PRESIDEN SOEHARTO: KEMBANGKAN PEMAKAIAN BATU BARA UNTUK RUMAH TANGGA [1]
Sangatta, Kompas
Presiden Soeharto meminta agar penggunaan batu bara bagi rumah tangga dikembangkan untuk menggantikan penggunaan BBM. “Hal ini sangat penting-untuk menghadapi berkurangnya cadangan minyak bumi di masa datang.”
Permintaan Kepala Negara ini disampaikan ketika meresmikan selesainya proyek-proyek pertambangan umum di Sangatta, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, hari Rabu (19/2). Proyek yang diresmikan ialah Pertambangan batu bara PT. Kaltim Prima Coal Sangatta, pertambangan emas PT. Kelian Equatorial Mining, Kelian (Kaltim), dan pertambangan emas PT. Prima Lirang Mining, Lerokis (Maluku). Diresmikan pula dengan khusus batubara Telukbayur (Sumbar), dermaga khusus batu bara II Tarahan (Lampung) dan stasiun batu bara II Tanjung Enirn (Sumsel).
Menurut Presiden, batu bara merupakan bahan tambang yang sangat strategis, karena menjadi cadangan energi di Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan puluhan atau bahkan ratusan tahun mendatang.
Batu bara memiliki berbagai keunggulan. Sifat-sifat lebih akrab dengan lingkungan, yakni berkadar belerang dan abu rendah, sehingga dapat lebih leluasa digunakan bagi kebutuhan sendiri disamping berprospek ekspor yang baik.
Dikatakan pula perlunya mengikuti perkembangan teknologi batu bara bersih. Juga harus diikuti dengan seksama perkembangan teknologi batu bara yang menghasilkan bahan bakar cair dan gas. Presiden juga meminta agar mengikuti perkembangan teknologi yang dapat menghasilkan bahan baku bagi industri pengganti bahan baku petrokimia yang selama ini dihasilkan dari migas.
Bagi Rakyat
Sebelumnya Kepala Negara mengingatkan agar usaha pertambangan membawa manfaat yang sebesar-besamya bagi rakyat dan bagi pembangunan masa depan Bangsa Indonesia. Kegiatan pertambangan bukan hanya menghasilkan imbalan yang layak bagi pengusahanya, tetapi harus memberikan manfaat bagi negara semasa kegiatan itu berlangsung.
Dikatakan, perencanaan pembangunan di daerah pertambangan harus dilakukan dengan wawasan ke masa depan setelah kegiatan pertambangan berhenti karena kegiatan pertambangan dibatasi oleh besarnya cadangan.
“Kita sudah harus bersiap siap jika cadangan bahan galian habis, agar tidak terjadi gejolak. sosial ekonomi karena terhentinya secara mendadak suatu kegiatan ekonomi yang besar, ” kata Presiden. “Kita tidak menghendaki investasi yang telah ditanam untuk membangun kota dan prasarana menjadi sia-sia karena kegiatan pertambangan terhenti.”
Menurut Presiden, para perencana sejak dini harus menyiapkan terjadinya peralihan kegiatan ekonomi yang mulus, dari kegiatan pertambangan kepada kegiatan lainnya.
“Penyesuaian-penyesuaian yang mempunyai dampak pada masyarakat setempat ini harus kita laksanakan selancar mungkin. Kita sedang menghadapi masalah serupa ini Pulau Singkep, setelah lebih dari satu abad pertambangan timah di pulau itu dan kini harus ditinggalkan karena cadangan habis. Ternyata selama ini kita tidak siap menghadapinya.”
Kepala Negara juga menunjukkan segala kegiatan pertambangan menjadi tidak ada artinya jika merusak lingkungan hidup. Dikatakan, tidak ada usaha tanpa risiko, “Yang dapat kita lakukan adalah mengurangi risiko itu,sekecil mungkin. Jangan karena kekhawatiran kepada lingkungan pembangunan, ” kata Presiden.
Risiko Tinggi
Sementara itu Menteri Ginandjar Kartasasmita mengemukakan, bidang pertambangan bukan bidang yang mudah digarap karena investasinya berisiko tinggi, apalagi harga mineral di pasar internasional tidak terlalu menggembirakan. Karena itu meski minat investasi cukup besar namun tidak seluruhnya dapat terlaksana.
Dari 127 kontrak karya yang ditandatangani sejak 1%7, baru 10 yang berhasil mencapai tahap eksploitasi, dan hanya 7 yang dapat dikatakan mantap. Selebihnya masih berjuang dengan pekerjaan eksplorasi atau menunggu saat sebelum dapat memulai pengembangannya. Bahkan 47 kontrak karya telah gagal dan dibatalkan, karena tak menemukan cadangan yang ekonomis.
Menurut Ginandjar, proyek tambang batu bara dan tambang emas yang diresmikan ini adalah yang terbesar di Indonesia, berupa tiga proyek prasarana angkutan batubara, satu proyek pertambangan batubara dan dua pertambangan emas dengan investasi Rp. 1,7 trilyun. Jika berjalan baik, dari tiga proyek itu diharapkan menghasilkan devisa 0,5 milyar dollar AS setiap tahun.
Diversifikasi sumber daya energi yang dicanangkan pemerintah tahun 1976 membangkitkan kembali industri tambang batubara yang hampir mati karena terdesak minyak bumi. Tahun 1976 produksi batu bara Indonesia hanya 264.000 ton dan melonjak tajam menjadi 13,5 juta ton tahun 1991. Dengan tambahan produksi dari tambang PT. Kaltim Prima Coal (KPC) Sangatta dan pengembangan tambang Bukit Asam, maka akhir tahun ini produksi batu bara diperkirakan menjadi 20 juta ton lebih. Akhir dasawarsa nanti produksi batu bara Indonesia sudah akan mencapai lebih dari 50 juta ton.
Dikatakan, pertambangan emas juga akan semakin berarti bagi perekonomian. Kalau tahun 1967 produksi emas hanya 241 kg, tahun 1991 naik jadi 17 ton. Dengan tambang emas baru PT. Kelian Equatorial Mining dan PT. Prima Lirang Mining, produksi emas Indonesia tahun ini menjadi lebih dari 30 ton, atau bisa mencapai 60 ton per tahun pada akhir dasawarsa ini. (asd)
Sumber: Kompas (20/2/1992)
______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 750-752.