PRESIDEN SOEHARTO PRIHATIN KEJADIAN KEKURANGAN PANGAN DI KABUPATEN KARAWANG [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto merasa prihatin atas kejadian yang menimpa beberapa kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dimana sebagian rakyat di daerah itu menderita kekurangan pangan, demikian dinyatakan Solichin G.P., Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan (Sekdalopbang) di Bina Graha hari Jumat.
Dalam kunjungannya ke Desa Rangdu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Solichin mengatakan di depan unsur2 pemerintah dan rakyat setempat, bahwa Presiden telah meninginstruksikan pejabat2 tingkat pusat sampai propinsi dan kabupaten Karawang untuk memberikan prioritas perhatian guna menanggulangi masalah kekurangan pangan itu.
Presiden menghendaki agar prioritas perhatian itu harus menjamin keadaan yang dihadapi rakyat di daerah itu jangan lebih memburuk dan disamping itu harus dapat menyelamatkan penduduk dari keadaan darurat pangan ini kembali kepada kehidupan yang normal secepat mungkin.
Kecamatan Pedes dan Kecamatan Rawamerta yang berpenduduk l.k. 50.000 jiwa merupakan dua kecamatan yang keadaan penduduknya terparah akibat kekurangan pangan.
Pos2 Komando Dibentuk
Dari hasil kunjungannya selama sehari di Desa Rangdu itu Solichin menyarankan kepada Pemda Karawang untuk mendirikan “pos2 komando” di daerah2 yang parah keadaannya.
Pos2 komando ini berfungsi untuk mengawasi dan memonitor segala program pelaksanaan penanggulangan kekurangan pangan di daerah itu khususnya dalam jangka waktu tujuh bulan mendatang (sampai panen rendengan bulan Maret 1978).
Menurut perhitungan sementara pemda Kab. Karawang, untuk mencukupi kebutuhan pangan lk. 50.000 penduduk di dua kecamatan tersebut dibutuhkan pangan (beras) sekitar 2.625 ton untuk jangka waktu tujuh bulan mendatang dengan rata2 250 gram per kapita per hari.
Persediaan pangan yang ada sekarang di Kabupaten Karawang sejumlah 1100 ton yaitu berasal dari Bulog 1000 ton dan Jawatan Sosial setempat 100 ton, Produksi pangan di daerah itu (kecamatan2 yang terparah) sekitar 783 ton beras, sehingga masih kurang l.k. 741 ton.
Perkiraan 783 ton beras hasil produksi daerah kecamatan yang terparah itu bukan semuanya berasal dari hasil persawahan melainkan sebagian dari perhitungan program padat karya, petani2 yang hijrah keluar daerah.
Karenanya, pos2 komando perlu dibentuk untuk mengecek langsung sampai dimana program2 seperti padat karya, penanaman palawija itu mencapai sasarannya, kata Solichin.
Untuk Apa Enceng Itu?
Solichin dalam kunjungannya itu juga sempat berdialog dengan seorang wanita yang sedang mengambil daun enceng gondok di sawah yang kering di kampung Pojoklaban, Desa Rangdu.
“Untuk apa enceng itu, tanya Solichin kepada wanita itu yang bernama Ombeng. Untuk makan, pak,”jawabnya.
“Mana suamimu,” tanya Solichin lagi. Wanita yang berusia lk. 50 tahun menjawab bahwa suaminya sudah pergi ke Sumatera 20 hari lalu.
Wanita itu bercerita bahwa ia memakan enceng gondok sudah empat hari.
“Kadang2 campur bubur”.
Dialog2 serupa dilakukan pula Solichin di kampung sekitarnya dan jawaban dari pertanyaan2 yang diajukan hampir serupa Kurang makan.
Bahkan seorang ketua RT yang ditanya “Antara” mengatakan bahwa ia makan nasi tiga hari sekali. Seorang petani penggarap mengatakan bahwa ia menjadi “kuli” bayarannya Rp. 250,-/hari. Makan apa adanya. Kadang2 beli singkong saja Rp. 35,/kg. Harga beras di kecamatan itu Rp. 100,-/liter.
Sebab2
Sekdalobang Bina Graha, Solichin ketika ditanya wartawan mengatakan bahwa daerah Karawang yang dulunya gudang beras sekarang ditimpa bencana kekurangan pangan disebabkan berbagai faktor.
Faktor2 penyebab itu antara lain akibat alam, kurang efektipnya penggunaan daya dan dana yang ada Masa kabupaten ini tunggakan kredit Bimas mencapai 2,7 milyar rupiah. Padahal tunggakan kredit Bimas seluruh Indonesia saja tercatat Rp. 8,- milyar.
Disamping itu, Solichin menegaskan, berkurangnya konsentrasi aparatur pimpinan terhadap pembangunan pertanian di daerah ini juga mempakan salah satu sebab sampai terjadinya bencana ini. Karena program utama masih pertanian maka pimpinan2 daerah harus semaksimal mungkin sering di desa2, demikian Solichin. (DTS)
Sumber: ANTARA (01/10/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 602-604.