PRESIDEN SOEHARTO: RAPIM ABRI 1981 MEMPUNYAI ARTI YANG KHUSUS

PRESIDEN SOEHARTO: RAPIM ABRI 1981 MEMPUNYAI ARTI YANG KHUSUS

Presiden Soeharto menilai Rapim (Rapat Pimpinan) ABRI 1981 mempunyai arti yang khusus, karena kita sedang menghadapi beberapa hal yang penting artinya bagi perkembangan bangsa dan negara. Presiden mengemukakan hal itu ketika menerima para peserta Rapim ABRI 1981 di lstana Negara, Kamis kemarin.

Hal-hal penting itu, menurut Presiden, pertama adalah karena kita sedang berada di ambang pintu pelaksanaan tahun ke-3 Repelita Ill yang memerlukan pengerahan segenap kemampuan bangsa dan negara untuk meningkatkan pembangunan.

Kedua, Pembangunan ABRI untuk meningkatkan kemampuannya sebagai alat pertahanan dan keamanan telah mulai menunjukkan hasil-hasilnya yang nyata. Demikian pula peranan ABRI sebagai kekuatan sosial tampak bertambah mantap. Kemantapan itu berkat kemampuan ABRI dalam menampilkan diri sebagai Angkatan Bersenjata yang makin manunggal dengan rakyat.

Ketiga, keadaan di sekitar kawasan kita dan berbagai perkembangan dunia memerlukan kewaspadaan kita semua yang setinggi-tingginya.

"Dalam keadaan nasional, regional dan intemasional yang demikian itulah ABRI dapat menempatkan diri, memainkan peranan yang tepat. Sebab sebagaimana yang ditegaskan dalam GBHN ABRI merupakan modal dasar pembangunan nasional, baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai kekuatan sosial," kata Presiden.

Dijelaskan, untuk menciptakan suasana yang sedang membangun itulah ABRI memainkan peranan yang besar sebagai dinamisator dan stabilisator masyarakat.

"Peranan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator harus tetap dikembangkan secara wajar tanpa berlebihan-lebihan. Semua pihak harus merasa bahwa ABRI adalah teman seperjuangan dalam memecahkan persoalan besar bersama dan dalam perjalanan besar untuk mendekati tujuan-tujuan nasional kita. Dengan penampilan yang demikian, maka stabilitas nasional dapat dikembangkan tanpa menimbulkan akibat­akibat sampingan yang terasa mencekam," tambah Presiden.

Peralatan ABRI

Kepala Negara mengatakan pula, bahwa kita harus memiliki Angkatan Bersenjata yang kuat, melihat wilayah Nusantara yang begitu luas, yang menjadi penghubung dua samudera dan dua benua.

”Kita harus memiliki Angkatan Bersenjata yang kuat, tidak untuk mengganggu atau memerangi bangsa lain, akan tetapi untuk menjamin keselamatan, keutuhan dan kehormatan kita sebagai bangsa yang merdeka".

Diikatakan, dalam rangka mengisi konsepsi ketahanan nasional maka ABRI yang kuat adalah syarat yang mutlak dalam menciptakan ketahanan di bidang pertahanan keamanan.

Meskipun kekuatan ABRI tidak semata-mata dan kemoderatan peralatannya, namun kita tetap perlu memberi perhatian pada kemampuan fisik dan peralatan ABRI sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara, guna menjawab tantangan-tantangan kemajuan zaman.

"Dalam pada itu, "kata Presiden, perkembangan disekitar kita dan juga perkembangan cepat di kawasan-kawasan lain di dunia mengharuskan adanya kewaspadaan yang tinggi. Ini mengharuskan kesiap-siagaan ABRI dan seluruh rakyat khususnya dalam memperteguh ketahanan nasional.

Dalam rangka itulah saya menilai sangat penting artinya pelaksanaan latihan gabungan ABRI yang beberapa hari lalu telah berakhir dengan memuaskan.

Latihan itu yang menjangkau wilayah yang demikian luas-yang merupakan salah satu latihan gabungan ABRI yang terbesar yang pemah dilakukan sejak Indonesia merdeka-sungguh penting artinya untuk menguji kemampuan nyata Angkatan Perang kita.

Kepolisian

Khusus kepada Polri, Presiden minta agar meningkatkan pelaksanaan tugas pokok. Terutama dalam membina dan menumbuhkan keamanan dan ketertiban masyarakat, mencegah dan menindak pelanggaran hukum berdasarkan hukum yang berlaku.

Untuk itu Polri harus bersikap tertib, bertindak tegas dan tepat serta selalu peka dan tanggap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan, khususnya untuk mendapatkan perlindungan hukum atas ancaman terhadap keamanan jiwa, harta benda dan hak-hak lainnya.

Ketertiban dan ketentraman adalah kepentingan masyarakat dan kepentingan kita semua. Polisi wajib membantu menciptakan ketertiban dan ketentraman itu. Dengan demikian bukan saja polisi mempunyai wibawa dalam masyarakat, tetapi juga akan dicintai oleh masyarakat.

Dijelaskan, ketertiban dan ketentraman yang paling kuat adalah ketertiban dan ketenteraman yang dibina oleh masyarakat sendiri.

"Dalam rangka ini saya mengajak seluruh lapisan masyarakat dan pemimpin-pemimpin masyarakat untuk bersama-sama menjaga ketertiban dan ketentraman itu demi kebaikan bersama," kata Presiden yang berpendapat, "Betapapun kuatnya, Angkatan Perang dan Kepolisian kita, tanpa disiplin nasional, tanpa kesadaran rakyat, maka ketertiban dan keamanan tidak mungkin terwujud."

Secara khusus hal itu dikemukakan Presiden, karena akhir-akhir ini telah terjadi gejala-gejala tindakan kekerasan dalam masyarakat. Sebagian mempunyai latar belakang kejahatan biasa dan sebagian lainnya jelas berlatar belakang politik.

Pembajakan

"Dalam hubungan itu," kata Presiden, "maka kita mengutuk pembajakan yang baru-baru ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab yang telah menyandera awak pesawat dan penumpangnya. Pada prinsipnya segala bentuk terorisme dan penggunaan kekerasan untuk memaksa kehendaknya dengan dalih apapun harus kita lawan. Membiarkan terorisme dan penggunaan kekerasan untuk memaksakan kehendak sungguh membahayakan kelangsungan hidup danketentraman bangsa kita di masa-masa yang akan datang, terorisme dan penggunaan kekerasan jelas berlawanan dengan perikemanusiaan yang kitajunjung tinggi, berlawanan dengan ajaran falsafah Pancasila".

Ketika Presiden menerima Menko Polkam M. Panggabean, bekas Menhankam/ Pangab, laporan hasil Rapim yang disampaikan Menhankam Jenderal Jusuf kepada Presiden, isinya sama dengan hasil Rapim yang diucapkan Menhankam ketika menutup Rapim di Ambon. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (03/04/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 459-461.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.