PRESIDEN SOEHARTO DISAMBUT PESAWAT PHANTOM AU JERMAN

PRESIDEN SOEHARTO DISAMBUT PESAWAT PHANTOM AU JERMAN

 

 

Bonn,Kompas

Presiden dan Nyonya Tien Soeharto tiba di Bonn, Rabu pagi pukul 09.00 (pukul 14.00 WIB), dikawal empat pesawat Phantom Angkatan Udara Jerman selama dua jam, sejak pesawat DC-10 Garuda yang ditumpangi Kepala Negara memasuki wilayah udara RFJ di daerah perbatasan dengan Austria.

Setelah Rabu kemarin berbicara sekitar setengah jam dengan Presiden Richard Von Weizsaecker di Istana Kepresidenan, Kamis siang ini waktu setempat, Kepala Negara akan mengadakan pembicaraan pula dengan Kanselir Dr. Helmut Kohl di kantor perdana menteri. Kunjungan Presiden Soeharto ini merupakan kunjungan pertama seorang kepala negara asing ke RFJ setelah unifikasi.

Dari Bonn semalam, wartawan Kompas Ansel da Lopez melaporkan, Kepala Negara mendarat di bandara militer di Koln/Bonn, disambut dentuman meriam 21 kali. Dari sana kemudian disambut Presiden Richard von Weizsaecker dengan upacara kebesaran militer di Istana Kepresidenan (Villa Hammerschmidt) disertai lagu kebangsaan “Indonesia Raya”dan “Deulschlandlied”.

Keempat pesawat Phantom yang mengawal Kepala Negara, baru memisahkan diri setelah mendekati bandara Koln/Bonn. Kepala Negara dan Nyonya Tien Soeharto dalam kunjungan ini disertai Menko Ekuin Radius Prawiro, Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerd iono dan Nyonya serta Menristek BJ Habibie yang telah lebih dahulu berada di Bonn.

 

Antisipasi

Di samping berbagai soal yang akan dibicarakan, tampaknya bobot kunjungan ini lebih kepada bagaimana mengantisipasi hubungan bilateral Indonesia dan regional ASEAN pada umumnya dengan RFJ dan Eropa pada umumnya di masa-masa mendatang, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan.

Secara umum, hubungan bilateral Indonesia dan RFJ, memang terus berkembang dari waktu ke waktu. Di bidang politik, tidak ada masalah di antara kedua negara. Di bidang perdagangan, juga terdapat peningkatan-peningkatan yang cukup penting. Dewasa ini perdagangan timbal-balik RI-RFJ mendekati empat milyar DM,meskipun masih menguntungkan Jerman.

Tahun 1990 misalnya, nilai ekspor Indonesia ke RFJ berjumlah 1.472 juta DM, sementara impor sekitar 3.890 juta DM. Impor Indonesia terutama berbagai barang modal dan teknologi canggih, dan mengekspor antara lain tekstil, kelapa sawit dan komoditi pertanian lainnya.

Investasi Jerman di Indonesia, yang juga tidak kalah pentingnya, mendekati dua milyar dollar AS. Bantuan keuangan yang diberikan dalam rangka IGGI, juga tidak berkurang. Di bidang turisme, jumlah wisatawan Jerman yang datang ke Indonesia juga terus meningkat sekitar 15 persen setahun. Tahun 1990, misalnya, sekitar 84.000 orang, sementara tahun sebelumnya sekitar 73.000 orang.

Tetapi perlu dilihat bahwa dalam tahun-tahun terakhir ini agak lamban, disebabkan perhatian Jerman dalam beberapa tahun ini, memang akan terseret pada rehabilitasi pada ekonomi Jerman Timur setelah Jerman bersatu, penyatuan Pasar Tunggal Eropa serta persatuan yang lebih ketat di bidang politik dan lain-lain di Eropa akhir-akhir ini,” kata Dubes RI untuk Jerman Hasyim Djalal.

Keadaan itu menurut Dr.Hasyim Djalal, membuat kekhawatiran negara-negara berkembang pada umumnya akan kurangnya perhatian Jerman kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun ia juga menegaskan bahwa para pemimpin Jerman sampai sekarang menjamin bahwa hal itu tidak akan terjadi.

