PRESIDEN SOEHARTO: BANGSA INDONESIA HARUS KEMBALI KE PRINSIP ORBA[1]
Jakarta, Merdeka
Presiden Soeharto mengajak seluruh masyarakat, baik para pemuda, mahasiswa dan cendekiawan agar kembali kepada prinsip-prinsip perjuangan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan. Yaitu, bertekad untuk melaksanakan kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar, pandai melihat, sebab kalau membiarkan mereka (yang mengembangkan demokrasi di luar Demokrasi Pancasila-Red) ini akan menjadi lawan daripada Pancasila itu sendiri, sama halnya itu dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dulu,” ujamya.
“Pancasila sebagai dasar negara,ideologi danpandangan hidup dalam bemegara, berbangsa dan bermasyarakat harus selalu dipegang teguh. Jangan kemudian mempunyai tafsiran dan konotasi lain,”kata Kepala Negara kepada wartawan di atas pesawat DC-I 0 Garuda Indonesia dalam petjalanan kembali dari New Delhi, India ke Jakarta, Jumat (17/ 12) sore.
Presiden mensinyalir sekarang iniada yang selalu harus akan keterbukaan dan kebebasan, serta menilai seolah-olah pemerintah berada diluar sistem ketatanegaraan.
“Pemerintah bukan melaksanakan pikiran daripada otak saya sendiri. Itu sama sekali tidak. Saya menerima amanat GBHN dari MPR. Tapi memang saya harus memeras otak pula agar pelaksanaan amanat dalam GBHN itu berjalan sebaik baiknya,” tegas Presiden Soeharto.
“Pemerintah kita adalah Pemerintah Negara RI yang berdiri atas dasar konstitusi dan melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),” kata Kepala Negara.
Ditegaskan pula, bahwa demokrasi yang ingin dikembangkan di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Bukan lantas menuntut demokrasi lainnya.
“Di sini pers juga harus pandai-pandai melihat, sebab kalau membiarkan mereka (yang mengembangkan demokrasi di luar demokrasi Pancasila. red) ini akan menjadi Iawan daripada Pancasila itu sendiri, sama halnya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dulu, ujarnya.
Ditegaskan oleh Presiden,PKI dulu menerima Pancasila sebagai pemersatu. Tapi apa pikiran dari PKI? Kalau sudah bersatu tidak perlu Pancasila lagi dan mereka ingin mengganti ideologi bangsa ini dengan komunisme.
“Alhamdulillah kita bisa mengatasi itu,” katanya.Presiden mengingatkan agar masyarakat tidak hanya menuntut kebebasan demi kebebasan saja. Artinya, kebebasan yang lebih luas hanya untuk menuruti kemauannya sendiri atau kehendaknya sendiri, atau kepentingan dirinya sendiri. Karena itu, sudah bertentangan dengan Pancasila.
“Pancasila itu mempunyai sifat monodualistis. Kodrati yang monodualistis, sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Tidak hanya individu saja tetapi juga makhluk sosial. Bahkan harus bertekad kapan kepentingan individu dan golongan itu harus dikorbankan untuk kepentingan yang lebih besar,” katanya.
Dengan demikian,jika ada yang meninggalkan kepentingan yang lebih besar hanya untuk kepentingan individunya saja, ini sudah bertentangan dengan Pancasila. “Mau tidak mau ini sudah merupakan warning atau peringatan pada kita akan sama dengan PKI, hanya namanya saja lain,tapi gebrakannya sama, langkah-langkahnya sama. Karena itu kita harus waspada,” kata Presiden Soeharto.
Sekarang ini ada yang selalu haus akan keterbukaan dan kebebasan serta menilai seolah-olah pemerintah berada di luar sistem ketatanegaraan. Kepala Negara juga mengingatkan agar masyarakat senantiasa mempelajari UUD 45 dan Pancasila. Jangan sampai sebagai bangsa Indonesia tidak mau mempelajari UUD 45 dan Pancasila, tetapi malah mempelajari ideologi lain. “Kalau itu yang dilakukan tentunya tidak akan klop, akan timbul gejala-gejala yang kurang menguntungkan, bahkan mengganggu stabilitas nasional. Dan ini berarti mengganggu pembangunan, mengganggu pertumbuhan dan mengganggu pemerataan pula,”kata Presiden, sambil menambahkan , “Jadijangan asal WTS, yaitu watun suloyo. Jadi harus betul-betul kembali ke dasamya. WTS di sini bukan wanita tuna susila, tapi waton suloyo.
Stabilitas Nasional
Kepala Negara juga mengemukakan, pentingnya stabilitas nasional daripada suatu negara. Sebab, dengan keadaan politik , ekonomi dan keamanan yang tidak menguntungkan , akan menjadi penghalang pelaksanaan pembangunan.
Dikatakan, stabilitas nasional setidak-tidaknya memberikan jaminan akan terselenggaranya pembangunan bangsa . “Kita bersyukur bahwa sejak mulai melaksanakan pembangunan , kita selalu menitikberatkan pada stabilitas nasional. Bahkan telah menjadi salah satu unsur dari Trilogi Pembangunan.”
