PRESIDEN SOEHARTO : KITA INGIN TEGAKKAN DAN NIKMATI KEADILAN HUKUM

PRESIDEN SOEHARTO : KITA INGIN TEGAKKAN DAN NIKMATI KEADILAN HUKUM

Kekuasaan Kehakiman Bebas Dari Kekuasaan Pemerintah

Kita semua menginginkan kekuasaan kehakiman yang benar-benar berwibawa dan memberi pengayoman hukum yang adil kepada kita semua, tanpa kecuali. Kita ingin menegakkan dan menikmati keadilan hukum.

Tujuan penertiban dalam tubuh badan-badan peradilan adalah agar kekuasaan kehakiman benar-benar ampuh dalam menegakkan hukum dan memberi rasa keadilan pada masyarakat.

Demikian penegasan Presiden Soeharto pada upacara pengucapan sumpah Ketua Mahkamah Agung dan para Hakim Agung serta pelantikan Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung di Istana Negara, hari Rabu kemarin.

Sedang pengucapan sumpah Ketua Mahkamah Agung dan Wakil Ketua Mahkamah Agung yang diselenggarakan di Istana Negara, tidak berarti bahwa Mahkamah Agung berada di bawah Presiden

Ketika berbicara tentang kekuasaan kehakiman, Presiden Soeharto menyatakan, kita menginginkan kekuasaan kehakiman dan badan-badan peradilan yang dengan kokoh mengembangkan payung hukum, yang tidak goyah oleh tekanan dari luar, betapa pun kuatnya tekanan itu. Dan tidak bergeser oleh "iming-imingan" uang, berapa besar pun uang yang menggoda.

Tanpa badan peradilan yang kokoh kuat, yang mempakan benteng terakhir tegaknya pengayoman hukum, maka cepat atau lambat masyarakat akan runtuh.

Karena masyarakat akan merasa tidak ada lagi tempat untuk memperoleh keadilan dan untuk mengarahkan harapan akan tegaknya hukum.

DaIam rangka itulah, demikian Presiden, kita harus melanjutkan penertiban dalarn tubuh badan-badan peradilan, seperti yang akhir-akhir ini sedang giat-giatnya dilancarkan, dengan terus menjunjung tinggi kebebasan kekuasaan kehakiman.

Sejalan dengan kemajuan pembangunan, pemerintah setapak demi setapak terus memperbaiki sarana-sarana badan peradilan dan memperbaiki tingkat hidup para hakim. Tujuannya adalah agar badan-badan peradilan dan para hakim dapat menjalankan tugasnya yang mulia, menegakkan hukum dan memberi keadilan.

Bebas dari Kekuasaan Pemerintah

"Tujuan penertiban dalam tubuh badan-badan peradilan adalah agar kekuasaan kehakiman benar-benar ampuh dalam menegakkan hukum dan memberi rasa keadilan pada masyarakat," demikian Presiden.

Kekuasaan kehakiman ingin kita junjung tinggi martabatnya. Bukan hanya bebas dari kekuasaan pemerintah, melainkanjuga bebas dari kekuasaan-kekuasaan lain yang merusak. Bebas dari godaan-godaan yang membahayakan.

Karena itu langkah-Iangkah penertiban yang sedang berjalan sekarang ini tidak perIu dan tidak harus merisaukan siapa pun yang tidak bersalah.

"Kerisauan hanya timbul dalamhati yang merasa bersalah!" demikian Presiden.

Presiden juga yakin bahwa sebagian terbesar dari para hakim masih tetap sadar dan menjalankan profesinya untuk memenuhi panggilan pengabdiannya, yaitu menegakkan dan memberlkan pengayoman hukum kepada masyarakat dan para pencari keadilan.

Memperjelas Wajah Keadilan

Pada bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto berbicara tentang pembangunan yang dilaksanakan selama 15 tahun terakhir ini. Namun demikian, katanya, pembangunan ekonomi bukanlah segala-galanya. Sebab yang kita cita-citakan bukan hanya masyarakat yang maju, melainkan sekaligus masyarakat yang berkeadilan.

Karena itu kemajuan ekonomi yang dicapai sampai keadaan sekarang harns selalu didampingi oleh terwujudnya rasakeadilan. Karena itu pula sejak Pelita III kita bertekad untuk memperjelas wajah keadilan dalam semua bidang melalui delapan jalur pemerataan.

