PRESIDEN: PENDIDIKAN AGAMA DAN MORALPANCASILA HARUS SERASI [1]
Jakarta, Kompas
PRESIDEN SOEHARTO sekali lagi menegaskan, pendidikan moral Pancasila tidak hanya untuk sekadar mengisi kurikulum saja. “Saya ingin mengingatkan kepada para tokoh agama dan pendidikan kita untuk memikirkan dengan sungguh-sungguh, bagaimana agar pendidikan agama dan pendidikan moral Pancasila berjalan serasi dan sating melengkapi ,”demikian kata Presiden dalam pidato sambutan pada peringatan Isra’ Mi’raj yang dihadiri Wakil Presiden dan Ny Tuti Try Sutrisno di Mesjid Istiqlal, Jakarta, hari Kamis malam (29/12).
Sungguh,sambung Presiden, akan sangat besar bahayanya apabila pendidikan agama dan pendidikan moral Pancasial justru saling meniadakan satu sama lainnya. “Jangan sampai terjadi yang satu mengajarkan sikap toleran sedangkan yang lain mengajarkan fanatisme, yang satu mengajarkan semangat kebersamaan sedangkan yang lain mengajarkan pementingan goIongan sendiri,” kata Presiden. Menurut Kepala Negara, hal itu tidak hanya menimbulkan konflik batin dalam diri anak-anak Indonesia, tapi juga menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat dengan segala kemungkinan yang tidak dapat dibayangkan.
Selain itu Presiden mengingatkan pula agar umat Islam betul-betul meresapi agamanya sehingga tidak terjerumus ke dalam pandangan, sikap dan tindakan yang berbau rasialisme, nasionalisme sempit,dan kepentingan golongan sendiri. Sebab, kata Presiden, sikap dan tindakan seperti ini tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama Islam, tetapi juga terbukti menimbulkan bencana kemanusiaan seperti yang dialami di berbagai bagian dunia lain. Kepala Negara mengajak agar kisah Isra’ Mi ‘raj dihayati dengan sungguh sungguh karena di dalamnya terkandung pesan-pesan moral. Dalam kisah Isra ‘ Mi’raj digambarkan betapa bahaya yang akan dialami manusia bila mereka mengabaikan kesucian hidup keluarga, bila mereka menodai hubungan sesarna umat manusia dengan pelecehan dan penindasan. “Sesungguhnya kisah Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita untuk selalu memelihara etika pribadi dan etika sosial demi terwujudnya kehidupan yang berakhlak dan beradab,” kata Presiden.
Selanjutnya Presiden menekankan perlunya merenungkan hal itu, karena bangsa Indonesia telah bertekad untuk mewujudkan masyarakat Pancasila yang dicita citakan. “Bagi kita sudah jelas bahwa ideologi nasional kita, Pancasila, bukan sekadar cita-cita politik, melainkan juga cita-cita moral. Itulah sebabnya, di samping pendidikan agama kita juga memberikan pendidikan moral Pancasila kepada anak-anak didik kita di sekolah dan madrasah, “kata Presiden.
Prihatin
Dalam kesempatan ini Menteri Agama Tramizi Taher juga menyampaikan sambutannya, sedangkan Rois ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH Moh llyas Ruhiat menyampaikan ceramhnya selama hampir satu jam.
Menteri Agama antara lain menyatakan, kerukunan hidup antar dan antara umat beragama serta antara umat beragama dengan pemerintah kini makin meningkat dan semakin mantap. Dikatakan pula, kegiatan organisasi keagarnaan tidak pernah lepas dari pelayanan dan bimbingan serta bantuan pemerintah. Contoh yang paling jelas, kata Tarmizi Taher, adalah Muktamar NU di Cipasung yang rnenelan biaya lebih dari Rp 3 milyar. “Bapak KH Munasir, Ketua Panitia Muktamar dengan polos dan ikhlas menyatakan penyelenggaraan muktamar ke-29 NU ini lebih banyak dibantu pernerintah, sekitar Rp 2 milyar. Tanya Rois ‘Aam terpilih KH Moh llyas Ruhiat,” kata Tarmizi.
Contoh lain, lanjut Tarmizi, adalah sidang raya PGI di Irian Jaya yang menelan biaya Rp 3,4 milyar. “Dengan polos dan jujur, Ketua Umum terpilih Dr Sularso Sopater melaporkan, Rp 2 milyar lebih bantuan pemerintah daerah dan pusat,” katanya. Menurut Tarmizi, bantuan itu bukan bermaksud untuk menentukan siapa yang harus menjadi pemimpin yang harus menjadi pemimpin organisasi keagamaan yang dibantu itu. Pemerintah, sambungnya, sangat menghargai kemandirian organisasi keagarnaan, malahan pemerintah selalu mendorong organisasi keagamaan untuk makin rnandiri dan sehat. “Pemerintah merasa prihatin kalau ada konflik intern umat dan organisasi keagamaan yang berkepanjangan. Kerukunan umat beragama adalah tiang tengah dan besi betonnya persatuan dan kesatuan bangsa yang amat majemuk ini,” ujarnya. Sementara itu KH Moh Ilyas Ruhiat antara lain mengatakan, bagi seorang Muslim, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan suatu kebenaran yang diterima tanpa syarat. Kernudian ia mengingatkan agar umat Islam berhati-hati karena masih banyak goIongan orang yang berpendirian bahwa mereka hanya dapat menerima kebenaran sesuatu bila ia dapat masuk akal atau dapat mereka nalar.
“Padahal dalam kehidupan ini banyak hal yang berada di luar jangkauan kemampuan akal, karena memang kemampuan akal seseorang sangat terbatas, bergantung pada latar belakang pengalamannya ,”tuturnya. (oscl/vik)
Sumber: KOMPAS ( 31/12/1994)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 618-620.