PRESIDEN: PERS PERLU BANYAK LIPUT DIALOG DALAM RAPAT DPR

PRESIDEN: PERS PERLU BANYAK LIPUT DIALOG DALAM RAPAT DPR

 

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengharapkan, agar pers banyak meliput dialog atau acara tanyajawab antara komisi-komisi di DPR dengan pemerintah atau pihak-pihak lainnya dalam rapat kerja atau dengar pendapat.

“Presiden menilai sangat baik dialog dalam rapat kerja atau dengar pendapat diperbanyak, dan persjangan hanya mengambil kesimpulannya saja,” demikian kata mantan Ketua DPR/MPR Mohamad Kharis Suhud kepada para wartawan seusai bertemu Kepala Negara di Bina Graha, Jakarta hari Senin kemarin (12/10).

Menurut M.Kharis Suhud, dialog dalam dengar pendapat atau rapat kerja harus diliput atau diikuti, “Jadi siapa yang mengemukakan pendapat, yang bertanya dan bagaimana jawaban pemerintah, pertanyaan-pertanyaan berbobot dari siapa saja yang tidak berbobot dari siapa saja, ini kan suatu kontrol pers terhadap anggota DPR. Anggota akan malu dikatakan kurang baik perfomancenya,” tegasnya.

Dalam kesempatan kemarin Kharis Suhud sekali lagi minta kepada pers agar selalu mengumumkan jadwal mingguan rapat-rapat DPR di surat kabar. “Saya terima kasih kepada pers, tapi saya minta satu hal ini, karena sejak dulu hal ini sulit untuk dipenuhi. Tidak berat kan permintaan saya ini, jadwal mingguan rapat-rapat DPR supaya dimuat, agar rakyat tahu bahwa minggu ini DPR akan membicarakan apa, dan menteri siapa yang akan datang,” kata Kharis Suhud.

Permintaan ini, kata Kharis Suhud, berkaitan dengan pencanangan keterbukaan yang memerlukan bantuan dari pers.

“Tata-tertib DPR mengizinkan, pada dasarnya, rapat-rapat di DPR bersifat terbuka, jadi rakyat boleh mendengarkan, jangankan rakyat, turis pun boleh datang,” ujarnya. Menurut dia, kalau kini di DPR semakin terbuka, maka perlu ada dialog yang semakin banyak. “Jadi kalau sudah terbuka semua, tidak vokal terus bagaimana kan tidak bunyi,” ujarnya. Dikatakan kalau pada waktu lalu lebih banyak ditekankan pada baca-membaca maka kini harus diperbanyak dialognya.

Artinya sebelum berlangsung dengar pendapat atau rapat kerja, biasanya DPR mengajukan pertanyaan tertulis lalu dijawab pemerintah secara tertulis. Lalu selama rapat kerja atau dengar pendapat berlangsung, pertanyaan dan jawaban tertulis dibacakan oleh menteri atau pejabat lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. “Ini menyebabkan waktu untuk tanya jawab tidak ada, atau sedikit, maka di masa saya, keadaan saya ubah, tidak lagi begitu, tanpa pertanyaan pun tidak mengapa asal menterinya datang lalu dialog,” ujarnya.

Namun, Kharis Suhud mengatakan, belum puas karena selama ia menjabat Ketua DPR/MPR belum melihat dialog dalam rapat kerja dan dengar pendapat seperti yang diinginkan. “Jadi dulu dengar pendapat umum diadakan hanya kalau ada RUU, misalnya mendatangkan para pakar atau profesor-profesor yang berkaitan atau pedagang dan pengusaha. Padahal mengadakan dengar pendapat umum seharusnya bukan hanya untuk RUU saja, tapijuga perlu setelah mengadakan kunjungan kerja”, Ujarnya.

Tapi ia menilai dengar pendapat umum selama ini sudah cukup banyak dibandingkan dengan masa lalu. Ia juga menekankan perlunya DPR tempat para wakil mereka, tuturnya.

