PRESIDEN SOEHARTO: PROSES PERIZINAN INVESTASI DANEKSPOR DIPERCEPAT

PRESIDEN SOEHARTO: PROSES PERIZINAN INVESTASI DANEKSPOR DIPERCEPAT[1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto meminta, agar usaha untuk menyederh anakan dan mempercepat proses perizinan investasi dan ekspor diteruskan. Kebijakan, ini untuk mendukung upaya penggalakan penanaman modal dan peningkatan ekspor, khususnya ekspor non migas dan hasil industri.

Menteri Perindustrian Tunky Ariwibowo mengemu kakan hal itu kepada wartawan seusai menghadap Kepala Negara di Bina Graha Jakarta, hari Rabu (21/ 4) kemarin.

“Dalam kaitan  dengan peningkatan peranan duhia usaha, khususnya untuk membuka lapangan kerja dan ekspor non migas ini, kita harus benar-benar mendengarkan keluhan dunia usaha. Kita menanggapinya dengan melakukan penyederhanaan proses perizinan dan mempercepat proses perizinan sehingga usaha mereka lebih Iancar,”ujar Tunky.

Lebih lanjut Menperin menegaskan, bahwa perizinan itu tidak hanya menyangkut masalah investasi untuk membangun pabrik, tetapi juga dalam rangka ekspor dan impornya. Menurut dia, masalah perizinan merupakan sebagian keluhan yang diungkapkan oleh 59 asosiasi yang mewakili lebih dari 3.500 perusahaan/industri menengah. Pada pertemuan dengan Memperin itu terungkap pula bahwa tahun lalu ekspor mereka mencapai 14 milyar dollar AS atau sekitar 40 persen dari total ekspor nasional.

“Jadi mereka memang memegang peranan yang sangat penting di dalam ekspor kita. Mereka saya kumpulkan selama tiga hari dan saya dengarkan keluhan mereka” kata Menperin.

Dewasa ini, kata Tunky, orang yang akan membangun dan mengoperasikan industri harus berhubungan dengan 13 instansi yang masing-masing memiliki peraturan sendiri.

“Sebab itu, peraturannya dikumpulkan dan disistimatisasikan serta dikaji, apakah bisa disederhanakan, apakah masih perlu, atau kita cabut karena tidak diperlukan lagi. Hasil kajian di Deperin ini nantinya dilaporkan ke Menko Eku dan Menko Indag. Keduanya kemudian mengadakan pertemuan dengan berbagai instansi untuk mengambil  kesimpulan,”  ujar Tunky.

Tujuannya, seperti sebagaimana diperintahkan Presiden Soeharto, adalah agar dunia usaha lebih lancar usahanya bukan hanya dalam investasi tapi juga operasinya. Sebab kalau mereka mendapat keuntungan, mereka akan menanamkan lagi modalnya di Indonesia, kata Tunky. Dengan demikian, kata Menperin, peranan mereka dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor industri, semakin besar.

Hal lain yang dikeluhkan, kata Menperin, mengenai prosedur ekspor-impor. Misalnya ada produk yang diekspor dan komponen-komponennya harus didatangkan dari luar negeri. Sebagian dari komponen itu tidak dipungut bea masuk. Tetapi pengusaha yang bersangkutan harus membayar dulu, kemudian nanti diadakan restitusi. Terhadap komponen-komponen dari dalam negeri yang dipakai untuk industri yang mengekspor produknya juga dikenakan pajak.

Keluhan lainnya menyangkut perizinan tenaga kerja dan tingginya suku bunga modal sehingga biaya investasi mereka menjadi mahal, “Hal ini tentu saja menyebabkan mereka sulit bersaing.” tegas Menperin. Menurut dia, Deperin akan melanjutkan tatap muka dengan kelompok usaha yang lain, seperti industri hulu, industri kimia, industri logam dan industri kecil. Kelompok usaha itu berperanan di dalam ekpsor hasil industri.

Ekspor Ahli

Kepada Presiden juga dilaporkan tentang upaya untuk meningkatkan kerja sama Selatan-Selatan (GNB). Dalam hal ini, Presiden minta, agar Menperin melaporkan hal sempa kepada Dubes Keliling Nana Sutresna. Selanjutnya ia mengatakan, bentuk kerja sama itu belum luas karena masih pada tahap awal.

Menurut Tunky, contoh dari kerja sama itu adalah pengiriman 27 tenaga ahli selama dua tahun oleh Pusri ke Bangladesh untuk membantu pengoperasian pabrik pupuk di sana. Setelah itu dikirim lagi 24 ahli untuk masa kerja setahun.

“Dengan demikian mereka mengetahui kemampuan kita di bidang teknologi pupuk sehingga kalau mendapat kesulitan mengenai industrinya mereka tidak hanya melihat negara Barat, negara industri, tapi juga mempunyai alternatif untuk datang ke negara berkembang yang lain yang sudah lebih maju industrinya, seperti Indonesia,” demikian Tunky.