Salah satu jalur ini adalah pemerataan kesempatan memperoleh keadilan. "Atau dengan kata-kata yangjelas kita ingin menegakkan dan menikmati keadilan hukum," demikian Presiden.

Keadilan hukum ini merupakan salah satu tantangan dan harapan kita semua. TIdak dapat lain dalam negara yang berdasarkan hukum ini dan dalam negara yang bukan berdasarkan kekuasaan semata-mata hukum itu harus tegak berdiri dengan penuh keagungan dan kewibawaan. Hukum itu harus tegak berdiri dengan penuh keagungan dan kewibawaan.

Kendatipun kita menginginkan tegaknya hukum, demikian Presiden Soeharto selanjutnya, namun perIu selalu disadari bahwa hukum bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, lepas dari masyarakatnya. Karena itu pengembangan dan penerapan hukum tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan masyarakatnya. Tidak dapat dilepaskan dari pembangunan bangsanya.

Bercorak Indonesia

Pembangunan itu sendiri merupakan rentetan perubahan menentu kemajuan di segala bidang, yang harus digerakkan secara serasi dan terarah makin mendekati wujud masyarakat yang kita cita-citakan.

Karena itu hukum harus diterapkan dan dikembangkan secara konstruktif, dengan tetap berIandaskan pada sendi-sendi dan fungsi hukum sendiri, ialah untuk menjamin kepastian hukum yang memancarkanrasa keadilan pada masyarakat dan pencari keadilan.

Menurut Presiden, hal ini penting mendapat perhatian kita semua, terutama bagi pejabat di lembaga yang bidang tugasnya berkaitan erat dengan penegakan dan pembentukan hukum. Sebab di satu pihak kita masih mewarisi hukum dari masa lampau, sedang dilain pihak perubahan yang terjadi dalam masyarakat bertambah cepat lajunya karenakemajuan pembangunan.

Presiden Soeharto juga merigatakan, strategi pembangunan hukum harus berpangkal pada semangat dan arah konsep pembangunan sosial yang menyeluruh dan utuh. Hanya hukum yang dibangun di atas landasan yang demikian yang akan mempunyai akar kuat dalam masyarakatnya sendiri dan akan dapat menjadi kekuatan pendorong bagi laju pembangunan selamanya.

Dengan strategi pembinaan dan pengembangan hukum yang demikian, maka hukum akan dirasakan sebagai nilai kehidupan masyarakat yang dengan penuh kesadaran harus-harus ditegakkan.

"Dan sama sekali harus dipatuhi tetapi tidak dimengerti," kata Presiden.

Karena itulah pula disamping berkembang di atas asas-asas yang universal, pembinaan dan pengembangan hukum kita harus bercorak Indonesia dan cita-cita kemasyarakatan kita sendiri Pancasila

Harus Memberi Perasaan Aman

Pada awal pidatonya, Presiden Soeharto menegaskan, dengan pengucapan sumpah Ketua Mahkamah Agung dan Wakil Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, hal itu sama sekali tidak berarti bahwa Mahkamah Agung berada di bawah Presiden. Melainkan sebaliknya hal itu dilakukan sebagai pelaksanaan undang-undang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar. Sekaligus juga menandakan betapa mulia dan agung kedudukan kekuasaan kehakiman dan pengadilan di Indonesia ini.

Undang-Undang Dasar menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dati pengaruh kekuasaan Pemerintah. Pasal 24 UUD menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung danlain-lain badan Peradilan menurut undang-undang.

Dengan kedudukan yang demikian maka kekuasaan kehakiman akan dapat menerapkan hukum dan memberikan keadilan tanpa tekanan dari luar. Hukum yang tegak dan kokoh dan rasa keadilan yang menyelimuti Perasaan aman dan tenteram.

Terwujudnya perasaan aman dan tenteram ini merupakan salah satu tujuan teramat penting dari pembangunan, demikian Presiden.

