PRESIDEN SOEHARTO: PROTEKSI TAK BISA DITERUSKAN 

PRESIDEN SOEHARTO: PROTEKSI TAK BISA DITERUSKAN [1]

 

Jakarta, Republika

Presiden Soeharto kembali menekankan pentingnya peran koperasi dalam perekonomian nasional, sekaligus mengingatkan sejumlah pengusaha besar yang selama ini memperoleh fasilitas proteksi dari pemerintah.

“Proteksi yang kita berikan untuk melindungi bidang tertentu dalam tahap awal pembangunan nasional selama ini takkan dapat terus dilanjutkan,” kata Presiden ketika membuka Rapat Anggota Tahunan Induk Koperasi Karyawan (INKOPKAR) VIII di Istana Negara, Jakarta, Kamis kemarin.

Menurut Presiden, di masa datang nasib perekonomian kita akan ditentukan oleh kekuatan daya saing barang dan jasa yang kita hasilkan. ltulah sebabnya, kata Presiden, sektor-sektor ekonomi yang selama ini menikmati proteksi harus segera meningkatkan daya saingnya dengan memanfaatkan pertumbuhan dan kemajauan yang telah tercapai sejauh ini. Karena, tambahnya, “tindakan perlindungan itu tidak akan bisa seterusnya diberikan”. Penegasan Presiden Soeharto itu menjernihkan sejumlah soal yang belakangan ini menjadi polemik berbagai pihak berkaitan dengan perlindungan dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah khususnya kepada para pengusaha besar.

“Saya mendukung pemyataan Pak Harto itu,” kata pengamat ekonomi Rizal Ramli kepada Republika semalam. “Selama ini masyarakat menjadi bingung mendengarkan beberapa menteri mengeluarkan pernyataan yang berbeda soal proteksi. Dan pernyataan Presiden tadi bisa menyelaraskan kebijakan yang harus diambil oleh anggota kabinet,”tambahnya.

Proteksi terhadap pengusaha lokal bukanlah kebijaksanaan khas Indonesia. Di banyak negara, kebijakan seperti itu dilakukan terutama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditaraf awal pembangunan nasional. Namun ,dalam jangka panjang, kebijakan itu bisa menyengsarakan masyarakat dan kian tak sesuai dengan masuknya Indonesia ke dalam pasar global- ketika proses produksi dan konsumsi tak bisa lagi terkotak dalam batas-batas negara.

Menurut Rizal, sebagai konsumen, masyarakat dirugikan oleh proteksi. “Proteksi menyebabkan harga barang menjadi lebih mahal,” katanya. Dari segi ekspor pun kebijakan itu merugikan. Karena terbiasa disusui, produk lokal tidak terlatih bersaing melawan produk asing.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, sejumlah pengamat ekonomi dan kalangan anggota DPR memang meributkan kentalnya proteksi pemerintah pada jenis-jenis usaha tertentu, seperti pabrik pulp (bubur kertas), otomotif dan petrokimia.  Polemik mutakhir-pertengahan Agustus lalu- tentang proteksi itu marak berkaitan dengan pabrik olefin (bahan awal pembuat plastik) Charvdra Asri milik Prajogo Pangestu.

Menteri Penggerak Dana Investasi/ Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Sanyoto Sastrowardoyo, termasuk pendukung proteksi bea masuk terhadap pabrik itu. “Proteksi harus diberikan kepada industri industri hulu. Jika tak ada proteksi, mereka tak bisa bersaing,” katanya. Sebagian anggota dewan keberatan. Mereka diwakili oleh Tajoeddin Noer Said, anggota Komisi VI dari Fraksi Karya Pembangunan, misalnya. Proteksi bea masuk kepada pabrik olefin di sektor hulu industri petrokimia, menurutnya, akan memberatkan industri hilir yang menggunakan produksi Chandra Asri.

Menurul Rizal, proteksi pemerintah terhadap sektor otomotif juga sudah waktunya dilepas. Proteksi di sektor ini, antara lain yang berjasa menggembungkan raksasa otomotif seperti lndomobil dan Astra, membuat harga mobil di Indonesia salah satu yang termahal di dunia. Di sisi lain, industri otomotif ini tak pernah berkembang menjadi industri yang disegani di pasar internasional. Tidak semua proteksi bisa dihapuskan begitu saja. Namun, karena dampaknya sangat nyata di masyarakat, kalangan DPR menghendaki pemberian proteksi itu dilakukan secara terbuka (transparan) dan dengan penjelasan gamblang.

Penegasan Presiden Soeharto tadi nampaknya menandai kecondongan kornitmen pemerintah yang Jebih jelas pada pengusaha-pengusaha menengah dan kecil maupun koperasi. Presiden mengharapkan selama Repelita VI ini akan berdiri 3.000 koperasi karyawan mandiri dan 8.000 koperasi karyawan lainnya. Namun, Presiden juga mengingatkan perlunya pengurus koperasi meningkatkan modal, penguasaan teknologi serta ketrampilan manajemen.                    ·.

“Dalam zaman globalisasi sekarang diperlukan modal yang besar, penguasaan teknologi dan ketrampilan yang tinggi. Secara sendiri-sendiri saja koperasi seolah-olah tak berdaya. Tapi jika semuanya bergerak terpadu pasti akan menjadi kekuatan yang besar,” kata Presiden. aha/adi/ant

Sumber: REPUBLIKA( 16/09/1994)

____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 522-523.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.