Di samping itu Pemerintah Indonesia telah mengirim 28 tenaga kerja ahli ke Malaysia selama tiga tahun untuk membantu industri pupuk.

Menyinggung pembangunan di RRC, Menperin menyebutkan bahwa. Indonesia juga memenangkan tender internasional yang dibiayai oleh Bank Dunia. Tenaga Indonesia dikirim PT. Petro Kimia Gresik untuk membantu bidang jasa-jasa dalam rangka rancang bangun dasar jasa keteknikan dalam pengadaan barang sampai ikut menjarnin kehandalan pabrik ini yaitu pabrik aluminium floraid. Pupuk Kaltim juga mengirimkan pupuk ke Tanzania. meskipun jumlahnya masih kecil yaitu 5,5 juta dollar AS. Tenaga yang dikirim telah membantu mereka untuk merehabilitasi pabrik pupuk.

Masyarakat  Irja

Sementara itu, ketika menerima Gubernur Irian Jaya, Presiden Soeharto meminta agar Jacob Pattipi memperhatikan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat Irja yang tinggal di pedalaman, daerah transmigran dan yang berada di sekitar perbatasan. Upaya ke arah itu dilakukan dengan cara meningkatkan program Gersatera (Gerakan Desa Sejahtera) dan program-program lainnya.

“Beliau meminta perhatian terhadap pembangunan diwilayah perbatasan melalui sistem yang kami pakai, yaitu Gersatera. Presiden minta hendaknya itu ditingkatkan. Apa yang telah dirintis melalui Gersatera itu ditepiskan dan lebih diperluas sehingga masyarakat yang sudah mulai mengenal pembangunan itu lebih dipercepat lagi pertumbuhannya, “kata Pattipi.

Menurut Pattipi, Presiden juga memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat transmigran di daerah Merauke. Sebab pada akhir-akhir ini Presiden mendapat laporan, masyarakat transmigran di Merauke mengatasi kekeringan sehingga tidak bisa panen.

Lebih lanjut Pattipi menyebutkan bahwa Presiden Soeharto sudah memberikan petunjuk kepada Sesdalopbang Solihin dan Irjenbang Kardono untuk memasyarakatkan penanaman padi sistem gogo rancah seperti yang dilakukan di Lombok.

Hal lain yang digarisbawahi Presiden adalah soal pemberian akses terhadap masyarakat yang terisolasi. Kepala Negara memberi contoh sulitnya masyarakat dari Kabupaten Jaya wijaya pergi ke Jayapura.

Sebab itu pula, Presiden minta kepada masyarakat Irja untuk memanfaatkan jalan trans Irja jika nanti sudah selesai dibangun. Pemanfaatan jalan ini antara lain dengan dibangunnya proyek PIR di sekitar kawasan tersebut. Dengan menjadi peserta PIR, masyarakat pertama-tama menjadi buruh. Dan setelah PIR berproduksi, masyarakat yang jadi pemiliknya. Tapi untuk hal ini diperlukan waktu dan berbagai kegiatan seperti penyuluhan.

Setelah mereka pindah hal berikutnya yang harus dipikirkan adalah upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Kepada Gubernur Irja, Presiden juga meminta agar membatasi jumlah HPH di wilayahnya, yakni sampai maksimal tiga perusahaan saja.

Mengingat daerahnya yang luas tetapi penduduknya sedikit, maka Presiden minta diusahakan penyediaan tenaga kerja yang cukup. Caranya dengan merninta Mentrans untuk meningkatkan jumlah transmigran yang berketerampilan ke Irja.

“Ada beberapa lokasi yang telah kami pelajari yang memungkinkan untuk dijadikan daerah transmigrasi, misalnya di Kabupaten Fakfak, Sorong, dan Manokwari. Ketiga daerah ini dinilai cocok baik lahan maupun keamanannya. Presiden merestui dan mengatakan, silakan bertemu dengan Mentrans,”kata Pattipi.

Presiden juga memberikan petunjuk bagaimana seorang gubernur bertingkah laku di depan masyarakatnya. “Beliau menyebutkan tiga “ta” yaitu tahta, harta, dan wanita. Untuk mencapai kedudukan tinggi janganlah dicapai melalui cara-cara yang tidak baik. Untuk mencapai itu harus berdasarkan prestasi. Yang bekerja keras, dialah yang mendapat imbalan posisi yang tinggi,” katanya.

Mengenai harta, “Kita boleh kaya tapi berdasarkan keringat dan jalan yang halal serta direstui oleh Tuhan YME dan menggunakan kekayaan itu untuk banyak orang yang susah, jangan dipakai sendiri,” demikian Pattipi.

“Soal wanita, orang suka menjatuhkan kita dengan cara menyuguhi wanita. Ini yang paling tinggi barangkali yang Presiden berikan kepada kami untuk menjaga diri, agar tidak terjerumus ke jalan yang tidak benar,” tutur Pattipi. (vik)

Sumber: KOMPAS (22/04/1993)

_____________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 411-414.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.