Presiden Soeharto: JANGAN BERPIKIR PEMBANGUNAN TIDAK ADA HASILNYA

 Presiden Soeharto: JANGAN BERPIKIR PEMBANGUNAN TIDAK ADA HASILNYA[1]

Jambi, Kompas

Presiden Soeharto mengatakan, meskipun masih terdapat 25juta rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, namun jangan berpikir seolah-olah pembangunan selama initidak ada hasilnya. Hasil pembangunan selama ini jelas sangat menggembirakan, bahkan semua negara berkembang dan negara maju sangat mengagumi dan mau meniru pola pembangunan Indonesia.

“Kok sekarang ada bangsa kita, rakyat kita, atau unsur-unsur atau kelompok­ kelompok yang seolah-olah kurang puas, kurang sabar dengan hasil pembangunan, kemudian berbuat sesuatu yang bisa mengganggu stabilitas nasional, bahkan mungkin merusak yang telah kita bangun selama ini. Ini yang harus kita waspadai,” kata Presiden dalam temu wicara dengan anggota masyarakat di Desa Mendalo Barat Kabupaten Batanghari, Jambi, Sabtu (14/5).

Sebelum temu wicara, Presiden meresmikan selesainya peningkatan Jalan Lintas Timur Sumatra di Propinsi Jambi, Wisma Batik dan Kerajinan “Seri Tanjung”,Taman Bina Balita “Kasih lbu”, dan Sanggar Kerajinan “Selaras Pinang Masak”di Desa Mandala Barat. Jalan Lintas Timur Sumatera yang diresmikan Presiden Soeh arto sepanjang 212 km. Terdiri dari empat ruas, yaitu perbatasan Sumsel-Jambi-Mendalo Darat 44,5 km, Mendalo Darat-Simpangtuan 35,10km, Simpangtuan-Merlung 72 km dan Merlung Batas Riau 60,40 km. Mulai ditingkatkan tahun 1990/1991 dengan menghabiskan dana Rp 51,34 milyar.

Presiden mengatakan, mereka seolah-olah ingin menegakkan hak asasi manusia, demokrasi dan sebagainya. Hal ini perlu diwaspadai, agar jangan sampai terpancing oleh pikiran-pikiran yang tidak realistis yang menggunakan ukuran Barat. Kita itu orang Timur, orang Indonesia, karena itu ukuranya ukuran orang Timur sebagai orang Indonesia, jangan kita pakai bajunya orang Barat, dengan sendirinya lantas gedombyongan terlalu besar, seperti memedi di sawah, bisa diketawai orang­ orang,”kata Presiden.

Menurut Presiden, di dunia ini telah terbukti, negara-negara yang tidak bisa menciptakan stabilitas nasional, baik politik, ideologi, ekonomi, maupun kebudayaan tidak akan mungkin membangun. “Kalau tidak bisa membangun, tidak akan ada pertumbuhan, kalau tidak ada pertumbuhan, apa yang dipakai untuk memperbaiki taraf hidup rakyat, “katanya.

Indonesia yang sudah memusatkan perhatian pada pembangunan selama 25 tahun saja, hingga akhir Pelita V masih ada rakyat yang ketinggalan, rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, desa yang masih tertinggal. Dari 65 ribu desa, masih terdapat 20.666 desa tertinggal. Dari 190 juta rakyat Indonesia, masih ada 25 juta yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Namun, ujar Presiden, jika pola pelaksanaan pembangunan tetap seperti sekarang, maka pada tahun 2.000, saya yakin Indonesia akan mampu seperti Singapura, Hongkong, Korea Selatan, dan Taiwan.

“Sekali lagi, semuanya tergantung dari kita sendiri. Tapi kalau kemudian hasil-hasil ini akan kita rusak sendiri, dengan macam-macam harapan yang sebetulnya tidak ada landasannya, bahkan menimbulkan kerusuhan sampai menghancurkan apa yang telah kita capai, kita akan mundur lagi,” kata Presiden.