“Nyata-nyata memang di negara manapun juga, untuk meningkatkan pembangunan sesuatu negara itu, stabilitas nasional menjadi kuncinya ,”katanya. Dikatakan , Trilogi Pembangunan, yang meliputi Pemerataan, Pertumbuhan dan Stabilitas Nasional itu tidak ditentukan oleh Presiden Mandataris, tetapi ditentukan oleh MPR itusendiri.
Dengan demikian, menurut Kepala Negara , stabilitas nasional yang telah ditentukan oleh MPR itu kemudian oleh Presiden Mandataris dijabarkan, bukan untuk menakut-nakuti atau mengurangi perkembangan demokrasi atau keterbukaan maupun kebebasan dan sebagainya. “Stabilitas nasional justru penting sebagai syarat pembangunan , baik pembangunan ekonomi maupun politik,”katanya.
Dikatakan, stabilitas nasional itu juga sangat penting bagi pembangunan demokrasi, pelaksanaan hak asasi manusia, kebebasan dan lain sebagainya.
“Jadi kalau sekarang kita telah melaksanakan Trilogi Pembangunan, setelah menikrnati 25 tahun hasil pembangunan , masih ada yang alergi dan menilai adanya stabilitas nasional itu menjadi penghalang perkembangan demokrasi, penghalang keterbukaan , menjadi alasan untuk melakukan tindakan yang sewenang-wenang, hak asasi dan sebagainya, itu sama sekali tidak benar, “kata Kepala Negara.
Disinggung pula bahwa demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal atau demokrasi ideologi lain. Kalau di Indonesia ada yang mengembangkan demokrasi lain, itu berarti bertentangan dengan kehendak rakyat. Dengan sendirinya harus diwaspadai. Sebab, akhir-akhir ini sudah ada gejala-gejala yang seolah-olah menilai stabilitas nasional terlalu ditonjolkan sehingga menghalang dari demokrasi, keterbukaan dan sebagainya.
“Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila, kebebasan yang dikembangkan adalah kebebasan yang bertanggungjawab,jadi tidak hanya kebebasan belaka tetapi juga tanggungjawab sebagai warga negara. Tidak ada kebebasan individu, tetapi juga sebagai makhluk sosial,” kata Presiden.
Lebih Dulu
Menjelaskan mengenai hasil-hasil yang dicapai dalam KTT sembilan negara berpenduduk padat dunia, yang dikenal dengan KTT Pendidikan Untuk Semua (Education For All-EFA), Presiden Soeharto menegaskan, Indonesia sudah melakukan pemerataan pendidikan sebelum organisasi PBB seperti UNESCO, UNICEF dan UNFPA menyerukan agar negara berkembang berpenduduk besar melakukan peningkatan pendidikan secara keseluruhan.
Pada kesempatan itu Kepala Negarajuga menjelaskan mengenai ditundanya KIT Kelompok-15 negara Selatan-Selatan yang dijadwalkan berlangsung di New Delhi, India 13-15 Desember lalu. Dikatakan, penundaan pertemuan Kelompok-15 itu bukan akibat kurangnya perhatian negara-negara anggota, melainkan semata-mata hanya dikarenakan kesibukan dalam negeri di negara-negara anggota Kelompok 15 tersebut.
Menurut Presiden,KTT itu akan diusahakan dapat dilangsungkan di New Delhi pada akhir Maret atau awal April tahun 1994mendatang. Itu semua tentunya juga masih tergantung pada keadaan negara-negara anggota Kelompok-15 itu.
“Jadi tentunya akan diadakan pendekatan-pendekatan ,khususnya oleh tuan rumah yaitu India kepada negara-negara anggota Kelompok-15 tersebut ,” kata Presiden .
Meskipun KTT Kelompok-15 itu ditunda, katanya, tetapi pertemuan tingkat menteri sudah dilakukan dengan baik, bahkan telah menghasilkah bahan-bahan yang nantinya akan dibahas dalam pertemuan tingkat kepala negara/kepala pemerintahan itu.
Seperti diketahui,KIT Kelompok-15 itu ditunda karena hanya sebagian kecil saja kepala negara/kep ala pemerintahan yang bisa hadir ke New Delhi, sebagian besar berhalangan hadir, karena mereka menghadapi persoalan negaranya masing-masing . Sedangkan ada ketentuan KIT Kelompok-15 itu bisa dilangsungkan bilamana dihadiri oleh dua pertiga kepala negara/kepala pemerintahan negara anggota.
Presiden Soeharto dan rombongan yang berangkat dari New Delhi tepat pukul
waktu setempat dengan menggunakan pesawat DC-I 0 Garuda Indonesia, tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta pukul 16.50 Di Halim kedatangan Kepala Negara disambut oleh Wakil Presiden Try Sutrisno serta beberapa pejabat lainnya. (ASS).
Sumber: MERDEKA(18/ 12/ 1993)
__________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 336-339.