PRESIDEN SOEHARTO:PENDEKATAN KE UTARA HARUS RASION AL REALISTIS[1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan kembali, dalam mengupayakan dialog Utara Selatan, negara-negara Selatan juga harus memperhatikan kepentingan negara-negara Utara atau negara-negara maju, bukan hanya memikirkan aspirasi dan kepentingan negara Selatan sendiri.
“Karena itu, kita harus bersedia menempuh pendekatan yang rasional dan realistis, dalam semangat kepentingan bersama dan kemanfaatan timbal balik. Hanya dengan cara demikian kita dapat membebaskan perekonomian dunia dari kekacauan sekarang dan memperbaiki struktur serta praktek internasional yang tidak adil yang mengakibatkan makin dalamnya ketimpangan dan ketidakadilan hubungan ekonomi internasional,” ujar Presiden Soeharto.
Pemyataan Presiden Soeharto yang lebih menekankan hubungan kemitraan ketimbang konfrontasi antara negara berkembang dengan negara maju itu, seperti dilaporkan wartawan Kompas J. Osdar, disampaikan dalam pidatonya pada upacara pembukaan Konperensi Tingkat Tinggi Kelompok” Kerja Sama dan Konsultasi Selatan-Selatan G-15, di Gedung Vigyan Bhayan, New Delhi, fudia. Senin kemarin (28/3). Pidato Presiden Soeharto disampaikan sesud ah Perdana Menteri India Narasirnha Rao membuka secara resmi KTI yang akan berlangsung hingga Rabu besok tersebut. Sampai dimulainya KIT G-15 itu hanya tercatat enam kepala negara/ pemerintahan yang hadir, termasuk tuan rumah fudia. Negara-negara anggota G-15 lain, hanya mengirimkan utusan yang dipimpin tingkat menteri.
PM India Narasimha Rao, yang diikuti Presiden RI Soeharto, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, PM Malaysia Dr Mahathir Mohammad, Presiden Senegal Badou Diouf dan Presiden Nigeria Sani Abacha, memasuki ruang sidang bersama-sama dan duduk dalam posisi satu deret, beberapa saat sebelum KTI Suasana pembuka an KTI berlangsung Iancar dan tepat waktu , walau negara yang banyak diguncang aksi ekstremis itu terpaksa melakukan penjagaan keamanan ekstra ketat. Ratusan tentara India, lengkap dengan peralatan militer, detektor dan anjing pelacak, dikerahkan untuk mengamankan ruang sidang dan press center, selama pembukaan KTI berlangsung.
Presiden Soeharto merupakan kepala n egara y ang memberikan sambutan pertama mewakili wilayah Asia, sesudah PM India membuka sidang. Sedangkan Presiden Nigeria Sani Abacha tampil memberi sambutan kedua, menggantikan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, dan mewakili wilayah Afrika. Sedangkan untuk wilayah Amerika Latin, karena belum ada satu pun kepala negara/pemerintahan yang hadir, ditiadakan sambutannya. Presiden Argentina Carlos Menem, rencananya baru akan tiba Selasa 29 Maret ini, pada hari penutupan KTI, untuk menerima tongkat Ketua G-15, yang sekaligus menjadi tuan rumah KTI G-15 di Buenos Aires tahun depan.
Kemitraan Demokratis
Pada bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya diadakan kesepakatan baru di antara negara-negara Utara dan Selatan saat ini, mengenai pembangunan dan semangat kemitraan baru yang demokratis dalam mencari penyelesaian yang bersifat global, terhadap masalah-masalah global, terutama masalah ekonomi.
Menurut Presiden Soeharto, sampai saat ini upaya-upaya meluncurkan dialog Utara-Selatan telah membuahkan hasil-hasil positif. Sejak awal tahun lalu, “Kita telah berhasil menyelaraskan persepsi kita dan mengemukakan pandangan bersama mengenai bagaimana sebaiknya wujud tata dunia baru,” ujar Presiden Soeharto.
Presiden lebih lanjut menyatakan, berkat upaya yang sungguh-sungguh dari Presiden Senegal Abdou Diouf dan usaha-usaha aktif PM India Narasimha Rao, maka Kelompok Selatan telah berhasil memelihara dan membina jalur komunikasi dengan negara-negara industri yang tergabung dalam Kelompok-7 (G-7).
