Presiden Soeharto: CAMPUR TANGAN DALAM MASALAH INTERN UMAT BISA KELIRU

Presiden Soeharto:

CAMPUR TANGAN DALAM MASALAH INTERN UMAT BISA KELIRU [1]

 

Jakarta, Suara Pembaruan

Presiden Soeharto mengatakan campur tangan oleh pemerintah, apalagi oleh umat beragama lain dalam masalah intern umat bukan saja bisa keliru, tetapi juga bisa menyebabkan timbulnya masalah baru.

“Karena itulah, kita menegaskan bahwa hak kebebasan beragama adalah hak yang paling asasi, bukan pemberian negara dan bukan pemberian goIongan,” kata Kepala Negara pada saat menerima para peserta Pertemuan Konsultasi Nasional Para Pimpinan lnduk Gereja/Ketua Sinode Gereja dan Pimpinan Pergwuan Tinggi Kristen Protestan di Istana Negara Jakarta, Jumat (Vl2) siang.

Hadir dalam acara tersebut Wakil Presiden Try Sutrisno, Menteri Agama ad interim Saadilah Mursyid dan Menpan TB Silalahi. Menurut Presiden Soeharto, maknanya adalah bahwa dalam mengelola kehidupan keagamaannya sendiri, tiap umat beragama adalah mandiri.

“Namun, setiap umat beragama perlu menyadari bahwa dengan kemandiriannya tadi tidak saja harus dapat menyelesaikan masalah-masalah khas yang dihadapinya, tetapi juga mampu memberikan sumbangan kepada kehidupan nasional kita,” tambah Kepala Negara.

Tentu saja otonomi ke dalam ini tetap berada dalam batas yang ditetapkan dalam hukum nasional dan hak umat beragama lainnya. “Itulah makna yang dalam dari kehidupan kebangsaan kita,” kataPresiden Soeharto lagi.

“Di tingkat nasional kita sudah banyak mencapai kemajuan, dan kemajuan itu secara langsung menciptakan suasana yang segar bagi kehidupan kebangsaan kita. Namun, di daerah-daerah tertentu di tanah air kita yang luas ini masih terdapat beberapa masalah intern dan masalah antara umat beragama yang memerlukan penyelesaian, baik secara intern maupun dalam hubungan dengan kehidupan kebangsaan kita,” ujar Presiden.

“Berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah itu sudah kita lakukan, baik oleh kepemimpinan umat beragama maupun oleh pemerintah. Makin cepat masalah-masalah setempat itu dapat kita selesaikan secara mendasar, sehingga tidak akan berlanjut dan tidak terulang lagi di masa datang, akan makin baik,”katanya.

Pokok Pikiran

Atas nama seluruh peserta konsultasi, dalam kesempatan itu Ketua Umum PGI Pdt DR Sularso Sopater menyampaikan pokok pikiran peserta konsultasi terdiri dari lima butir. Pertama, implementa si ideologi Negara Pancasila. Negara Indonesia adalah bukan negara sekuler dan bukan negara agama, tetapi negara yang berdasarkan Pancasila. Wujud nyata dari pernyataan bahwa negara kita bukan negara sekuler adalah bahwa pemerintah bersama-sama rakyat berjuang terus menerus untuk melawan segala akibat negatif dari kehidupan modem. Wujud nyata dari negara kita bukan negara agama adalah bahwa negara membimbing, membina, melayani, melindungi, mengayomi, memberi dukungan dan kesempatan terhadap semua agama untuk berkembang dan menjalankan tugas pelayanannya. Sebagai negara Pancasila, upacara agama sejogjanya diadakan oleh para pemeluk agama masing-masing.

Kedua, pelaksanaan peribadahan. Bangsa Indonesia merniliki acuan dasar yang amat kuat dalam rangka pengembangan kehidupan beragama, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 29 UUD 1945, Pancasila dan GBHN. Pembangunan gedung gereja, masjid, pura, vihara sesuai dengan wawasan nusantara semestinya tidak boleh mengalami kesulitan, sehingga dibutuhkan suatu ketentuan baku tentang pembangunan rumah ibadah yang mengejawantahkan nilai­ nilai Pancasila serta UUD 1945 yang berlaku secara nasional dan berlaku bagi setiap agama, tanpa adanya pembedaan dalam pelaksanaannya.

Ketiga, kerukunan dan kebebasan beragama. Kerukunan antar umat beragama harus makin dimantapkan, dalam konteks masyarakat majemuk Indonesia. Menurut hemat kami, kerukunan yang kita kembangkan itu bukanlah kerukunan semu, tetapi kerukunan yang nyata yang sudah hidup di tengah masyarakat selama ini.

Keempat, publikasil penyampaian informasi. Publikasi keagamaan harus memacu umat merniliki wawasan keagamaan yang makin luas dan mendalam sekaligus memperkukuh wawasan kebangsaan. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk maka publikasi-publikasi/ penyampaian informasi keagamaan melalui berbagai media yang isinya melecehkan/ mendiskreditkan sesuatu agama bahkan menyulut kekerasan, seharusnya tidak layak untuk ditayangkan/disiarkan kepada masyarakat.

Kelima, peningkatan kualitas iman/penyiapan kualitas SDM. Dalam menghadapi era modernisasi, peningkatan kualitas iman para peserta didik di seluruh jenjang pendidikan perlu dilaksanakan. Dalam rangka itu kemauan politik pemerintah untuk mengangkat guru-guru dan dosen-dosen agama dan disiplin ilmu lainnya, di semua jenjang dan di setiap lembaga pendidikan perlu diwujudkan.

Sumber: SUARA PEMBARUAN ( 02/ 12/1995)

___________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 557-559.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.