Presiden Soeharto:
PELAJARI KEMUNGKINAN MENEMPATKAN TRANSMIGRASI DI DAERAH PERBATASAN
Sedang Disiapkan Peraturan untuk Transmigran Spontan
Tahun kedua Repelita Ill hanya tinggal enam bulan lagi, sedang jumlah transmigran yang harus dipindahkan masih 99.320 KK (Kepala keluarga) dari sasaran yang ditetapkan untuk tahun 1980/1981 dan carry-over tahun sebelumnya.
Seandainya masalah transmigran betul-betul ditangani, tiap bulan bisa dipindahkan 8.000 KK. Namun kenyataan dalam bulan September 1980 hanya bisa dipindahkan 6.142 KK.
Menteri Muda Urusan Transmigrasi Martono mengemukakan angka-angka tersebut, Kamis kemarin selesai diterima Presiden Soeharto di Bina Graha untuk menyampaikan laporan bulanan mengenai pelaksanaan transmigrasi.
"Walaupun demikian, jumlah transmigran yang dipindahkan sudah meningkat. Hanya belum mencapai target yang diinginkan, karena masih ada beberapa kesulitan di daerah penerima," kata Martono.
Sasaran transmigran yang hams dipindahkan dalam tahun 1980/1981 ini berjumlah 152.000.KK. Jumlah ini terbagi dalam 75.000 KK sasaran tahun kedua Repelita Ill ini dan sisanya merupakan "carry-over” tahun 1978/1979 dan tahun 1979/1980.
Martono menyatakan, sampai 30 September 1980 jumlah transmigran yang dipindahkan berjumlah 52.680 KK. Jumlah tersebut dapat dikatakan "banyak", oleh kebiasaan orang Indonesia, ujar Menteri Muda.
"Ini kebiasaan bangsa Indonesia yang harus dirubah. Kalau ditanya berapa produksi, jawabannya "banyak".
Kalau begitu kontrak bisa dilakukan sekarang dan besok supaya diekspor kalau dijawab lagi: "wah nanti dulu". Demikian Martono menirukan dialog kebiasaan orang Indonesia.
Supaya Lapor
Sampai 30 September 1980, menurut Martono, tercatat 5.693 KK transmigran spontan (swakarya) yang berangkat dengan biaya sendiri ke tempat pemukiman transmigran.
Kepada transmigran, spontan ini diharapkan supaya melaporkan diri ke Kantor Transmigrasi dan Kantor-Pemerintah Daerah yang dituju.
"Sehingga paling sedikit ada nasehat syukur-syukur ada bantuan-bantuan yang diperlukan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah bersangkutan," kata Martono.
Anjuran ini dikemukakan, sebab dalam perjalanan tidak ada yang menjaga keamanan transmigran spontan ini. Bahkan ada di antara mereka yang masuk sungai, sempat meninggal dan tidak ada yang mengurus. Memang itu salah mereka sendiri, karena tidak ada yang mengetahui.
Dengan melaporkan diri, mau tidak mau, tentu ada perhatian dari Pemerintah daerah asal dan Pemerintah daerah penerima, tambah Martono.
Ia menjelaskan sekarang sedang disiapkan peraturan untuk transmigran spontan yang diharapkan dapat selesai dalam bulan Desember mendatang. Diharapkan masuk tahun anggaran 1981/1982 peraturan tersebut sudah bisa dilaksanakan, ujar Menteri Muda.
Daerah Perbatasan
Pada kesempatan ini, kata Martono, Presiden Soeharto minta agar dipelajari kemungkinan-kemungkinan untuk menempatkan transmigran di daerah perbatasan.
"Karena itu, pada waktu mendatang saya akan meninjau daerah perbatasan, terutama daerah Kepulauan Riau," kata Martono.
Karena daerah ini kepulauan, maka menurut perkiraan, yang bisa ditempatkan adalah transmigran petani dan transmigran nelayan. Disamping itu, untuk melaksanakan AKAD (Angkatan Kerja Antar Daerah) mungkin akan ditempatkan pula tenagatenaga terpelajar dari daerah setempat, guna keperluan industri di daerah kepulauan tersebut.
Yang jelas, daerah perbatasan ini sudah mulai harus kita garap mengingat perkembangan-perkembangan yang akan datang dan kebutuhan kita untuk mempunyai semacam pagar hidup sepanjang perbatasan.
Saya tidak tahu sistem apa itu namanya, tapi yang terang Indonesia berkepentingan untuk itu. Termasuk Pulau Batam yang sendirinya menjadi ‘cross point’, sehingga pulau-pulau lain akan dapat kita kembangkan dengan mendatangkan transmigran.
Sudah Diselesaikan
Mengenai masalah lokasi transmigrasi Kuala Cinaku di Riau, menurut Martono sudah diselesaikan dengan suatu kebijaksanaan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seharusnya para transmigran didatangkan setelah daerah penerima "siap tanam”.
Tapi di beberapa daerah termasuk Kuala Cinaku, transmigran didatangkan sebelum lahan yang dipersiapkan kontraktor dalam keadaan "siap tanam", tambah Martono.
Untuk membersihkan lahan yang masih penuh dengan tumpukan kayu tersebut, diserahkan kepada para transmigran sendiri dengan membayar mereka rata-rata sekitar Rp. 2.000/hari.
Kebijaksanaan ini dapat menguntungkan transmigran sendiri dengan adanya penghasilan tambahan dan di lain pihak, para kontraktor tidak perlu mendatangkan tenaga kerja, ujar Menteri Muda.
Mengenai adanya pembangunan rumah di lahan cekung yang dikuatirkan akan terkena banjir, Martono mengatakan bahwa hal tersebut adalah masalah teknis.
”Manusia selalu penuh dengankekhilafan dankesalahan," demikian Menmud Martono. (DTS)
…
Jakarta, Kompas
Sumber: KOMPAS (03/10/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 985-987.