Kharis kemudian memperlihatkan contoh rakyat yang berbondong-bondong ke DPR. “Ini kesulitan saya selama jadi Ketua DPR/MPR, mereka datang ke DPR tapi kepada siapa mereka harus mengadu, dan dari pihak DPR sendiri masih belum jelas siapa yang hams menghadapi mereka. Kalau disuruh menghadap F-KP tidak semua rakyatnya berasal dari Golongan Karya, diharuskan ke D-PDI, tidak semua rakyat yang mengadu dari PDI, akhirnya diserahkan kepada ketua, maka selalu pada ketua,” katanya.

Kalau rakyat yang datang itu, kata Kharis Suhud, diserahkan kepada komisi­komisi maka sering dijumpai bahwa komisi tidak ada orang. Orangnya baru pergi atau sedang rapat. Kharis Suhud, mengharapkan masalah ini bisa dipecahkan dengan penunjukan orang yang bertanggungjawab menghadapi hal-hal sempa itu. “Misalnya bila ada orang yang datang dari daerah Sunter, maka orang ini yang disuruh maju, dia yang nanti memperjuangkan,” ujar Kharis Suhud.

Selama ini, kata Kharis, bila menghadapi hal seperti ini, Fraksi ABRI yang dimajukan. “Untunglah kita ini memiliki Fraksi ABRI, saya bangga kita punya Fraksi ABRI, sebab rakyat yang berasal dari berbagai golongan itu bisa ditampung oleh Fraksi ABRI. Oleh karena itu saya hams memberi salut, ini harus saya katakan,” ujarnya.

 

Pertanyaan Solihin

Dalam jumpa pers di Bina Graha hadir pula Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang) Solihin GP. Dengan berkelakar ia bertanya, “Apakah mengurusi Yayasan Asmat tidak terlalu kecil untuk Pak Kharis Suhud yang bisa mengurusi hal lebih besar lagi dari bangsa ini .”

Dengan bergurau pula Kharis Suhud mengatakan baginya tidak ada pekerjaan yang kecil itu untuk kepentingan rakyat. “Tapi rakyat Indonesia kan cukup banyak walaupun masalah Asmat itu penting tapi bagi Pak Kharis kan ini masalah kecil, kan Pak Kharis·Suhud harus vokal, jangan cari ending yang aman dong,” kata Solihin GP.

Pertanyaan Solihin ini berkaitan dengan pernyataan Kharis Suhud yang akan menkonsentrasikan diri untuk mengembangkan Yayasan Asmat setelah lepas dari jabatan Ketua DPR/MPR. “Seperti Saudara tahu, tetap akan mengembangkan Yayasan Asmat, karena sampai sekarang perkembangan suku Asmat sangat lamban sekali, karena tempatnya cukup jauh, untuk pergi satu orang sudah menelan biaya Rp 2,5 juta pulang balik,” ujarnya.

Karena itu setelah tidak lagi di DPR/MPR Kharis Suhud akan berkonsentrasi di Yayasan Asmat. “Terutama akan saya titik beratkan pada kegiatan pendidikan,” ujarnya sambil menyebutkan lima program pokok Yayasan Asmat, yakni pendidikan, kesehatan, pelestarian budaya, ekonomi dan turisme.

Pendidikan di Asmat, katanya , tidak bisa hanya dengan sekolah saja, tapi juga harus langsung dipraktekkan. Karena itu Kharis Suhud akan terus mencari kader-kader yang bisa dikirim ke Asmat di Irian Jaya. “Yang penting dalam pendidikan yaitu yang berkenaan cara-cara menghadapi alam, misalnya perikanan, jadi harus ada instruktur perikanan yang bertugas di sana, mulai dari cara merajut jaring, cara menangkap ikan dengan jaring dan kapal motor serta cara memperbaiki motor rusak, dan harus ada orang yang terus nongkrong, karena di sana orangnya mudah cepat lupa,” ujarnya lanjut.

