Presiden Perintahkan DEPHANKAM BANTU ANGKUT TRANSMIGRAN

Presiden Perintahkan

DEPHANKAM BANTU ANGKUT TRANSMIGRAN

Presiden Soeharto menginstruksikan penggunaan alat transportasi Hankam untuk membantu kelancaran angkutan transmigrasi. Demikian, Menteri Muda Urusan Transmigrasi Martono mengemukakan kepada pers di Cendana hari Sabtu.

Setelah menemui Presiden atas pertanyaan, Menteri Muda mengatakan dalam proyek transmigrasi bukan lagi masalah penyediaan tanah seperti tahun lalu.

Sudah adanya alat-alat besar di daerah-daerah proyek transmigrasi sekarang ini Menteri P.U. katanya malah sudah mengusulkan kalau bisa pembukaan tanah dilakukan lebih dulu satu tahun sebelum transmigrasi datang.

"Kalau ini bisa terjadi saya sangat gembira sekali," kata Martono. Dengan makin cepatnya dilakukan pembukaan tanah, Menteri mengatakan, tentu mudah diatur kedatangan transmigran, sebab waktunya sudah lebih longgar.

Tetapi kenyataannya, hal ini justru menimbulkan masalah baru lagi, yakni masalah tersedianya sarana angkutan.

Bulan Mei yang lalu saja, katanya, kelancaran pengangkutan transmigran sudah mulai nampak tersendat-sendat, padahal jumlah transmigran yang diangkut aru sekitar 6.000 kepala keluarga.

"Bagaimana nanti jadinya, sebab pada masa-masa mendatang ini kita harus mengangkut transmigran sebanyak 8.000 kepala keluarga perbulan," kata Menteri Muda. Ia menambahkan, selama ini yang bisa diatasi kelancaran angkutan, hanya kalau jumlah transmigran sekitar 4.000 KK/bulan.

Menyadari kenyataan inilah, katanya, mengapa Presiden sampai memutuskan angkutan transmigran akan dibantu dengan alat angkutan Hankam seperti kapal-kapal laut dan sebagainya.

Kalau pengangkutan 8.000 kepala keluarga transmigran benar-benar bisa berjalan lancar dengan bantuan sarana transportasi Hankam, dalam bulan-bulan mendatang ini, diperkirakan semua sisa anggaran tahun-tahun lalu yang diperkirakan masih ribuan kepala keluarga itu sudah dapat diselesaikan sampai akhir tahun 1980 ini. Sehingga, kata Martono tahun 1981 nanti transmigran yang diangkut benar-benar hanyalah yang menjadi program tahun 1980-1981 yaitu sebanyak 75.000 kepala keluarga.

Rumah Prefab Bagi Transmigran

Tantangan masalah yang dilaporkannya kepada Presiden, Menteri Muda itu mengatakan, selain mengenai pelaksanaan program transmigran, juga menyangkut hasil Mukemas (Musyawarah Kerja Nasional). Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Cibogo tanggal 15-20 Mei yang lalu. Martono adalah juga Ketua Umum HKTI.

Hal lain yang menyangkut program transmigrasi adalah tentang rencana pembangunan rumah-rumah transmigran dari bahan prefab, terutama di daerah-daerah transmigran yang sulit kayunya.

Atas pertanyaan, Martono mengatakan, bahan prefab tersebut tidak menambah biaya pembangunan rumah-rumah transmigran.

"Biayanya tetap sama yakni sekitar Rp. 500.000 per 30 meter persegi ruangan ditambah dengan satu WC. Malah kalau dilihat dari segi kualitas justru lebih baik daripada kayu," katanya.

Ia mengatakan, bahan prefab yang dipakai untuk proyek rumah transmigran itu berasal dari hasil produksi dalam negeri.

"Malah yang membuatnya pribumi," kata Menteri Muda.

Menurut Martono, ilalang yang biasanya banyak terdapat di daerah bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku prefab. Sehingga kalau diadakan kerjasama dengan usaha koperasi transmigran di daerah-daerah, transmigran dapat memanfaatkan ilalang di daerahnya menjadi prefab.

Hasil Mukernas HKTI

Tentang hasil Mukemas HKTI yang lalu, Menteri Muda Martono mengatakan, HKTI meminta kepada Pemerintah supaya menciptakan iklim yang baik untuk meningkatkan produksi hasil pertanian Indonesia. "Terserah kepada Pemerintah nantinya bagaimana itu menciptakan iklim yang baik,"jawabnya, sewaktu ditanya apa itu yang dimaksud HKTI dengan iklim yang baik. Namun ia sependapat, kalau hal tersebut memudahkan petani mendapat kredit dari bank.

Menurut dia, HKTI dalam Mukemas di Cibogo tidak menolak kebijaksanaan Pemerintah menaikkan harga BBM di dalam negeri yang berlaku sejak tanggal 1 Mei 1980 yang lalu.

"Mukemas HKTI dapat mengerti kebijaksanaan Pemerintah menaikkan harga BBM," katanya.

Dan memang bagi HKTI, katanya yang menjadi persoalan pokok bukan soal kenaikan harga BBM, tetapi bagaimana usaha untuk menaikkan daya beli masyarakat.

"Bagaimana caranya menaikkan daya beli, sehingga kalaupun sampai terjadi kenaikan harga 7 kali sehari, masyarakat tetap dapat membayar, itulah persoalannya," kata Martono.

Menurut HKTI, cara untuk meningkatkan daya beli antara lain dengan bekeija keras meningkatkan produksi. Untuk itulah mengapa HKTI meminta kepada Pemerintah supaya menciptakan iklim yang baik dalam usaha meningkatkan produksi ini, katanya.

Percetakan Sawah Baru

Ditanya komentamya tentang hasil Sidang Kabinet terbatas Bidang Ekuin yang lalu, terutama dalam hal kebijaksanaan Pemerintah mencetak sawah baru sebanyak

350.000 hektar dalam Repelita Ill ini, Menteri Muda Martono mengatakan, menurut Undang-undang Pemerintah memang dapat menyita tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya. Namun mengingat prinsip musyawarah mufakat seperti yang diajarkan dalam Pancasila, Pemerintah tidak perlu secara drastis menyita tanah tersebut dulu. Diakui, persoalan tanah termasuk pelik terutama tanah yang kurang jelas siapa pemiliknya.

Tetapi dengan cara yang ditempuh oleh Pemerintah sekarang, yakni mencetak tanah yang bersangkutan menjadi sawah dulu, tentu nantinya akan ada yang merasa keberatan.

"Jadi secara tidak langsung, kita nanti dapatmengetahui siapa sesungguhnya pemilik tanah," katanya. Dan penyelesaian selanjutnya sudah bisa dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Menteri Muda Martono, khusus untuk membimbing dan membina kesadaran para petani dan bidang hukum pertanahan, tanggal 17 Mei yang lalu. HKTI sudah membentuk satu badan baru dengan nama Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum HKTI. Lembaga ini semacam LBH untuk petani khusus di bidang masalah pertanahan, katanya.

Dikatakan, sekalipun masih baru berbentuk Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum HKTI sekarang ini sudah mulai sibuk dengan soal-soal pertanahan. (DTS)

Jakarta, Suara Karya

Sumber: SUARA KARYA (09/06/1980)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 971-973.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.