“Mereka mengatakan, memang benar mereka sibuk dengan persoalan-persoalan yang dihadapi di Eropa saat ini, tetapi mereka merasa bahwa hubungan dengan kita tetap harus mendapat perhatian utama ,”tandasnya.

Indonesia sendiri, kata Hasyim Djalal dalam percakapan dengan beberapa wartawan Indonesia di KBRI Bonn, Selasa malam, melihat Jerman sebagai salah satu negara yang sangat penting di Eropa, khususnya di Eropa Barat. Peranan tersebut akan menjadi lebih penting lagi setelah tercapainya unifikasi Jerman secara damai.

“Karena itu Indonesia berkepentingan untuk: meningkatkan hubungan bilateral tersebut, karena Indonesia juga merupakan suatu negara besar dengan potensi besar pula di kawasan Asia Tenggara, khususnya ASEAN.”

Dalam hal ini menurut Hasyim Djalal, Indonesia ingin memperluas pasarannya di Jerman dalam menghadapi Pasar Tunggal Eropa tahun 1992. Di Eropa Barat, lanjutnya, Jerman termasuk salah satu negara yang menginginkan perdagangan bebas, dan agar Pasar Tunggal Eropa tahun 1992 nanti, tidak berkembang menjadi Benteng Eropa.

Sementara itu dalam menghadapi permasalahan di Jerman kawasan timur dan Eropa Timur, Indonesia ingin mengembangkan suatu kerja sama yang saling memanfaatkan antara kebutuhan-kebutuhan RI, Jerman bagian timur atau Eropa Timur dan kemampuan teknologi dan ekononu Eropa Barat, khususnya Jerman Barat, yang saling menguntungkan semua pihak.

Secara lebih khusus, Indonesia juga berharap bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi di Jerman bagian timur. Seperti diketahui, pemerintah Jerman saat ini mengalokasikan  dana ratusan milyar DM untuk : rehabilitasi di Jerman bagian timur.

 

Tanda Eratnya

Presiden Von Weizsaecker ketika menjamu makan siang Presiden dan Nyonya Tien Soeharto di lstana Kepresidenan kemarin, menilai kunjungan Presiden Soeharto ke Jerman ini sebagai tanda eratnya hubungan kedua negara. Ia juga menghargai peranan Indonesia dalam ASEAN, PBB, serta dalam kegiatan -kegiatan Negara-negara Non Blok dan Organisasi Konferensi Islam.

Weizsaecker juga menilai upaya Presiden Soeharto sebagai sebagai “seorang perantara yang adil” dalam mencari pemecahan persoalan secara damai dalam konflik Kamboja, “merupakan suatu teladan yang tiada bandingannya.”

Ia juga berterima kasih yang dalam atas dukungan Indonesia atas keinginan bangsa Jerman untuk bersatu, dan mengharapkan tetap adanya hubungan dan kerja sama antara Masyarakat Eropa dan ASEAN, guna menghasilkan kestabilan dan jaminan perdamaian dunia.

Ketika berita iniditurunkan semalam, sedang berlangsungjamuan  santap malam kenegaraan oleh Presiden dan Nyonya Von Weizsaecker di Schloss Augustus burg, Bruehl. Menurut rencana, Kamis ini secara berturut-turut akan mengadakan pembicaraan dengan Menlu Hans Dietrich Genscher, diterima Walikota Bonn, meletakkkan karangan bunga di Tugu Peringatan Korban Perang dari Korban Tirani di Nordfriedhofj pembicaraan dengan Kanselir Helmut Kohl disusul kemudian oleh jamuan makan siang oleh Kohl.

Sore harinya mengadakan pertemuan dengan Ketua Parlemen RFJ, dan kemudian dengan wakil-wakil partai politik RFJ. Malam harinya dengan masyarakat Indonesia yang berada di Jerman.

Sementara presiden, mengadakan pertemuan dengan Ketua Parlemen RFJ, Nyonya Tien Soeharto dengan helikopter sekitar 20 menit menuju Dortmund melihat Pameran Bunga Dortmund ’91. Dengan menggunakan kereta listrik mini, Nyonya Tien melihat-lihat pameran. Dari Dortmund dengan helikopter lagi menuju Koln untuk melakukan peninjauan ke pabrik lampu kristal, “Christoph Palme” di Rheinbach. (SA)

 

 

Sumber : KOMPAS (04/07/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 71-74.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.