PRESIDEN SOEHARTO KRITIK NEGARA-NEGARA MAJU

PRESIDEN SOEHARTO KRITIK NEGARA-NEGARA MAJU[1]

New Delhi, Suara Karya

Presiden Soeharto mengritik sikap negara-negara maju yang tetap tidak memberi kesempatan kepada negara-negara berkembang untuk maju. Padahal kelompok ini menghadapi masalah besar seperti kemiskinan, keterbelakangan, kemandekan bahkan pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Oleh karena itu Presiden Nigeria Jenderal Sani Abacha yang tampil mewakili kelompok Afrika menyambung kritikan Presiden Soeharto dengan harapan agar KIT G-15 kali ini mencari upaya pengentasan kemiskinan seperti yang dilakukan Indonesia. KTI itu dibuka resmi oleh PM India Narasima Rao. Wartawan Suara Karya, Suyono AR melaporkan dari New Delhi, dalam pembukaan sidang tampak hadir Presiden Senegal Abdou Diouf, PM Malaysia Mahathir Mohammad, Presiden Ni­geria Jenderal Sani Abacha dan PM Zimbabwe Robert Mugabe. Sedangkan Presiden Argentina Carlos Menem baru akan tiba hari Selasa ini, yang merupakan hari kedua KTI.

“Tindakan-tindakan yang bersifat proteksionisme dalam berbagai bentuknya telah menghalangi akses pasar bagi produk-produk dari negara berkembang, padaha mereka sebenamya mampu bersaing,” kata Presiden dalam sambutannya mewakili wilayah Asia pada pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok 15 Nigeria. Sedang Berkembang (KTT G-15) ke-4 di Balai Sidang Vigyan Bhavan, New Delhi, Senin.

Presiden Soeharto yang tampil setelah Narsimha Rao menyampaikan pidato pembukaan menguraikan derita yang dialami negara-negara berkembang. Dikemukakan, pembangunan industri negara-negara berkembang terhalang oleh meningkatnya beban akibat hutang luar negeri yang telah menyerap sebagian besar sumber dana negara berkembang, ditambah dengan adanya hambatan bagi alih teknologi.

Di depan para pemimpin negara berkembang Presiden Soeharto menegaskan, di alam saling ketergantungan sekarang ini, kegagalan atau keberhasilan kebijaksanaan ekonomi makin banyak atau dipengamhi oleh lingkungan eksternal. Namun patut disesalkan karena bahwa sejauh ini negara-negara berkembang di Selatan hampir dan tidak memiliki hak suara dalam penentuan kebijaksanaan ekonomi global yang mempengaruhi mereka.

Uraian Presiden banyak diartikan dari pengalaman Indonesia. Dikemukakan, suatu negara pada akhirnya tidak boleh mengga ntungkan diri pada negara lain, melainkan harus bertanggungjawab terhadap pembangunan sendiri. Meskipun mereka menga lami kesulitan-kesulitan, sebagai suatu kelompok, negara-negara berkembang bukanlah tanpa upaya.

Sumber-sumber daya alam dan manusia yang melimpah di negara-negara berkembang, kata Presiden, harus dipusatkan secara bersama melalui strategi kemandirian kolektif yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi diantara negara­ negara berkembang. Dalam hal ini sangatlah wajar apabila Kelompok-15 memberikan penekanan yang lebih besar kepada kerja sama Selatan-Selatan.

“Sesungguhnya kerja sama Selatan-Selatan bukan merupakan penemuan dari kelompok kita dan bukan merupakan gagasan baru. Pada tahun 1955 Konperensi Asia-Afrika di Bandung untuk pertama kalinya mengumandangkan kerja sama antara negara-negara berkembang ,”kata Presiden.

Anggota-anggot a kelompok 15dariAsia merasa bangga telah dapat memelopori proyek -proyek kerja sama serta merasa gembira melihat kemajuan  dan perkembangan dari kegiatan dalam rangka kerja sama kelompok Selatan-Selatan. “Sungguh sangat menggernbirakan bahwa dalarn 3 tahun Kelompok 15 telah meluncurkan proyek kerja sama yang meliputi bidang-bidang strategis seperti sistem informasi, keuangan, pertanian, kependudukan, ilmu pengetahuan dan teknologi, energi serta lingkungan,”kata Presiden.

Meskipun terjadi yang menggembirakan, kata Presiden, ekonomi negara-negara berkembang hanya dapat maju sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, jika ada kemajuan ekonomi global. Karena itu tekad untuk meningkatkan kerja sama Selatan­ Selatan dan memperkokoh kemandirian bersama-sama, bukanlah  sekadar unsur pengganti. Namun merupakan unsur penting bagi terciptanya lingkungan ekonorni internasional yang mendukung melalui dialog Utara-Selatan yang perlu dihidupkan kembali dan yang efektif.