Tetapi Presiden juga mengatakan, walaupun kekuasaan kehakiman itu mempakan kekuasaan bebas, hal itu sama sekali tidak berarti bahwa antara kehakiman dengan pemerintah tidak boleh ada hubungan. Sebaliknya antara kedua kekuasaan itu justru harus dikembangkan kerjasama untuk bersama-sama menjamin keberhasilan pembangunan bangsa dalam arti seluas-Iuasnya.

”Tentu saja, dalam mengembangkan kerjasama tadi, kedua-duanya harus teguh menjalankan wewenang dan tugas masing-masing seperti yang ditunjukkan oleh Undang-Undang Dasar dan undang-undang," kata Presiden.

Dalam upacara Rabu kemarin, bekas Menteri Kehakiman Mayjen TNI Moedjono SH yang diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung berdasarkan SK Presiden No. 30 tanggal 9 Pebruari 1981, yang Pertama kali mengucapkan sumpahnya Presiden Soeharto membacakan naskah sumpah yang kemudian diikuti oleh Moedjono. Menyusul pengucapan sumpah oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung R. Purwoto Suhadi Gandasubrata SH. Kemudian Presiden Soeharto mengambil sumpah dan melantik Menteri Kehakiman Ali Said SH dan Jaksa Agung Ismail Saleh SH.

Setelah itu, di hadapan Presiden, Wakil Presiden Adam Malik, Ketua MPR/DPR Daryatmo, Ketua Bepeka, para Menteri Kabinet Pembangunan III serta para pejabat tinggi lainnya, Ketua Mahkamah Agung Moedjono SH mengambil sumpah 14 Hakim Agung. Mereka itu adalah Adi Andoyo Sutjipto SH, R. Harsadi Darsokusumo Sh, Ismail Rahadjo SH, Ny. H. Martina Notowidagdo SH, Brigjen TNI (Purn) Piola Isa SH, Ny. H. Poerbowati Djokosudomo SH, Ny. Siti Rosma Achmad SH, R. Roeskamdi SH, Olden Bidara SH, Brigjen TNI Soegiri SH, R. Soehono Soedja SH, Brigjen TNI Syafiar SH clan Antonius Sudjata SH.

Izinkan Saya

Ali Said SH, selesai acara pengambilan sumpah dan pelantikan, menolak untuk memberikan komentar kepada wartawan.

"Kalau baru dilantik langsung bicara, itukan apriori namanya. Berikan saya kesempatan untuk mengendapkan dulu sumpah jabatan saya tadi. Izinkan saya. Kalau sekarang saya bicara, pasti tidak benar itu," ujarnya.

Dikatakan, setelah.upacara serah terima jabatan dengan Menteri Kehakiman yang lama hari Jum’ at, atau setelah serah terima jabatan Jaksa Agung hari Sabtu, baru ia akan berbicara.

"Saya ini sudah 54 tahun, jadi jauh lebih berpengalaman dari kalian," katanya ketika wartawan terus berusaha mengajukan berbagai pertanyaan kepadanya.

Menurut Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH, Ismail Saleh SH, dalam surat pengangkatannya sebagai JaksaAgung yang bam, sekaligus telah diberhentikan dari jabatan sebagai Sekretaris Kabinet dan Pejabat Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Siapa yang akan menjabat sebagai Ketua BKPM nanti, Sudharmono hanya mengatakan, "tunggu sebentar lagi." Tetapi menurut beberapa sumber, mungkin akan dipegang oleh Ir. Suhartoyo yang sekarang menjabat sebagai Dirjen Industri Logam Dasar Departemen Perindustrian.

Sedangkan untuk jabatan Sekretaris Kabinet, Mensesneg Sudharmono mengatakan, "yaaa" ketika wartawan menyebutkan Brigjen Drs. Moerdiono dengan tetap merangkap sebagai Asisten Khusus Mensesneg.

Sementara itu Ketua Mahkamah Agung yang lama, Prof. Oemar Seno Adji SH, atas pertanyaan pers mengatakan, ia akan menjadi Guru Besar pada Universitas Indonesia, "Jabatan pokok saya kan memang disini."

Dikatakan, yang paling menarik baginya selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung sejak 22 januari 1974 ialah bagaimana caranya membangun hukum melalui putusan-putusan hukum yang bisa diterima oleh masyarakat, "Inilah yang harus menjadi cita-cita kita," tambahnya. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (19/02/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 27-31.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.