PRESIDEN SETUJUI LOKAKARYA PERUNGGASAN

PRESIDEN SETUJUI LOKAKARYA PERUNGGASAN

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto menyetujui usul lokakarya perunggasan Nasional bagi penyempurnaan operasional pola usaha perunggasan dengan tetap berpedoman pada Keppres 50/81 yaitu skala usaha per unit usaha 5.000 ekor ayam petelur dan 750 ekor ayam pedaging/minggu.

Ketika menjelaskan hal tersebut kepada pers sesudah melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha, Senin, Menmud Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan Hutasoit mengatakan para produsen boleh berkelompok untuk mencapai efisiensi yang tinggi bagi penyaluran sarana produksi dan juga hasil produksinya.

Hutasoit mengemukakan, penyempumaan pola PIR Perunggasan juga mencakup ketentuan bahwa inti harus mempunyai kemampuan untuk menyediakan dan menyalurkan sarana produksi serta pemasaran telur atau ayam pedaging.

Ia mengatakan yang bisa menjadi inti antara lain adalah industri pembibitan, industri pakan, toko yang menjual berbagai keperluan produksi (poultry shop), serta industri pengolahan.  Bentuknya adalah koperasi, swasta, atau BUMN.

“Usaha ini tetap merupakan pemilikan mandiri seseorang, jangan atas nama pemilikan palsu atau semu,” katanya.

Sementara itu ia menambahkan bahwa akan dibentuk sebuah wadah baru untuk memperjuangkan kepentingan berbagai pihak dibidang perunggasan yang bernama Dewan Perunggasan Indonesia (Deperindo).

“Selama ini sudah berdiri secara menjamur 12 organisasi perunggasan yang masing-masing memiliki suara dan kepentingan yang selalu berpolemik sehingga membuat kita bingung,” kata Hutasoit.

Ia menjelaskan dengan adanya wadah Deperindo tersebut maka akan dilakukan penataan untuk menangani organisasi-organisasi perunggasan ini.

Dalam kesempatan itu ia juga menyampaikan saran tentang Banpres bagi nelayan kecil yang sekarang sudah terhenti sama sekali.

Hutasoit menolak memerinci hal ini karena Kepala Negara masih akan mempelajarinya. Iajuga melaporkan kunjungannya ke daerah untuk melihat pembudidayaan ikan hias arwana yang nama sebenarnya adalah siluk.

Sumber: ANTARA (28/09/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 845-846

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.