PRESIDEN SOEHARTO : BANTUAN LUAR NEGERI DIBUTUHKAN[1]
Palembang, Kompas
Presiden Soeharto menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai tahapan pembangunan saat ini, bantuan dari luar negeri itu memang masih dibutuhkan. Tetapi pada saatnya nanti apabila cita-cita pembangunan nasional telah tercapai, Bangsa Indonesia tidak lagi akan bergantung pada bangsa-bangsa lain.
“Telah menjadi cita-cita kita sebagai bangsa, bahwa kita tidak akan menadahkan tangan di bawah (meminta, Red.), kita akan menjadi bangsa yang menadahkan tangan dari atas. Artinya, cita-cita kita justru memberi bantuan bagi negara-negara lain,” ujar Kepala Negara.
Pernyataan itu dikemukakan Presiden pada temu-wicara dengan para transmigran eks perambah hutan lindung di Desa Rantau Kumpai, Kabupaten Ogan Komering Ulu (sekitar 250 kilometer barat daya Palembang, Red.), dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Propinsi Sumatera Selatan seusai meresmikan berbagai proyek pembangunan di daerah itu hari Selasa (4/8). Hadir dalam kesempatan itu, antara lain, Ny. Tien Soeharto, Menko Ekuin Radius Prawiro, Menteri Transmigrasi Soegiarto, Menteri PU Radinal Moechtar, Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita dan Gubernur Sumsel Ramli Hasan Basri.
Di samping mengadakan temu wicara, dalam kesempatan kunjungan kerja ke propinsi berpenduduk sekitar 6,2 juta jiwa ini, Presiden Soeharto beserta rombongan dalam perjalanan pulang ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, juga meninjau keberhasilan proyek HTI milik pengusaha terkenal Prajogo Pangestu dari udara.
Khusus kepada para perambah hutan, Presiden meminta supaya menghentikan segala kegiatan perambahan hutan. Di samping tidak memberikan suatu kehidupan yang pasti, kegiatan tersebut juga akan merusak hutan. Dan itu tidak hanya merugikan bangsa Indonesia sendiri, karena hancurnya sumber kehidupan bagi anak cucu, tetapi juga mengancam kehidupan umat manusia. Ini mengingat hutan Indonesia, yang merupakan bagian hutan tropis dunia, juga mempunyai fungsi sosial sebagai paru-paru dunia.
Beberapa transmigran eks perambah hutan, dalam temu wicara itu mengakui bahwa dengan menghentikan kegiatan mereka sebagai perambah hutan, kini kehidupan mereka terasa lebih tenang. Selain karena tidak lagi dikejar-kejar petugas, hasilnyapun lebih besar.
Bawa Pengaruh Positif
Dalam sambutannya pada upacara peresmian berbagai proyek pembangunan di Propinsi Sumatera Selatan yang dipusatkan Jembatan Air Musi II, Presiden Soeharto menekankan bahwa pembangunan sarana dan prasarana fisik membawa pengaruh positif, tidak hanya dalam kehidupan ekonomi, tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik dan budaya masyarakat. Dalam hubungan ini, tantangan yang dihadapi adalah memberi arah dan saluran agar perkembangan kehidupan masyarakat itu tetap memperkuat kepribadian danjatidiri bangsa.
“Sebab, bangsa yang lemah kepribadian dan kabur jati dirinya akan sangat mudah diombang-ambingkan oleh perubahan masyarakat yang beljalan sangat cepat,” kata Kepala Negara.
“Kita menyadari bahwa pembangunan membawa perubahan sosial dengan segala dampaknya. Lebih-lebih saat ini, ketika umat manusia mengalami proses globalisasi. Dalam peningkatan proses globalisasi dunia itu, dengan sendirinya masyarakat kita dibanjiri oleh berbagai informasi, pikiran kita dipengaruhi berbagai peristiwa dan dimasuki oleh nilai-nilai baru dari luar,” tuturnya.
Bagi bangsa Indonesia, lanjut Presiden, sangat jelas bahwa nilai-nilai Pancasila itulah yang memberi petunjuk dan arah perkembangan masyarakat. Bangsa Indonesia berusaha untuk tetap setia kepada ideologi nasional. Sebab, hanya dengan kesetiaan itulah dapat dipelihara kepribadian dan jatidiri sebagai bangsa.
Tak Mungkin Dibendung
“Kita,” demikian Kepala Negara, “dihadapkan pada tantangan proses globalisasi yang tidak mungkin dibendung. Kita dihadapkan pada perubahan-perubahan dunia yang berjalan sangat cepat, dan sebagian tidak terbayangkan sebelumnya. Kita dihadapkan pada persaingan dan perlombaan sengit dalam mengejar kemajuan dalam kehidupan antar bangsa. Semua itu harus membuat kita semakin sadar bahwa kita harus memacu lebih cepat lagi laju pembangunan bangsa.”
Proyek-proyek pembangunan di Sumsel yang diresmikan Kepala Negara tersebut terdiri dari tiga kategori, dengan total biaya senilai Rp 126,5 milyar lebih. Ketiga proyek itu masing-masing proyek jalan dan jembatan yang menghubungkan kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu Palembang yaitu rangkaian jalan sepanjang 8,9 km dan dua jembatan (Air Musi II dan Air Keramasan), proyek peningkatan jalan lintas tengah Sumatera di wilayah Sumsel sepanjang 347,6 km, serta proyek listrik pedesaan yang tersebar di 311 desa pada 53 kecamatan di 8 kabupaten. (ken/sel)
Sumber: KOMPAS (05/08/1992)
_________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 587-589.