PRESIDEN SOEHARTO: KITA BERI TEMPAT BAGIAGAMA, TAPI TAK BANGUN NEGARA AGAMA

PRESIDEN SOEHARTO: KITA BERI TEMPAT BAGI AGAMA, TAPI TAK BANGUN NEGARA AGAMA [1]

 

Jakarta, Suara Pembaruan

Presiden Soeharto mengemukakan, kita memberi tempat yang tinggi kepada agama dalam pembangunan bangsa dan dalam kehidupan bangsakita. Tetapi kita tidak membangun negara agama. Sudah sejak awal kita telah bersepakat, bahwa negara kita haruslah sebuah negara nasional yang berideologikan Pancasila. Sebagai ideologi nasional, Pancasila mempersatukan bangsa kita yang terdiri atas berbagai suku bangsa dan memeluk berbagai agama.

Karena itu, negara kita tidak didasarkan atas sesuatu agama. Kita tidak mengenal agama negara. Negara kita adalah negara Pancasila, yang menjamin kemerdekaan beragama. Presiden mengatakan hal itu ketika membuka Muktamar III Dewan Masjid Indonesia, Rabu pagi di Istana Negara. Ditambahkan, sesuai dengan ideologi nasional kita, cita-cita pembangunan kita juga untuk mewujudkan masyarakat Pancasila .Agama merupakan landasan etik, moral dan spiritual dalam pembangunan. Peranan agama yang demikian itulah, yang perlu kita jabarkan lebih nyata, agar terasa dalam kehidupan kemasyarakatan kita. Tantangan pembangunan yang kita hadapi, adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa kita yang majemuk . Perbedaan-perbedaan yang ada, tidak kita pandang sebagai hambatan untuk bersama-sama menjalankan peran dalam pembangunan bangsa dan negara. Perbedaan-perbedaan itu kita rasakan sebagai kekuatan dinamika yang terus menyegarkan kita semua, untuk berlomba dalam kiprahnya pembangunan.

Itulah sebabnya, demikian Kepala Negara, kita selalu menjaga agar dalam mengembangkan kehidupan beragama, tidak akan terasa mengganggu urnat agama yang lain. Rasa terganggu dalam kehidupan beragama, merupakan penderitaan batin. Karena itu,saya selalu mengingatkan kita semua, bahwa negara- negara kita menjamin sepenuhnya kebebasan beragama dan kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan agama dan kepercayaan masing-masing. “Jaminan negara ini saja, tentu tidak cukup. Diperlukan kedewasaan umat beragama sendiri,untuk menghormati agama dan paham keagamaan yang berbeda, dengan agama dan paham yang kita anut,” tegas Presiden.

AI-Qur’an

Kepala Negara juga menekankan, dalam Al Qur ‘an menegaskan, bahwa kita lain. Bahkan menganjurkan agar umat yang berbeda agama itu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Dengan demikian sebenamya, negara kita tidak hanya mengajarkan kerukunan hidup beragama dalam wujud tidak saling mengganggu. Agama Islam mengajarkan, bahwa kerukunan hidup beragama itu terwujud dalam kesediaan bekerja sama, untuk kepentingan, kebaikan dan kemaslahatan bersama, tambah Presiden. Organisasi semacam Dewan Masjid Indonesia, menurut Presiden, dapat memainkan peranan yang penting bagi pembinaan umat Islam, dapat berbuat banyak mengarahkan kesadaran dan kegairahan beragama sehingga umat Islam, dan berperan positif untuk kemaslahatan bangsa dan negara kita. Organisasi ini juga katanya, dapat mendewasakan sikap umat Islam dalam menghadapi kemajemukan dalam tubuh umat Islam sendiri. Sesungguhnyalah, masjid itu adalah wahana untuk mencapai persatuan dan persaudaraan umat, demikian Kepala Negara. (B-7)

Sumber: SUARA PEMBARUAN ( 18/01/1995)

_________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 466-467.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.