PRESIDEN SOEHARTO: ADANYA KERESAHAN WAJAR, TAPI JANGAN SENGAJA DIBESARKAN-BESARKAN

PRESIDEN SOEHARTO: ADANYA KERESAHAN WAJAR, TAPI JANGAN SENGAJA DIBESARKAN-BESARKAN

Menanggapi sinyalemen akhir-akhir ini mengenai adanya keresahan di kalangan masyarakat, Presiden Soeharto Jumat kemarin menyatakan pendapatnya bahwa adanya keresahan itu wajar, lebih-lebih dalam masyarakat yang sedang membangun seperti Indonesia ini. Tapi ia mengingatkan, apabila adanya gejala keresahan itu sengaja dibesar-besarkan di luar proporsinya, maka akan merugikan masyarakat dan pembangunan itu sendiri.

Presiden mengemukakan pendapatnya itu ketika berbicara di depan para peserta penataran pemuka agama seluruh Indonesia di Istana Negara. Ia mengatakan membangun berarti mengadakan perbaikan perubahan dan bahkan perombakan. Dan dalam alam pembangunan yang penuh perobahan itu tidaklah dapat dihindari adanya keresahan yang disebabkan rasa kurang puas atau tidak puas baik karena merasa dirugikan atau yang merasa kepentingannya tidak atau kurang diperhatikan.

"Saya juga tidak memungkiri bahwa sebagian rasa resah itu juga disebabkan adanya ekses-ekses yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan dan akibat samping yang justru tidak kita inginkan." kata Presiden. ‘Tetapi yang perlu kita lakukan adalah bagaimana mengatasi ekses-ekses yang telah timbul dan berusaha menghindarinya di masa-masa yang akan datang.

Lewat Aturan Permainan

Menurut Presiden yang juga penting untuk disadari adalah bagaimana menyalurkan dan mengemukakan rasa resah itu. Dikatakan. jika rasa keresahan itu dapat disalurkan lewat aturan permainan yang digariskan berdasar UUD 1945,maka gejala keresahan itu bahkan dapat merupakan dinamika dalam masyarakat, yang memang diperlukan masyarakat yang sedang membangun.

"Tapi, apabila adanya gejala itu sengaja dibesar-besarkan diluar proporsi dan tidak terkendalikan, maka malah dapat merugikan masyarakat dan pembangunan itu sendiri," demikian peringatan Presiden.

Ia menambahkan, hal itu sengaja disinggungnya di depan para pemuka agama, "sebab saya rasa sebagai pemuka agama yang hidup dan bergaul akrab dengan masyarakat, saudara-saudara dapat menyelami lebih dalam apa yang menyebabkan adanya perasaan resah itu."

Kuasai Diri Sendiri

Lebih jauh ia mengemukakan, makin besar tujuan, makin banyak rintangan yang harus dihadapi. Dan rintangan paling berat untuk diatasi bukanlah di luar. Tapi justru dalam diri sendiri.

"Dan di sini kita kembali terbentur pada masalah kemampuan menguasai diri," katanya.

Menurut pendapat Presiden, dalam hubungan itulah tampak arti penting penataran yang di selenggarakan selama ini, yang diharapkan dapat memperkecil atau mengurangi rintangan yang bersifat subyektif itu dengan pemahaman kembali gagasan-gagasan dasar kita sendiri.

Ditekankan pula arti penting keterlibatan para pemuka agama dari semua agama, dalam usaha memasyarakatkan Pedoman Penghayatan & Pengamalan Pancasila. Bukan hanya karena mereka pimpinan dalam masyarakat. Tapi yang lebih penting adalah, dengan pemasyarakatan P4 oleh para pemuka agama, akan makin kokoh dan eratlah suasana kerukunan dan persaudaraan di antara masyarakat yang berbeda­beda agamanya.

Kepada para pemuka agama itu, Presiden mengingatkan bahwa arti Masyarakat Pancasila yang diidamkan itu adalah masyarakat yang bersifat sosialistis-religius. Ini berarti bukan masyarakat yang induvidualistis, juga bukan yang totaliter.

”Masyarakat Indonesia jelas bukan sekularitis, tapi juga bukan masyarakat yang berdasarkan atas suatu agama," demikian Presiden Soeharto.

Ia tambahkan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang percaya dan takwa kepada Tuhan YME. Karena itu, agama punya kedudukan dan peranan asasi dalam pembangunan bangsa. Dan ia pun minta agar kegiatan pembinaan keagamaan tercakup pula usaha memasyarakatkan P4.

"Saya harapkan dalam usaha makin menyemarakkan kehidupan agama. sekaligus akan makin memapankan Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara serta bangsa kita," demikian Presiden.

245 peserta

Acara pertemuan dengan para peserta penataran pemuka agama itu dihadiri pula oleh Mendagri Amir Machmud, Menteri PAN Sumarlin, Mensesneg Sudharmono dan Jaksa Agung Ali Said. Peserta penataran itu berjumlah 245 orang dari pusat dan daerah. terdiri pemuka agama Islam 195 orang, Kristen Protestan 24, Katolik 12, Hindu 10 dan Budha 4 orang.

Mereka mengikuti penataran P4 itu dari tanggal 25 Juni sampai 6 Juli dan menurut Pembina Penataran Amir Machmud mereka semuanya bersungguh-sungguh, disiplin dan penuh tanggungjawab dalam mengikuti penataran tersebut. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (07/07/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 120-122.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.