PRESIDEN SOEHARTO: SELESAIKAN SECEPATNYA MASALAH CENGKEH

PRESIDEN SOEHARTO: SELESAIKAN SECEPATNYA MASALAH CENGKEH[1]

 

Jakarta, Suara Pembaharuan

Menteri Perdagangan Dr.Arifin Siregar mengatakan dari peninjauan sepintas akan terjadi kelebihan produksi (overproduction) cengkeh, apabila harga dasar sekarang tetap dipertahankan. Sedangkan dalam kondisi seperti ini sulit menjaga agar harga tidak turun.

“Harga dasar cengkeh yang terlalu tinggi merangsang petani untuk meningkatkan produksinya dan akhirnya menyulitkan pemasarannya. Dengan catatan pabrik rokok hanya mau membeli dengan tingkat tertentu,” kata Menteri Perdagangan setelah bersama Menteri Perindustrian Ir.Hartarto melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha, Selasa.

Menurut Arifin, karena cengkeh menyangkut jangka panjang danjangka pendek dan banyak tergantung pada masukan dari berbagai pihak, maka belum dapat dikeluarkan keputusan pemerintah bagaimana pelaksanaan selanjutnya dari BPPC.

“Walaupun diakui BPPC ada kekurangannya, namun badan inisanggup membeli lebih kurang 117.000 ton cengkeh rakyat sehingga harga tidak turun terlalu jauh,” katanya.

Dikatakan, sebelum diadakan tataniaga cengkeh harga pernah berada pada Rp 2000 per kg yang kemudian meningkat dengan tata niaga harga memang berhasil dinaikkan.

“Sekarang kita ingin memperbaiki pelaksanaan tata niaga tersebut,” tambahnya.

Instruksi Presiden

Presiden Soeharto sendiri, kata Arifin menginstruksikan agar masalah cengkeh ini diselesaikan secepatnya. Untuk itu Badan Cengkeh Nasional (BCN) yang diketuai Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kumhal Djamil terus membahas masukan­ masukan yang diperoleh dari berbagai  pihak seperti BPPC, pabrik rokok, universitas dan instansi-instansi lainnya. Dijelaskan, masukan tersebut terutama untuk mendapatkan suatu pelaksanaan dari tataniaga cengkeh yang lebih baik dengan memperhatikan kepentingan petani cengkeh dan kepentingan pabrik rokok.

Sementara tentang produksi rokok kretek, Kumhal Djamil mengemukakan dari laporan bandrolnya kretek kecil meningkat 225% tahun 1991 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun secara total produksi rokok kretek mengalami penurunan 9% karena terjadi penurunan pada pabrik rokok menengah dan besar, yaitu SKM-nya turun sedangkan SKT-nya naik.

Produksi cengkeh sendiri tahun 1992 ini diperkirakan sekitar 70.000 sampai 81.000 ton, sedangkan produksi tahun 1990 sebesar 81.000 ton.

Kayu Ekspor

Menurut Mendag Arifin, kepada Kepala Negara juga dilaporkan mengenai ketentuan kayu yang boleh diekspor karena belakangan ini terjadi perbedaan pendapat antara berbagai instansi. Terutama terjadi pada penentuan apakah kayu gergajian dianggap sebagai barang jadi atau barang belum jadi.

“Bila dianggap barang belurnjadi, maka harus dikenakan pajak ekspor atau dalam beberapa hal tidak boleh diekspor. Bila dianggap barangjadi, maka boleh di ekspor tanpa dikenakan biaya apa pun termasuk pajak ekspor,”jelasnya.

Untuk membahas hal itu maka akan diadakan pertemuan dengan Asmindo karena mereka itu yang berkepentingan dan lebih mengetahui bagaimana ktiteria sebenarnya. Sementara itu Sucofindo yang memeriksa barang tersebut berda sarkan instruksi sebelumnya, kelihatannya perlu disesuaikan dengan perkembangan terakhir.

Perlu diketahui, ujarnya, tujuan utama dikeluarkannya kebijaksanaan larangan ekspor kayu tersebut adalah agar kayu tersebut sebanyak mungkin diolah di dalam negeri sehingga lapangan kerja bertambah.

“Secepatnya kami akan menyelesaikan hal ini agar tidak terjadi perbedaan faham antara instansi untuk menentukan apakah suatu kayu gergajian dianggap barang jadi atau belum jadi,” kata Arifin Siregar. (M-5)

Sumber: SUARA PEMBARUAN (11/03/1992)

___________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 503-505.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.