Presiden Soeharto : KALAU SEMUA MERASA TERPANGGIL, TAK USAH MINTAPUN SUDAH TAHU

Presiden Soeharto :

KALAU SEMUA MERASA TERPANGGIL, TAK USAH MINTAPUN SUDAH TAHU

 

 

Presiden Soeharto menegaskan, kalau semua merasa terpanggil dalam melaksanakan tugasnya maka tak usah diminta pun sudah tahu dengan sendirinya untuk mengemban tugas dan kewajibannya.

Semua tentunya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan panggilannya. Tetapi yang mengetahui sering kali tidak melaksanakan tugasnya secara baik. Apalagi mereka yang tidak tahu.

Kepala Negara melontarkan hal di atas saat penyelenggaraan Audio-visual Computer mengenai perintisan peletakan kerangka landasan dalam pembinaan dan pengembangan industri nasional di Bina Graha pada Sabtu lalu.

Sebelumnya Presiden menjelaskan mengenai peraturan-perundangan yang pelaksanaannya masih menjadi tantangan. Pelaksanaan peraturan-perundangan yang ada masih mengalami hambatan-­hambatan, misalnya dalam pengiriman bahan baku/modal, pengiriman barang-barang ekspor dan sebagainya.

Barang-barang yang sudah datang di pelabuhan, masih saja banyak yang belum bisa dikirimkan lebih lanjut. Hambatan seperti itu mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap kontrak-kontrak yang ditentukan.

Akibatnya karena pengiriman barang tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, maka perusahaan/pabrik yang bersangkutan terkena klim, dan klim tersebut jelas merugikan.

Keterlambatan pengiriman barang-barang seperti itu, menurut Presiden Soeharto, juga terjadi dalam pelaksanaan ekspor.

Jangan Terpusat Dikelompok

Kepala Negara menandaskan pula, bahwa asas pemerataan harus sungguh-­sungguh dipegang. Dengan demikian suatu usaha jangan dipusatkan kepada satu kelompok, satu golongan, atau satu peralatan saja. Usaha-usaha yang sudah ada supaya dimanfaatkan secara keseluruhan. Hal ini memang merupakan tugas yang tidak ringan.

Keterkaitan kemampuan yang besar dengan yang kecil harus menjadi perhatian kita. Karena itu dalam kita membuat kerangka landasan diperhatikan apa yang bisa dilakukan oleh yang besar dan yang dapat dilakukan pihak yang kecil demi kesejahteraan seluruh masyarakat kita. Industri-industri kecil harus ditingkatkan kemampuannya sehingga menjadi bagian industri secara keseluruhan.

Berkelebihan Cara Berpikir

Presiden Soeharto mengingatkan terhadap cara berpikir yang sering kali berlebihan. Dikatakan, biasanya kita berlebihan dengan cara kita berpikir sehingga harus membuat semuanya dalam pembangunan suatu unit industri.

Padahal, hal demikian itu tidak mungkin, tidak perlu dan tak efisien, tidak produktif karena akan memakan biaya yang sangat besar.

Untuk membuat secara keseluruhan unit industri tidak akan menguntungkan, tak ekonomis. “Dan mungkin kemampuan kita juga belum ada,” tegasnya. “Tetapi kalau kita forsir justru kita akan menggunakan kemampuan kita dengan secara tak efisien.”

Diberikannya contoh mengenai industri pesawat terbang. “Misal mesinnya,” tuturnya, “investasi untuk pabrik mesin itu mahal. Oleh karena itu lebih baik kita membeli mesin. Sedang bagian lain dari pesawat tersebut kita buat sendiri”. Demikian pula dalam upaya kita melaksanakan pembangunan industri.

Enam Butir

Pola pengembangan industri nasional berintikan Enam butir yang terinci sebagai berikut :

Butir 1). Pengembangan industri yang diarahkan sejauh mungkin kepada pendalaman struktur industri. Usaha ini menumbuhkan industri kimia dasar, industri logam dasar, dan aneka industri.

Butir 2). Pengembangan industri permesinan dan elektronika penghasil barang modal.

Butir 3). Pengembangan industri kecil.

Butir 4). Pengembangan program ekspor komoditi industri.

Butir 5). Pengembangan kemampuan R & D & E terapan dan penguasaan teknologi dalam perangkat lunak dalam rancang bangun dan perekayasaan, utamanya untuk pembuatan mesin-mesin dan peralatan pabrik dan pembangunan pabrik.

Butir 6). Pengembangan kemampuan sumber daya manusia yaitu wiraswasta dan tenaga-tenaga profesi antara lain manajemen, keahlian, kejuruan dan ketrampilan.

Kebijaksanaan 6 butir pola pengembangan industri nasional tersebut dituangkan dalam langkah-langkah operasional dengan tujuan agar kreativitas dunia usaha makin mantap dalam pengembangan industri nasional baik untuk pasaran dalam negeri maupun ekspor. Langkah-langkah operasional yang dilakukan adalah:

  • Aspek Makro

Secara kontinyu menyempurnakan iklimindustri antara lain :

  1. sejauh mungkin perlindungan industri diberikan melalui tarif;
  2. pengetrapan kebijaksanaan fiskal untuk mendorong pengembangan industri;
  3. dukungan kebijaksanaan perbankan;
  4. secara kontinyu mengetrapkan deregulasi;
  5. peranan faktor manusia adalah sangat penting, baik sebagai wiraswasta maupun tenaga profesi.

Dalam rangka memantapkan iklim industri di atas, maka telah, sedang dan akan diambil langkah-langkah kebijaksanaan deregulasi dengan tujuan agar daya saing industri nasional semakin meningkat.

  • Aspek Mikro
  1. Pembinaan industri diarahkan kepada pembinaan perkomoditi dengan memperhatikan keterkaitan yang luas dan sejauh mungkin dilandasi oleh Studi Nasional.
  2. Dorongan kepada para pengusaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme.
  • Pemantapan

Melaksanakan pemantauan terhadap hasil-hasil usaha industri.

  • Peletakan landasan hukum

Melaksanakan peletakan landasan huk:um untuk pengaturan dalam pembinaan dan pengembangan industri.

  • Konsolidasi dan Pengembangan Secara Kontinyu Aparat Dunia Usaha dan Departemen Perindustrian

Mengadakan konsolidasi dan pengembangan secara kontinyu Kemampuan Aparatur Dunia Usaha dan Departemen Perindustrian.

Dengan demikian, maka dalam proses industrialisasi yang sedang kita lakukan, kita tidak hanya membangun pabrik-pabrik saja, tetapi masyarakat industri dalam arti yang luas, melalui keikutsertaan masyarakat dalam proses industrialisasi secara nyata, utamanya melalui:

  • pengembangan industri kecil dan menengah, secara bertahap dalam industri dasar (antara lain peranan bursa saham)
  • demikian pula dalam pengembangan kemampuan perangkat lunak, utamanya dalam aspek;
  • kewiraswastaan;
  • profesionalisme dalam bidang management, tenaga ahli dan tenaga trampil;
  • penguasaan teknologi dalam rancang bangun dan perekayasaan, baik dalam rangka pembuatan mesin-mesin maupun pabrik.

Sehingga kerawanan-kerawanan dalam proses industrialisasi dapat dihindarkan. (RA)

 

Jakarta, Bussines News

Sumber : BUSINESS NEWS (10/08/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 179-182.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.