Kemarin Kharis Suhud didampingi para mantan Wakil Ketua DPR lainnya, ditambah Drs. Soerjadi yang masih tetap sebagai Wakil Ketua DPR/MPR. Mereka adalah R Soekardi, Saiful Sulun, Dr. HJ Naro dan R. Soeprapto. Kedatangan mereka ke Bina Graha untuk pamit kepada Presiden, setelah mereka lepas dari jabatan pimpinan DPR.

 

Vokal

Ditanya mengenai perlunya anggota DPR tetap vokal, Kharis Suhud mengatakan, tidak mungkin anggota DPR hanya diam saja. Namun tetap diingatkan, bahwa bangsa Indonesia menganut ideologi Pancasila. Jadi walaupun anggota DPR vokal tapi harus mengikuti etika Pancasila.”Karena itu tidakmungkinkalau kita mengikuti keadaan yang disiarkan oleh CNN, yakni perdebatan antara Presiden dengan calon Presiden di Amerika,…tidak bisa seperti itu kita ambil over begitu saja,” ujarnya. “Anggota DPR di Indonesia memang harus vokal, tapi tetap menurut aturan, yakni masih dalam etika Pancasila, dan tetap dalam UUD 1945 dan dalam aturan tata-tertib DPR,”lanjutnya.

Jadi mereka yang vokal selama ini tidak dipilih lagijadi anggota DPR, karena tidak mengikuti aturan tata-tertib? “Lho,itu siapa yang mengatakan begitu…karena hal itu menyangkut persoalan dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat) organisasi peserta pemilu, dankita ketahui pemilihan umum di sini bukan memilih orang, yang dipilih tanda gambar, jadi tergantung yang menguasai tanda gambar itu, yang nanti akan menempatkan orang-orang,” lanjut Kharis Suhud.

Lebih lanjut wartawan mengajukan pertanyaan mengenai masalah jabatan ketua DPR dan MPR yang dirangkap. Menanggapi hal itu, Kharis Suhud mengatakan, hal itu tergantung perkembangan keadaan. Tapi perlu dikatakan, janganlah kita terlalu mengkristalisasikan sesuatu dalam masyarakat yang sedang berkembang, jadi jangan terlalu mudah menentukan keharusan ini dan itu, lihatlah dinamika dalam masyarakat jadi nanti kalau masyarakat menghendaki untuk tidak disatukan ya terserah, ujarnya lanjut.

 

LVRI dan DPA

Kemarin Presiden juga menerima para pimpinan DPA, terdiri M. Panggabean (ketua), Prof. Dr. Soehardiman SE (wakil ketua Komisi Bidang Politik), Soekamdani Sahid Gitosardjono (Wakil Ketua Komisi Bidang Ekuin), Nani Soedarsono (Wakil Ketua Komisi Bidang Kesra) dan GH Mantik (Wakil Ketua Komisi Bidang Hankam). Mereka melaporkan hasil kunjungan ke RRC baru-baru ini.

Usai bertemu pimpinan DPA, Presiden menerima pimpinan Legiun Veteran, terdiri dari Letjen (Purn) Achmad Tahir, Letjen (Purn) Dashari, Ny. RATahirdan Letjen (Purn) T.A Aziz. Mereka melaporkan terpilihnya Legiun Veteran RI (LVRl) menjadi Ketua Organisasi Veteran Negara-negara ASEAN (VCONEC) untuk masa dua tahun mendatang. Konferensi VCONEC mendatang akan dibuka Presiden di Istana Negara tanggal 15 Desember. Konferensi ini akan ditutup dengan perjamuan di Puri Agung Hotel Sahid Jakarta tanggal 19 Desember 1992. Sebelumnya, Presiden juga menerima Menko Polkam Sudomo dan Kepala BKKBN Pusat Haryono Suyono.

 

 

Sumber : KOMPAS (13/10/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 331-334.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.