Presiden Prihatin: PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA PENYELUNDUPAN TERLALU RENDAH
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto menyatakan keprihatinannya terhadap putusan hakim di pengadilan yang menjatuhkan vonis terlalu rendah terhadap pelaku penyelundupan.
Karena nya, Kepala Negara menugaskan Menko Polkam Sudomo untuk segera membicarakan masalah itu dengan ketua Mahkamah Agung Ali Said dan menteri Kehakiman Ismail Saleh.
Kepada Menko Polkam Sudomo di Bina Graha hari Senin, Kepala Negara mempersoalkan sinyalemen yang dikemukakan Jaksa Agung bahwa putusan hakim terlalu rendah. “Penyelundup harus dihukum berat karena membahayakan pembangunan”, tandas Kepala Negara.
Sudomo mengakui pemerintah memang tidak boleh ikut campur dalam urusan pengadilan. Tapi Sudomo mengingatkan, praktek penyelundupan merupakan kegiatan subversi yang bisa mengacaukan pembangunan, sehingga semua pihak harus satu bahasa mencegah dan melakukan tindakan tegas agar penyelundupan itu bisa dikikis sekecil kecilnya.
Digambarkannya, akibat praktek penyelundupan itu besar sekali kerugian yang ditimbulkan. lndustri dalam negeri bisa mati karena mendapat saingan yang bisa menjual barangnya lebih murah. Akibatnya industri dalam negeri bisa gulung tikar, dan buruhnya terkena PHK. Tentunya situasi ini akan menimbulkan keresahan sosial yang bisa mengacaukan pembangunan.
“Kita tidak boleh ikut campur keputusan pengadilan, oleh karena itu saya ditugasi untuk menghubungi Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung, bagaimana ini, bisa nggak para hakim itu menyesuaikan diri mengikuti perkembangan negara dan bangsa ini,” kata Sudomo.
Jengkel
“Terus terang,” kata mantan Pangkopkamtib ini, “saya juga merasajengkel dengan keputusan hakim sekarang ini.”
“Saya kira tukang becak pun mengerti bahwa penyelundupan dalam bentuk apa pun tidak bisa ditolerir. Kok ini ada hakim-hakim yang belum mengerti. Ini titik persoalannya,” tandas Sudomo sambil mengacung-ngacungkan telunjuknya.
Diharapkannya, “Hakim-hakim itu punya kesadaranlah ….!” Walaupun saya bukan ahli hukum, tambah Sudomo. “Tapi hukum pun harus kita sesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan, tanpa mengurangi rasa keadilan masyarakat.” Sudomo tidak mengungkapkan kasus konkret untuk memperkuat penilaian
pemerintah tentang terlalu rendahnya putusan hakim itu. Namun akhir pekan lalu Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono menyatakan kecewa atas putusan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dalam perkara penyelundupan barang elektronik ini, hakim ketua Sunyoto SH menjatuhkan vonis enam bulan, masa percobaan satu tahun dan denda Rp 5 juta. Padahal jaksa menuntut empat tahun dan denda Rp 40 juta terhadap terdakwa yang sebelurnnya buron dan dicari-cari sejak lama.
Ketika ditanya di mana letak kelemahannya sehingga hakim bisa menjatuhkan hukuman yang ringan, Sudomo berpendapat hal ini menyangkut masalah mental para hakim. “Mental yang belum bisa menyesuaikan pada perkembangan dan kemajuan pembangunan nasional kita sekarang ini,” katanya dengan nada jengkel.
Boleh ditulis, ini masalah mental tandasnya lagi. “Banyak para hakim yang belum bisa satu bahasa, belum bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan pembangunan nasional”.
Tindak Lanjut Srigunting
Kepada Presiden juga dilaporkan tindak lanjut operasi pemberantasan penyelundupan Srigunting di Kepulauan Riau. Pekan lalu Sudomo berkunjung ke Batam, mengadakan rapat dengan pemda dan mengkoordinasikan langkah penanggulangan agar harga sembilan bahan pokok stabil pada harga yang wajar. Karenanya, Dolog setempat segera memasok kebutuhan pokok untuk kepulauan itu. “Saya akan cek pelaksanaannya,” tambah Menko Polkam.
Dalam hal ini, Presiden memberi petunjuk agar kapal bekas basil tangkapan operasi Srigunting dipergunakan untuk mengangkut kebutuhan pokok bagi masyarakat itu.
Dilaporkan pula bahwa instruksi Presiden mengenai dilakukannya pengadilan di lapangan terhadap kasus penyelundupan telah dilaksanakan dengan baik. Sementara mengenai pengawasan penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) sekarang ini makin ditingkatkan dengan menambah armada patroli. “Sehingga walau anggaran terbatas pengawasan sudah dapat ditingkatkan,” demikian Sudomo.
Sumber : KOMPAS (14/03/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 530-532.