Kelompok G-15 sebagai forum, konsultasi yang teratur untuk, mengkoordinasikan kebijakan- kebijakan dan langkah-langkah di tingkat global, kata Presiden, secara jelas mencerminkan kesadaran kelompok ini sejak awal bahwa masalah-masalah dunia terutama di bidang ekonomi adalah saling berkaitan satu sama lain. Dewasa ini sebagian besar masalah-masalah yang dihadapi adalah bersifat glo­bal. Karena itu kata Presiden, tibalah saatnya bagi negara-negara baik Utara maupun di Selatan untuk mengadakan kesepakatan baru mengenai pembangunan dan semangat kemitraan baru yang demokratis di dalam mencari penyelesaian yang bersifat global terhadap berbagai masalah.

Separatisme

PM Rao dalam pidato pembukaan lebih menyoroti bahaya terorisme. Ia mengingatkan adanya bahaya terorisme, separatisme dan fundamentalisme. Ia mengharapkan Kelompok 15 bisa memobilisir opini dunia melawan kekuatan­ kekuatan tersebut. “Saya yakin kita dalam G-15 punya kapasitas dan keyakinan untuk inemobilisir opini dunia melawan kekuatan yang sedemikian destruktif tersebut,” katanya.

PM Rao juga menyoroti perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Ia mengharapkan pemenuhan janji atas hasil seputaran tersebut untuk membawa perdagangan dunia yang lebih terbuka dan lebih luas serta lebih menguntungkan kepada semua negara terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang.

Ia melihat kemungkinan munculnya hambatan-hambatan bam menggantikan hambatan yang lama bagi ekspor negara-negara berkembang berupa masalah­ masalah non ekonomis. Ia juga menekankan perlunya bantuan dari badan-badan finansial multilateral bagi negara berpendapatan rendah guna membangun basis infrastruktur basis sosial dan penghapusan kemiskinan. Rao menutup pidatonya dengan mengibaratkan perjalanan kelompok 15 sebagai peziarah yang dalam perjalanannya mencari kebenaran dan kini semakin mendekati pusat kebenaran .Ia mengutip itu dari penyair dan filosof India penerima hadiah Nobel kesusasteraan,Rabindranath Tagore.

Pengentasan  Kemiskinan

Jenderal Sani Abacha yang mewakili wilayah Afrika mengemukakan, tantangan yang dihadapi Kelompok 15 ialah bagaimana menyatukan upaya untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara-negara berkembang. Ia berpendapat, salah satu upaya yang perlu segera dilakukan ialah bagaimana mengentaskan kemiskinan dan mengatasi kelaparan di negara-negara yang memprihatinkan, khususnya di Afrika. Masalah pengentasan kemiskinan sebagaimana yang telah ditempuh pemerintah Indonesia saat ini menurut Jenderal Sani, harus memperoleh perhatian khusus dari G-15 dan perlu penyelesaian tuntas. Presiden Nigeria mengingatkan, G-15 belum menyatukan diri dalam upaya pengentasan kemiskinan. Karena itu ia mengharapkan dalam KTT G-15 ini lebih memfokuskan dan bisa melahirkan komitmen kuat untuk upaya pengentasan kemiskinan.

Kadin Indonesia

Sementara Kadin Indonesia mengajak para pengusaha negara-negara berkembang mendobrak pola perdagangan peninggalan penjajah yang sudah berlangsung ratusan tahun. Ajakan tersebut diungkapkan Ketua Umum Kadin Aburizal Bakrie menjawab pertanyaan pers, seusai mengadakan pertemuan dengan para pengusaha negera berkembang yang menghadiri pembukaan KTT IV G-15 di New Delhi, Senin kemarin.

Menurut Aburizal Bakrie, dalam pola perdagangan peninggalan penjajah, matarantai perdagangan diarahkan dari Selatan ke Utara.”Nah sekarang akan kita coba arah perdagangan itu dari Selatan ke Selatan lebih digalakkan,”katanya.

Bakrie mengatakan, sebenarnya para pengusaha Indonesia memiliki peluang besar untuk menanarnkan investasinya di negara-negara yang tergabung dalam kelompok Selatan-Selalan. “Namun yang menjadi permasalahan hinggakini ialah belum ada suatu forum yang bisa mempertemukan mereka,” katanya.

Dengan adanya forum, maka kesempatan untuk saling bertemu, lebih memungkinkan. Bagi pengusaha, forum-forum pertemuan semacarn itu,katanya sangat penting.

“Yang penting kita saling kenai dulu. Dari pertemuan itu, barulah kita bisa menangkap peluang apa saja yang bisa digarap,” ujaryna.

Sebanyak 13 pengurus pusat Kaelin yang dipimpin Aburizal Bak:rie saat inisedang mengadakan kunjungan ke fudia untuk melakukan Bisnis Forum yang paralel dengan KTI G-15. Selama tiga hari di New Delhi, Kadin fudonesia mengadakan penemuan dengan kalangan bisnis dari negara-negaia yang menjadi anggota Kelompok G-15. ***

Sumber : SUARAKARYA( 29/03/1994)

___________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 24-28.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.