PRESIDEN: PEMERINTAH AKAN KENDALIKAN HARGA BERAS[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengatakan pemerintah akan terus berusaha mengendalikan harga beras untuk menghindari tingginya angka inflasi pada 1994, karena inflasi diharapkan tidak melampaui 10 persen.
“Kalau pada bulan September hingga Desember, harga beras tidak bisa dikendalikan, maka inflasi yang tinggi bisa terjadi lagi,”kata Presiden seperti dikutip Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Soegito kepada pers di Jalan Cendana, Senin.
Soegito yang didampingi Waki l Kepala BPS Hartini Hasan menemui Kepala Negara untuk melaporkan promosi mereka pada jabatan-jabatan tersebut. Soegito menggantikan Aswar Rasjid yang memasuki masa pensiun. Pimpinan BPS melaporkan kepada Presiden bahwa inflasi pada Januari-Agustus telah mencapai 6,85 persen. Hal ini dilaporkan karena tingginya inflasi akibat kemarau panjang juga teijadi pada 1991. Soegito mengatakan, pada periode September-Desember 1991, inflasi mencapai 2,16 persen.Jika angka itujuga teijadi pada tahun ini, maka inflasi masih bisa di bawah 10 persen seperti harapan pemerintah. Khusus mengenai persediaan beras, ia mengatakan berdasarkan perhitungan statistik, maka sebenamya masyarakat tidak perlu merasa khawatir bakal terjadinya kekurangan. “Masyarakat tidak perlu merasa khawatir,” kata Soegito.
Pada Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku, Wasbang dan Indag pekan lalu di Bina Graha, Kepala Negara mengatakan, jika impor beras memang diperlukan maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan oleh masyarakat. Impor hanya akan dilakukan untuk mengamankan persediaan beras.
Pendapatan per Kapita
Kepada Kepala Negara, juga dilaporkan perkiraan lembaga non-departemen ini bahwa pendapatan per kapita di tanah air menjelang akhir Repelita VI sudah bisa mencapai 1.000 dolar AS/kapita/tahun.
“Peningkatan pendapatan per kapita itu bisa terjadi asal tidak terjadi hal-hal yang luar biasa, misalnya devaluasi atau resesi,” kata Soegito yang menambahkan, pendapatan per kapita sekarang adalah 767 dolar AS/tahun.
Dikatakannya pula BPS akan mengubah dasar perhitungan pendapatan per kapita dari yang dipakai pada 1983 menjadi patokan 1993. Perubahan itu dilakukan karena patokan pada 1983 sudah tidak memadai lagi sebab pada saat itu peranan ekspor komoditi migas masih lebih besar dibanding komoditi nonmigas. Selain itu, peranan sektor pariwisata juga mulai meningkat.
Pimpinan BPS juga melaporkan rencana mereka untuk meningkatkan pelayanan data dan angka kepada sektor swasta. Alasan Soegito adalah akibat deregulasi maka peranan dunia usaha swasta lebih besar.
“Selama ini BPS lebih banyak melayani sektor pemerintahan. Di berbagai negara, lembaga statistik juga banyak membantu swasta,” katanya.
Kepada Kepala Negara, juga dilaporkan tentang pendataan jumlah pengusaha kecil yang sekarang mencapai 33,5 juta orang. la menyebutkan, sekarang perlu didefinisikan lagi istilah pengusaha kecil karena di masa lalu ada beberapa kelompok juga disebut pengusaha kecil misalnya supir ojek.
“Sekarang diperlukan konsep baru ten tang pengusaha kecil, karena kegiatan sebagai supir ojek bisa saja hanya merupakan kegiatan sambilan,” katanya. (T.EU02/EU06/12/09/9414:05/RU1/14:36) .
Sumber:ANTARA (12/09/ 1994)
_____________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 365-366.