PRESIDEN SOEHARTO DI DEPAN SU PBB
Jakarta, Merdeka
Menurut rencana, pada tanggal 24 September 1992 nanti, Presiden Soeharto akan berpidato di depan Sidang Umum PBB di New York. Peristiwa ini bagi bangsa Indonesia merupakan kejadian yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara kita.
Presiden Soeharto memang sudah pernah berpidato di forum PBB, bahkan telah memperoleh penghargaan dari organisasi dunia itu, ketika berpidato di depan Sidang Unesco di Roma. Tetapi Sidang Umum PBB adalah forum tertinggi lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Presiden pertama kita, Presiden Soekarno, berpidato di forum SU PBB tahun 1960, yang telah menggegerkan dunia dengan judul, “To build the world anew”. Bung Karno berpidato di PBB selaku juru bicara Gerakan Non Blok dalam upaya mencegah konfrontasi antara super power dunia. Tampilnya Presiden Soeharto di depan SU PBB nanti, akan penting artinya bukan hanya bagi bangsa dan negara kita, tetapi juga menjadi tumpuan harapan bagi bangsa-bangsa yang tergabung di dalam Gerakan Non Blok.
Presiden Soeharto di depan SU PBB nanti bukan hanya menjadi juru bicara bangsa Indonesia, tetapi selaku Ketua Gerakan Non Blok (GNB), sekaligus akan menjadi jurubicara GNB. Nampaknya sejarah akan berulang, dimana untuk kedua kalinya Indonesia akan menjadi juru bicara perjuangan bangsa-bangsa negara berkembang di forum PBB. Bung Kamo berpidato di PBB ketika dunia terancam oleh memanasnya konfrontasi perang dingin, antara super power dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet, bangkitnya rakyat Asia Afrika dan Amerika Latin di dalam memperjuangkan kemerdekaan, serta menjelang lahimya Gerakan Non Blok.
Presiden Soeharto akan menjurubicarai GNB di dalam era pasca perang dingin, era pancaroba, dimana dunia terancam oleh dominasi super power tunggal, dan menggelombangnya tuntutan demokratisasi di mana-mana dengan segala implikasi implikasinya, serta dambaan milyaran umat manusia yang ingin mengisi kemerdekaan politiknya dengan pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Sudah barang tentu Presiden Soeharto di forwn PBB nanti akan menyampaikan Jakarta Message, yang di dalamnya antara lain mengandung seruan untuk merevitalisasi dan mendemokratisasi PBB. Pada dasarnya sebagian besar anggota PBB, yang terdiri dari anggota GNB menghendaki dilakukan demokratisasi PBB. Namun Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan RRC, yang mempunyai hak veto, terutama sekali Amerika Serikat, Inggris dan Perancis, tentunya tidak akan begitu saja menyetujuinya.
Hak veto yang masih dijalankan di forum PBB, tentunya tidak reievan lagi dengan tuntutan akan kehidupan yang demokratis di seluruh dunia. Sudah barang tentu kepentingan negara-negara besar tidak begitu saja disingkirkan, namun harus secara proporsional ditempatkan sehingga memenuhi rasa keadilan bagi semua anggota PBB. Amerika Serikat yang menamakan diri sebagai pemimpin demokrasi, akan diuji dalam proses demokratisasi PBB.
Tuntutan akan kehidupan yang demokratis, tidak terlepas dari tuntutan akan dipenuhinya hak-hak azasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. KTT X GNB di Jakarta telah berhasil merumuskan tentang hak-hak azasi manusia, yang tanpa batas. Rumusan tersebut diharapkan dapat melengkapi rumusan PBB tentang hak-hak azasi manusia.
Meskipun perang dingin sudah usai, namun diakui bahwa ancaman perang nuklir belumlah padam sama sekali. Disamping itu peranan negara-negara besar dalam konflik-konflik regional masih sangat dominan sehingga masih bisa mengancam perdamaian dunia. Oleh karena itu masalah ini tentunya akan dikemukakan juga oleh Presiden Soeharto di forum PBB nanti.
Program-program perlucutan senjata PBB, perlu terus dilanjutkan dan dipacu. Jangan sampai terjadi negara-negara maju menekan negara-negara kecil untuk melucuti diri, sementara itu persenjataan negara-negara maju terus dikembangkan, bahkan peralatan perangnya yang canggih dijual kemana-mana, yang pada gilirannya bisa menciptakan ketenangan-ketenangan dan konflik-konflik militer baru terutama di kalangan negara berkembang.
Ancaman terhadap keamanan, perdamaian dan kelangsungan hidup dunia bukan hanya dari pengembangan senjata dan peralatan perang, tetapi juga dari pengotoran lingkungan hidup, kelaparan, kemelaratan, kebodohan dan penyakit.
Kita mengharapkan pidato Presiden Soeharto di BPB, merupakan awal dari pada pelaksanaan prinsip kemitraan dunia untuk menyongsong masa depan yang penuh harapan. Kemitraan tanpa kekuatan akan menjadi kemitraan semua sebab kekuatan neo-kolonialisme harus diimbangi kekuatan solidaritas negara berkembang, kerjasama Selatan-Selatan.
Sumber : MERDEKA (21/09/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 206-208.