PRESIDEN : PRODUKTIVITAS MENYANGKUT TANGGUNG JAWAB BERSAMA
Jakarta, Merdeka
Peningkatan produktivitas merupakan masalah yang sangat mendasar sifatnya, karena itu, perlu dilakukan pendekatan secara terpadu dengan melakukan kerjasama yang seerat-eratnya antara semua pihak yang terlibat dalam semua proses produksi, mulai dari para pekerja, para pemilik perusahaan dan instansi-instansi Pemerintah.
Penegasan tersebut dikemukakan Presiden Soeharto ketika membuka Kampanye Produktivitas Nasional 1987 dan Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu 1987 di Istana Negara, Kamis.
Menurut Kepala Negara, peningkatan produktivitas juga harus dirasakan sebagai tanggung jawab bersama dan perlu diyakini sebagai kepentingan bersama. Sebab tinggi atau rendahnya produktivitas tidak saja menyangkut penghasilan pekerja, tapi juga menyangkut hidup atau matinya perusahaan.
“Dalam skala nasional, maka peningkatan produktivitas tidak saja menyangkut tingkat produksi, tetapi juga menyangkut pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan bangsa kita dalam arti yang luas,” katanya.
Pada awal sambutannya Presiden Soeharto mengemukakan, dewasa ini sedang dilaksanakan pembangunan nasional jangka panjang pertama yang mempunyai tujuan mewujudkan landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan nasional jangka panjang pertama itu, dilaksanakan dengan melakukan lima kali Repelita secara berturut -turut dan sambung-menyambung.
Dewasa ini dilaksanakan tahap akhir Repelita IV yang bertujuan membangun kerangka landasan yang akan dimantapkan lagi dalam Repelita V. Agar Repelita VI nanti dapat mulai dilaksanakan rencana pembangunan nasional jangka panjang kedua.
Disebutkan selama melaksanakan pembangunan itu diletakkan prioritas pada bidang ekonomi dengan menjadikan bidang pertanian sebagai pusat medan juang. Namun disadari bahwa masyarakat yang dicita-citakan tadi haruslah merupakan masyarakat industri. Tetapi disadari pula masyarakat industri yang ingin diwujudkan akan kukuh dan kuat bila didukung oleh pertanian yang tangguh. Karena masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila haruslah merupakan masyarakat industri yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh.
Di bidang tanaman pangan misalnya, jika pada tahun 1969 sewaktu mulai di dilaksanakannya pembangunan, produk beras hanya mencapai kurang dari 12,5 juta ton, sehingga harus diimpor beras hampir 1 juta ton. Tahun 1985 bangsa Indonesia mampu swasembada, dan tahun lalu produksi beras mencapai hampir 27 juta ton. Meskipun demikian, usaha peningkatan produksi di bidang pertanian ini harus ditingkatkan, agar bidang pertanian dapat dikembangkan makin kukuh untuk mendukung pembangunan industri.
“Untuk itu semua produktivitas nasional harus dapat terus kita tingkatkan. Sebab, peningkatan produktivitas akan meningkatkan hasil produksi secara keseluruhan. Dan peningkatan hasil produksi akan meningkatkan penghasilan masyarakat dan makin mendorong lajunya pembangunan,” tambahnya.
Kepala Negara menilai pula, usaha. meningkatkan produktivitas memang harus dilakukan di seluruh bidang pembangunan dan seluruh kegiatan bangsa dengan itu harus ditumbuhkan motivasi pengadilan masyarakat, dan dengan sendirinya menyangkut sikap mental yakni penghargaan yang tinggi terhadap kerja, disiplin diri yang kuat dan semangat berprestasi yang tak pernah kendor.
Selain itujuga harus ditingkatkan keterampilan masyarakat, agar mereka mampu bekerja dan berprestasi. Ini menyangkut, baik kemampuan teknis maupun pengelolaan yang sangat diperlukan dalam mengejar berbagai keterbelakangan.
Tolok Ukur
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja Sudomo mengatakan, efisiensi dan produktivitas yang merupakan faktor penting dalam strategi menajemen sebagai kunci keberhasilan dan kemajuan tiap usaha hakekatnya telah ditegakkan dan terus menerus ditingkatkan.
Dalam kaitan ini, telah dikeluarkan Instruksi Presiden No. 15 tahun 1968 yang menyebutkan bahwa produktivitas perlu ditegakkan dengan pemanfaatan segala faktor ekonomi, khususnya tenaga kerja secara efisien, ekonomis dan efektif.
Dijelaskan pula, produktivitas secara teknis adalah rata dari apa yang dihasilkan terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan, yang terdiri atas tiga unsur penting ialah pertama, investasi fisik termasuk penerapan pengetahuan dan teknologi secara riset, kedua, manajemen dan ketiga, tenaga kerja. Tolok ukur produktivitas secara nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dan secara perorangan hasil kerja tiap jam per orang.
tahun 60-an menjadi pendapatan menengah 590 dolar AS dan pada saat sekarang, sektor pertanian yang merubah Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia sekitar dua juta ton per tahun, menjadi negara yang berswasembada beras, melalui peningkatan produksi gabah kering giling 2,4 ton per ha. sektor industri yang telah mampu ekspor minyak, LNG, semen, pupuk, tekstil, garam dan lainnya. Peserta Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu adalah 718 orang, sedang yang hadir dalam acara pembukaan adalah 350 orang, yakni yang 87 orang adalah undangan selektif dalam rangka bulan kampanye bulan Nasional Produktivitas Tahun 1987, kemudian 263 orang terdiri dari peserta Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu tahun III 1987. Peserta dalam negeri 172 orang, luar Negeri 91 orang yakni dari Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan, Korea dan Muang Thai. (LS)
Sumber: ANTARA (31/07/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 505-507.