Presiden Soeharto juga memperlihatkan, Indonesia sebagai Ketua Gerakan Nonblok telah melaksanakan mandat GNB meluncurkan kembali dialog Utara Selatan. Prakarsa inidituangkan dalam undangan untuk dialog yang telah disampaikan kepada PM Jepang Miyazawa (sebelum ini) dalam kapasitasnya sebagai Ketua G-7 dalam KTIG-7 di Tokyo tahun 1993. Menurut Presiden, telah diperoleh tanggapan positif dari G-7. Tindak lanjut dari prakarsa ini telah dilakukan bersama Kelompok 77 pada Sidang Majelis Umum PBB ke-448 mehilui pengajuan rancangan naskah resolusi berjudul “Pembaharuan Dialog Mengenai Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Internasional untuk Pembangunan Melalui Kemitraan”. Resolusi ini, kata Kepala Negara, didukung pula oleh negara negara industri termasuk Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. “Menurut hemat saya, ini merupakan petunjuk yang jelas bahwa masyarakat internasional mendukung strategi dasar Gerakan Nonblok dalam mengupayakan kembali dialog Utara-Selatan,” kata Presiden.
Pada akhir pidatonya Presiden Soeharto mengingatkan, kemajuan pesat G-15 saat ini masih perlu diiringi kesadaran bahwa perjalanan yang jauh dan tidak mudah. Dengan masih berlanjutnya pernbahan global yang mendasar, harapan awal untuk terciptanya tata dunia barn sejauh ini belum tercapai. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah ketidak teraturan dunia baru yang masih akan berlanjut untuk waktu tertentu. “Ketidak teraturan yang ditandai oleh berlanjutnya guncangan, ketidakstabilan dan ketidakpastian yang membingungkan disertai kecenderungan dan gejala yang saling bertentangan,” kata Presiden.
“Pertanyaan mendasar dalam kaitan ini adalah, apakah kita membiarkan perubahan-perubahan di dunia saat ini terus berlangsung dengan moment timnya sendiri secara tak terkolitrol dan tanpa arah. Ataukah dengan segala kemauan baik dan kesungguhan kita harus menggalang kckuatan kita-baik diantara kita sendiri di Selatan maupun antara kita dengan pihak Utara-untuk bersama-sama mengarahkan perubahan-perubahan ini secara lebih rasional dan berimbang menuju suatu tata dunia baru yang menjamin terciptanya stabilitas, keadilan sosial dan kemakmuran yang merata, kata Soeharto.
Pidato Narasimha Rao
Sementara itu PM India Narasimha Rao mengingatkan adanya bahaya terorisme, separatisme, dan fundamentalisme, sehingga ia mengharapkan kelompok G-15 bisa memobilisir opini dunia melawan kekuatan-kekuatan tersebut. “Saya yakin kita dalam G-15 punya kapasitas dan keyakinan untuk memobilisir opini dunia melawan kekuatan yang sedemikian destruktif tersebut,” katanya.
Rao juga menunjukkan perlunya mengadakan reformasi terhadap sistem PBB dan memperluas Dewan Keamanan PBB dengan menambah perwakilan dari negara negara sedang berkembang dalam keanggotaan tetap dewan tersebut. Pada bagian lain ia juga menyinggung selesainya perundingan-perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Ia mengharapkan pemenuhan janji atas hasil putaran tersebut untuk membawa perdagangan dunia yang lebih terbuka dan lebih luas serta lebih menguntungkan kepada semua negara terutama untuk negara-negara yang Rao menunjukkan pula beban utang luar negeri yang merupakan hambatan utama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Kebijaksanaan keuangan dan perdagangan yang tidak diskriminatif, kata Rao, dibutuhkan untuk membantu negara negara sedang berkembang meningkatkan pendapatannya.
Sedangkan Presiden Nigeria Sani Abacha menyerukan usaha konkret penghapusan kemelaratan dan kelaparan, juga menunjukkan pentingnya diadakan pembaharuan konsolidasi di antara negara-negara G-15. Pernyataan Sani Abacha ini sejalan dengan pernyataan banyak pengamat G-15 yang antara lain mengatakan, apa yang dibicarakan. Keputusan-keputusan yang diambil, proyek-proyek yang dilaksanakan G-15 semakin hari semakin mengesankan dan rasional, tapi kelompok ini semakin terancam dengan menurunnya kehadiran para anggotanya di setiap KTI yang baru berusia tiga tahun itu.
Sumber: KOMPAS( 29/03/1994)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 28-31.