keberhasilan perjuangan membangun bangsa, katanya.
Menurut Suparman, hal yang demikian telah menjadi pelajaran sejarah petjuangan dan peradaban bangsa2. Betapa suatu bangsa yang tidak memiliki sumber alam yang kaya namun kemudian mampu tampil sebagai bangsa yang besar, katanya memberi contoh.
Suparman dalam pada itu mengingatkan, "sekalipun penderitaan yang disadari sebagai tantangan merupakan syarat untuk maju, namun kemajuan itu sendiri juga membawa suatu penyakit mental, yaitu penyakit lupa." Dan yang paling parah adalah penyakit lupa daratan, lupa pada lingkungan yang masih diliputi kemiskinan dan pengangguran, bahkan juga lupa kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menarik pelajaran dari peristiwa Isra’ Mi’raj, Suparman al. mengaitkan keadaan dunia yang sedang dilanda pengangguran yang merupakan sumber kemiskinan.
Persaingan di dunia sudah tak: terkendalikan lagi, dan dunia sekarang haus akan suatu tata ekonomi baru. Kita sekarang memerlukan suatu konsep teori ekonomi yang mampu menghilangkan pengangguran dan mengaturpersaingan, katanya.
Setelah menyampaikan beberapa ungkapan bemada pertanyaan, Suparman mengatakan, karena masalah pengangguran tidak bisa lagi menunggu-nunggu pemecahannya, maka lahirlah suatu gagasan pendidikan wiraswasta untuk mengurangi derita pengangguran tsb. Demikian al. Dr. Suparman. (DTS)
…
Jakarta, Pelita
Sumber: PELITA (12/06/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 885-888.