PRESIDEN SOEHARTO:
PADA HAKIKATNYA SEMUA UMAT ISLAM BERSAHABAT
Presiden Soeharto menyampaikan salam hangat penduduk Jakarta kepada penduduk Lahore khususnya dan salam persahabatan 140 juta rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam kepada rakyat Pakistan.
Kepala Negara menyampaikan salam rakyat Indonesia kepada rakyat Pakistan itu dalam pidato balasannya pada sambutan masyarakat Lahore di Kebun Raya Shalimar di kota Lahore, Jumat petang.
"Pada hakekatnya semua umat Islam bersahabat," kata Presiden.
Oleh karena itulah alasan utama menerima undangan dari Presiden Pakistan adalah untuk mempererat hubungan persahabatan dan persaudaraan antara kedua bangsa.
Presiden juga menyatakan sangat terharu terhadap keramah-tamahan yang hangat yang telah diberikan sejak menginjakkan kaki di bumi Pakistan.
"Saya terharu terutama sekali karena upacara dan kata-kata selamat datang dari Walikota Lahore ini menyebabkan saya merasa tidak sebagai tamu asing di negeri ini tapi lebih merasa sebagai saudara mengunjungi keluarganya," kata Presiden.
Presiden menyatakan telah mendengar banyak mengenai kota Lahore, yang mempunyai arti sejarah yang sedemikian pentingnya bagi rakyat Pakistan dan juga mengenai Kebun Raya Shalimar yang terkenal dengan keindahannya.
"Sekarang saya telah menyaksikan sendiri, saya mengetahui mengapa kota Lahore dan Kebun Raya Shalimar demikian terkenalnya," kata Presiden.
Presiden mengatakan, gedung-gedung indah dengan seni bangunannya yang menarik dengan jelas memperlihatkan bahwa rakyat Pakistan pada umumnya dan penduduk Lahore khususnya, mendapat anugerah warisan kebudayaan yang tinggi.
Setelah melihat banyaknya rumah-rumah ibadat di kota Lahore, Presiden menyatakan bahwa ini merupakan suatu petunjuk rakyat Pakistan tidak hanya memperhatikan pembangunan pisik, tapi meletakkan pula pembangunan spiritual di tempat yang penting dalam kehidupan bangsa.
Presiden mengatakan bahwa lingkungan yang samajuga terdapat di Indonesia.
Ini telah mendorong kedua bangsa secara spiritual semakin dekat. Oleh karena itu, Presiden sekali lagi menyatakan keyakinannya bahwa kunjungannya sekarang ini di Pakistan akan lebih meningkatkan lagi hubungan persaudaraan yang telah ada antara kedua bangsa.
Presiden menyatakan pula penghargaan kepada Walikota Lahore atas keramahtamahan yang hangat yang diberikan kepadanya, lbu Tien Soeharto dan rombongan lainnya dalam upacara selamat datang tersebut.
Presiden Soeharto menyampaikan sambutannya dalam bahasa Indonesia yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris.
Sambutan Walikota Lahore
Sebelum Presiden Soeharto menyampaikan amanatnya, Walikota Lahore Mian Shuja-ur-Rahman dalam sambutannya mengatakan, masyarakat kotanya merasa bangga dan terhormat menyambut Presiden besar dari rakyat besar, yang kini berada di tengah-tengah mereka
Ikatan yang mempersatukan rakyat Pakistan dengan saudara-saudaranya di Indonesia bukanlah baru. Sejumlah pemuda Pakistan bermigrasi ke Indonesia dan kini menetap di sana dengan keluarga-keluarganya sejak perang kemerdekaan (yang dimaksudkan adalah sekitar 700 orang India Muslim yang memisahkan diri dari pasukan-pasukan Inggris dan memihak tentara Indonesia di tahun-tahun 45-49). Mereka di sana mempunyai kehidupan yang bahagia di tengah-tengah saudarasaudaranya rakyat Indonesia.
Walikota Lahore juga mengingatkan pada bantuan yang Pakistan terima dari rakyat dan pemerintah Indonesia bulan September 1965, ketika Pakistan kepepet dalam perang melawan India. (Indonesia mengirimkan kapal-kapal dan pesawatpesawat perangnya berikut personilnya).
"Hal itu merupakan saat2 yang tak dapat dilupakan. Pada waktu kritis dan penuh percobaan itu Indonesia berusaha sepenuhnya untuk memberikan setiap bantuan yang mungkin," kata Shuja-ur-Rahman.
Lahore adalah kota bersejarah dengan warisan2 besar kultur Islam, di samping merupakan pusat pengetahuan dan sastera. Lahore adalah juga pusat syaraf gerakan nasional Pakistan. Di sinilah "Pakistan Resolution" yang bersejarah diambil keputusannya. Tujuh tahun kemudian Republik Islam Pakistan, sebagai negara berideologi menjadi kenyataan, demikian antara lain Walikota Mian Shuja-ur-Rahman.
Dimulai dengan Ayat2 Qur’an
Acara Civic Reception itu dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’ an oleh seorang qari, disusul dengan sambutan Walikota.
Setelah itu Walikota menyerahkan tandamata kepada Presiden Soeharto berupa miniatur kota Lahore terbuat dari perak.
Presiden Soeharto menyerahkan tandamata kepada Walikota Lahore berupa gong dengan tempat gantungannya kayu jati berukiran Jepara.
Civic Reception ini dihadiri oleh beratus-ratus anggota masyarakat Lahore yang dengan santai duduk di kursi-kursi yang ditata berkelompok di padang rumput indah "taman Shalimar”, disinari matahari sore musim dingin.
Limapuluh enam dutabesar dengan isterinya masing2, yang sengaja datang dari Islamabad, juga hadir pada acara Civic Reception yang berlangsung tepat satu jam itu.
Malam harinya Presiden Zia-ul-Haq dan Begum menyelenggarakan jamuan makan malam resmi di Lahore Fort, yang juga dihadiri oleh segenap korps diplomatik dari ibukota Islamabad.
Presiden Soeharto dan rombongan, Jumat siang sampai di Lahore langsung dari Jakarta untuk mengadakan kunjungan kenegaraan selama empat hari ke Pakistan.
Penyambutan kebesaran dengan dentuman meriam 21 kali diberikan sewaktu Presiden dan ibu Tien Soeharto keluar dari pintu pesawat DC-10 Garuda. Presiden Pakistan Zia-ul-Haq dan nyonya menyambut Presiden Soeharto dan Ibu Tien di kaki tangga pesawat tersebut.
Setelah diperdengarkan lagu Indonesia Raya dan lagu kebangsaan Pakistan Qaumi Tarana, Presiden Soeharto didampingi Presiden Zia memeriksa barisan kehormatan, yang kemudian berdefile depan kedua presiden tersebut, yang berdiri di mimbar kehormatan.
Dalam rombongan Presiden Soeharto turut pula Menko Ekuin Widjojo Nitisastro, Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, sejumlah pejabat teras Deplu dan wartawan. (DTS)
…
Lahore, Antara
Sumber: ANTARA (29/11/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 901-904.