Karena itu, ujar Presiden , persatuan dan kesatuan harus dipelihara, sehingga Trilogi Pembangunan, yakni stabilitas nasional, pertumbuhan, dan pemerataan, terus menerus dapat dilaksanakan.

Tantangan Besar

Dalam sambutan peresmian, Presiden mengatakan, pembangunanjalan  dan jembatan diutamakan pada ruas jalan yang menghubungkan daerah produksi dengan daerah pemasaran daerah-daerah yang selama ini masih terpencil. Dengan membangun jalan, diharapkan seluruh daerah dapat bangkit dan dapat membangun dirinya. Pembangunan prasarana perhubungan, khususnya jalan dan jembatan perlu ditingkatkan lagi dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Pembangunan prasarana itu memerlukan biaya yang besar, padahal dana pembangunan masih tetap terbatas. Dengan bertambah banyaknya jalan, mobilitas penduduk akan meningkat. Ini akan meningkatkan silaturahmi, akan memperkuat rasa persatuan dan kesatuan.

Rasa persatuan dan kesatuan itu harus terus ditingkatkan dalam PJP II. Sebab dalam era tinggallandas, tantangan pembangunan yang dihadapi juga bertambah besar. Ke luar harus menghadapi persaingan yang makin ketat dengan bangsa lain. Ke dalam, muncul ketidaksabaran dalam menunggu hasil pembangunan dari sebagian masyarakat yang tidak menutup kemungkinan timbulnya gejolak dalam masyarakat.

“Hanya dengan persatuan  dan kebersamaan, kita akan dapat mengatasi tantangan-tantangan yang bertambah besar tadi. Selain itu, kita juga telah bertekad untuk menjadikan PJP II sebagai Kebangkitan Nasional Kedua. Dalam PJP II inilah kita akan memacu pembangunan agar dapat hidup sejahtera dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju,” tegas Presiden.

Tumpuan Harapan

Presiden Soeharto mengungkapkan, Sumatera adalah tumpuan harapan bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Buminya mengandung berbagai bahan tambang yang tidak sedikit, hutannya lebat dan hamparan tanah pertaniannya luas. Hasil perkebunannya terkenal di pasaran dunia karet, kopi, lada, kelapa sawit, kayu manis dan tembakau. Sumatera juga akan menjadi lumbung padi Indonesia, jika dataran rendahnya yang luas dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Industrinyapun makin berkembang.

Perkembangan ini perlu ditunjang agar berjalan makin cepat. Untuk itu jalan raya merupakan sarana yang cukup penting guna mempercepat proses produksi, sekaligus menekan biaya produksi. Jalan Lintas Timur Sumatera (JLTS), yang jika selesai seluruhnya hampir 2.500 km, penting untuk menunjang perkembangan ekonomi yang pesat di Sumatera. Jalan ini menghubungkan enam dari delapan propinsi di Surnatera, yaitu Lampung, Sumsel, Jambi, Riau, Surnut dan Aceh.

Jalan tidak hanya penting bagi peningkatan ekonomi propinsi yang dilaluinya, juga penting bagi peningkatan kerja sama dengan bangsa-bangsa tetangga di Asia Tenggara. Selesai meresmikan jalan dan temu wicara dengan beberapa anggota masyarakat, Presiden beserta Ibu Soeharto, Menteri PU beserta Ny. Radinal Mochtar didampingi Gubernur Jambi, meninjau Sanggar Kerajinan “Selaras Pinang Masuk” di Desa Mudung Laut, Kecamatan Pelayangan, Kodya Jambi. Di sanggar ini, Ibu Tien Soeharto menandatangani prasasti peresmian, menggunting pita dan melakukan peninjauan ruang sanggar tersebut. (nth/(vik)

Sumber: KOMPAS ( 15/05/1994)

_____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 50-53.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.