PRESIDEN PADA PERINGATAN MAULID NABI: ISLAM MENGAJARKAN SIKAP OPTIMIS
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto menyatakan bahwa agama Islam mengajarkan untuk selalu bersikap optimis dalam menghadapi segala macam tantangan dan persoalan. Al-Quran tegas-tegas menyatakan, putus asa adalah bukan sifat dan sikap seorang yang beriman.
Demikian sambutan Kepala Negara pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lstana Negara hari Rabu malam (11/10). Ini berarti seorang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang lemah semangatnya, mudamudi menyerah menghadapi tantangan dan kesulitan, betapa seluruh bangsa kita.
“Kalau kita ingin panen, kita harus menanam. Kalau kita ingin berhasil, kita harus berusaha.Kalau kita ingin menang, kita harus berjuang. Ini adalah adat dunia. Karena itu kalau kita ingin maju, ingin sejahtera dan ingin hidup dalam masyarakat yang berkeadilan, kita harus berani berjuang dan sanggup berkorban,” kata Kepala Negara.
Ditekankan, kita harus bersedia menunda kesenangan sekarang demi kesenangan yang akan datang. Kita harus bersedia mendahulukan kepentingan masa depan dari pada kepentingan masa kini. Artinya, kita harus bekerja keras, tekun dan jujur demi kepentingan hari, demi generasi yang akan datang.
Semangat Menanam
Menurut Presiden Soeharto salah satu ajaran nabi Muhammad SAW yang sangat penting yang dianggap sangat tepat bagi kita sebagai bangsa yang membangun ialah “semangat” menanam hari ini untuk dipetik hasilnya kelak oleh generasi yang akan datang. Keinginan untuk segera memetik hasil dari menikmatinya sendiri dapat menjerumuskan kita kedalam tindakan yang tidak benar.
Hal itu dapat mendorong kita, untuk berbuat apa saja, tidak peduli salah atau benar, halal atau haram demi kesenangan kita sekarang. Dan hal itu akan melunturkan kesadaran dan tanggungjawab moral kita sehingga kita tega mengorbankan kehidupan anak-cucu kita demi kesenangan kita sendiri.
“Agama kita mengajarkan bahwa kesenangan hidup tidak hanya terdapat dalam masa panen, akan tetapi juga ketika kita sedang menanam. Bahkan kita harus berpantang untuk panen tanpa menanam,” kata Presiden.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini antara lain dihadiri oleh para duta besar dan korps diplomatik negara-negara sahabat serta beberapa menteri Kabinet Pembangunan.
Pada bagian lain, Presiden menyatakan, “Kita akan merasa bahagia karena memperoleh kesempatan ikut serta dalam usaha pembangunan bangsa, sebaliknya kita akan merasa bersalah kalau kita justru melakukan tindakan merongrong pembangunan, apa pun bentuk dan wujudnya.”
Ditegaskan, apa pun alasannya dan bagaimanapun bentuknya rongrongan terhadap pembangunan tidak dapat dibiarkan. Demi kelancaran pembangunan, demi rasa keadilan dan ketenteraman masyarakat, maka penegakan hukum merupakan syarat penting
“Penegakan hukum yang benar-benar ketat dan tanpa pandang bulu merupakan syarat yang tidak boleh dikompromikan untuk membentuk etik kuat dalam kehidupan bangsa, sebaliknya kelemahan dalam bidang etika akan melemahkan bangsa dalam seluruh bidang kehidupan,” demikian Presiden.
Kesenjangan Sosial
Sebelumnya Menteri Agama, H. Munawir Sjadzali, dalam sambutannya mengatakan, kegembiraan semakin semaraknya kehidupan beragama di Indonesia saat ini masih dibayangi suasana keprihatinan. “Kita masih prihatin melihat kenyataan masih tingginya jumlah kasus kenakalan, kekerasan, kejahatan, pembunuhan, penyelewengan, kekerasan dan berbagai kesenjangan sosial lainnya,” kata menteri.
Gejala tersebut, lanjutnya, menimbulkan kesan seolah-olah tidak ada hubungan antara kecenderungan positif keagamaan dengan kecenderungan negatif sosial kemasyarakatan. Seakan-akan tidak ada korelasi antara meningkatnya kekuatan menjalankan ibadah agama dengan kehidupan sehari-hari di luar rumah ibadah.
“Oleh karena itu dapat dimengerti kalau terdengar komentar, kesemarakan hidup beragama di Tanah Air ini pada umumnya masih terbatas pada bidang ritual saja, belum terpantul pada perilaku dan kehidupan di luar ibadah murni,” kata Munawir.
Ditambahkan, kebenaran dari observasi itu antara lain dapat dilihat pada kenyataan bahwa pada umumnya kader kejujuran sebagian besar kita masih dipertanyakan. Cukup banyak di antara kita menyalahgunakan kepercayaan dan wewenang serta menyia-nyiakan amanat.
Sumber : KOMPAS(13/10/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 566-567.