PRESIDEN SOEHARTO: EKSPLOITASI RUTAN SECARA BERLEBIHAN MEMBAWA BENCANA
Jakarta, Pelita
PRESIDEN Soeharto kembali menegaskan, eksploitasi hutan secara berlebih-lebihan akan membawa bencana bagi kita. “Oleh sebab itu, kita hams memanfaatkan hasil hutan dengan sebaik mungkin, agar hutan-hutan kita tetap lestari sepanjang masa,” kata Kepala Negara ketika meresmikan 19 pabrik kayu lapis di Pulau Mangole, Maluku, kemarin.
Kepala Negara menegaskan, hutan tropis kita merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim dan lingkungan hidup kita, serta lingkungan hidup global.
Hutan-hutan kita, kata Presiden, bersama-sama dengan samudera dan lautan luas memainkan peranan yang besar dalam membersihkan udara dan mengurangi panasnya bumi.
Menurut Kepala Negara, pabrik-pabrik yang diresmikan yang tersohor di delapan provinsi akan memiliki nilai strategis apabila beroperasi dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan memiliki daya saing yang kuat.
Nilai strategis lain adalah,pabrik-pabrik tersebut dibangun di tempat terpencil sehingga pihak perusahaan perlu membangun prasarana yang diperlukan, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan pusat pembangkit listrik. “Semuanya tadi akan mendorong kegiatan ekonomi daerah,” ujar Kepala Negara.
Temu wicara
Usai meresmikan secara simbolis industri kayu lapis yang dipusatkan di PT. Mangole Timber Producers di Pulau Mangole, Maluku Utara, Presiden Soeharto melakukan temu wicara dengan karyawan dan tokoh masyarakat setempat.
Tokoh masyarakat Desa Falabi sahaya di Pulau Mangole bernama WM Pariama itu mengemukakan, kini di bidang pendidikan, terasa semakin membengkaknya jumlah siswa, sehingga kebutuhan sarana pendidikan untuk menampung lulusan sekolah dasar dan lanjutan tingkat pertama makin mendesak. “Kami juga memerlukan adanya siaran televisi, hal itu penting bagi kami untuk menyerap jalannya dan hasil hasil pembangunan,” katanya.
Presiden Soeharto yang didampingi lbu Tien, serta sejumlah menteri dan Pangan menyatakan, bidang pendidikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan, yakni pendidikan kejuruan yang lebih menguntungkan. Selain itu para siswa supaya diarahkan, sehingga mereka mampu berusaha sendiri, supaya mereka ju ga mempunyai kemajuan berwiraswasta.
Mengenai siaran televisi, diharapkan nantinya PT. Mangole Timber Producers, tidak hanya memikirkan dapat diungkapnya siaran televisi hanya bagi para karyawannya, melainkan juga bagi masyarakat Pulau Mangole dan pulau-pulau lain di sekitamya.
Banyak potensi yang bisa dikembangkan di daerah itu, termasuk bidang perikanan. Presiden menceritakan selama bermalam di Pulau Mangole sempat memancing, dan mendapat dua ekor ikan besar.
Salim Suhamole, seorang petani kopra dan coklat mengemuka kan, dengan datangnya industri kayu lapis kini hasil-hasil usahanya menjadi mudah dipasarkan, tidak seperti sebelumnya, sangat sulit.
Kepala Negara berpesan perlunya terus ditingkatkan usaha-usaha yang menghasi lkan sayur-mayur, telor, daging ayam bukan ras, sebab 4.500 orang karyawan pabrik itu tentu sangat membutuhkan, “siapkan kalau perlu dengan budidaya segala yang diperlukan bagi karyawan,” ujarnya.
Seorang karyawan asal Banyumas Jawa Tengah, mengisahkan bagaimana suka duka yang dialami. Dulu untuk mengirim surat memerlukan waktu lama, sehingga menjadi pertengkaran dengan keluarga, tetapi sekarang tidak terj adi lagi.
Karyawan tersebut menyatakan, selain ia mampu menabung, juga bisa mengirim uang kepada orang tua untuk membantu adikadik sampai Rp 200.000 kalau ada permintaan.
Presiden Soeharto berpesan, perlunya koperasi konsumsi yang ada di lingkungan pabrik plywood itu untuk mengadakan koperasi simpan pinjam. “Dengan demikian kalau keadaan sulit, kantong kempes, akan bisa membantu,” sambungnya. Permintaan agar pemerintah memperhatikan sarana angkutan untuk keperluan pulang cuti, Presiden menyatakan hal itu bisa dipertimbangkan sesuai dengan keadaan.
Meningkat
Sement ara itu Menteri Perindustrian Hartarto dalam sambutannya mengemukakan pengolahan sektor kehutanan terus meningkat sejak Pelita IV jika tahun 1988 nilai ekspor hasil komoditi kayu mencapai 737 ju ta dolar AS maka pada tahun 1989 nilainya mencapai 3,5 miliar dolar AS. Dari jumlah itu sebesar 2,4 miliar dolar AS merupakan hasil dari ekspor kayu lapis.
Mengenai PT Mangole Timber Producers, Hartarto mengat akan perusab aan itu telah membangun kantong-kantong industri, serta komplek pabrik, sarana dan pr asarana pelabuban laut, udara, pemukiman, dam penampung air, dan instalasi listrik yang juga diperuntukkan bagi keperluan masyarakat sekitar lokasi pabrik.
Hartarto menyatakan, pabrik yang juga memanfaatkan hasil limbah itu kini memiliki potensi rekayasa dan rancang bangun, sebingga mampu membangun industri kayu lapis secara utuh. “Hal itu akan menjadikan pabrik itu sebagai modal pengembangan industri di wilayab IBT,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Mangole Timb er Producers, Prajogo Pangestu yang mewakili pimpinan perusabaan yang diresmikan Presiden Soebarto melaporkan, pabrik-pabrik yang diresmikan itu merupakan industri yang memanfaatkan sumberdaya alam dari hasil hutan sehingga merupak an perwujudan dari kebijak sanaan pemerintah untuk meningkatkan keterkaitan antara sektor kehutanan sebagai penghasil bahan baku dan sektor industri yang mengolahnya, yang dapat meningkatkan nilai tambah. Dan untuk pengabdian lapangan kerja serta lapangan usaba yang lebih baik.
Di samping itu juga merupakan industri yang berorientasinya ekspor sehingga dapat menunjang devisa negara sektor non migas, diantaranya ekspor ke negara-negara Eropa, Timur Tengah, Jepang dan Amerika Serikat dengan rencana devisa yang diperolehnya 594.864.500 dolar AS per tabun. (SA)
Sumber : PELITA (12/09/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 561-564.